Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Optimalkan Devisa Negara

Pengamat Maritim Sarankan Dibikin ALKI Rest Area

Senin, 13 Juni 2022 17:43 WIB
Pengamat Maritim dan Pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. (Foto: Istimewa)
Pengamat Maritim dan Pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dimana terdiri dari 17.499 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote. Total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta kilometer persegi (km2), dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan. 

Dengan kondisi geografis Indonesia seperti itu, maka wajar apabila Indonesia mengklaim sebagai negara maritim dan bercita-cita kembali menjadi Poros Maritim Dunia.

"Apalagi di Indonesia telah ditetapkan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang menjadi rute utama perjalanan kapal-kapal yang hendak melintasi Indonesia tanpa perlu singgah," ungkap Pengamat Maritim dan Pendiri Perkumpulan Ahli Keselamatan dan Keamanan Maritim Indonesia (AKKMI) Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa di Jakarta, Senin (13/6).

Capt. Hakeng mengutip isi dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia di Pasal 1 ayat 8 menyebutkan Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit atau langsung.

Secara tidak terhalang melintas melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Kemudian terkait ALKI, sambung Capt. Hakeng juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2002. Dimana disana diatur bahwa ALKI I melintasi Laut Cina Selatan, Selat Karimata, Laut Jawa, Selat Sunda, Samudra Hindia. ALKI II melintasi Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Flores, Selat Lombok. ALKI III melintasi Samudra Pasifik, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, dan Samudra Hindia.

Baca juga : Teman Sandi Gelar Lomba Pencak Silat Tjimande Di Lampung Selatan

"Dengan ALKI tersebut tidak salah apabila Indonesia bercita-cita menjadi Poros Maritim Dunia. Jalur laut di nusantara ini bisa dikatakan padat dan sangat ramai. Oleh karenanya menjadi tugas Pemerintah untuk menjamin keamanan pelayaran dan penerbangan di kawasan ALKI yang telah ditetapkan tersebut," jelasnya.

Keberadaan ALKI juga menjadikan Indonesia sebagai negara yang strategis. Kestrategisan ini harusnya mempunyai selling point tinggi dalam hal ekonomi. Sebab, Indonesia berada di jalur perdagangan Internasional.

"Tapi apakah memang demikian situasinya saat ini?" ujar dia. 

Disebutkan Capt. Hakeng, keunggulan lain terkait keberadaan ALKI untuk Indonesia adalah akan dilewati banyak kapal-kapal niaga. Data dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terdapat 40 persen potensi barang perdagangan dunia senilai USD 15 triliun per tahun yang melewati perairan Indonesia. Seharusnya dengan posisi Indonesia yang seperti ini akan banyak kapal laut dari negara lain yang singgah.

Akan tetapi permasalahannya, pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia belum menjadi pilihan utama kapal-kapal niaga asing yang melalui wilayah Indonesia. Kebanyakan kapal dagang asing tersebut memilih untuk sandar di pelabuhan Singapura.

"Oleh karena itu, pemerintah harus terus menelurkan ide kreatifnya guna meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan berbagai pelabuhan di tanah air sehingga dapat menjadi pilihan bagi kapal-kapal asing tersebut untuk singgah," tuturnya.

Baca juga : Indonesia Re Siapkan Perencanaan Skenario Klaim Satu Tahun Ke Depan

Untuk informasi, Selat Malaka saja ada lebih dari 120.000 kapal per tahun yang lewat di sana. Kemudian ada lebih 56.000 kapal per tahun yang melalui Selat Sunda. Dan untuk Selat Lombok dilalui lebih dari 36.000 kapal per tahun.

Oleh karena itu, sebenarnya ALKI memiliki potensi besar guna menambah pundi devisa negara, Capt. Hakeng mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk dapat membaca kebutuhan pasar ini bukan hanya berdasarkan kemauan dan pemikirannya sendiri. 

Karenannya, sudah saatnya untuk dapat menarik pendapatan negara dari aktifitas yang terjadi di ALKI yang selama ini hanya di utilisasi sebagai Jalan Tol oleh Kapal-Kapal Asing yang hanya lewat dan melintas.

Pemerintah Pusat dapat mencoba mengembangkan konsep yang saya sebut sebagai ALKI Rest Area. Di situ nanti, kapal-kapal yang sebelumnya hanya melintasi ALKI, diperbolehkan untuk berhenti sejenak dan melakukan kegiatan-kegiatan seperti pengisian air tawar, pergantian crew kapal, belanja kebutuhan untuk logistik di kapal, dan pengisian bahan bakar di area-area terbatas yang sudah ditentukan wilayahnya.

Dengan cara tersebut, diharapkan kapal-kapal dagang asing tidak hanya melintasi perairan kita saja, tapi juga dapat memberikan dampak ekonomi bagi negara Indonesia.

"Kita bisa membuat beberapa titik ALKI Rest Area seperti di Natuna, Batam, Merak, Tarakan, lombok, Bitung, Kupang, Wayame dan Saumlaki," ungkap Capt. Hakeng yang juga menjabat Sekretaris Jenderal di Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Maritim Indonesia (FORKAMI).

Baca juga : MPR Matangkan Pembentukan Forum Majelis Syuro Dunia

Lebih lanjut, Capt. Hakeng mengungkapkan, ALKI Rest Area ini tentunya bisa berupa pelabuhan ataupun bisa dengan sistem Ship to Ship transfer. Jadi dilokasi tersebut pun akan tumbuh sektor usaha atau ekonomi baru.

Selain itu, di area tersebut juga dapat dibangun pangkalan Angkatan Laut ataupun kantor perwakilan Penegak Hukum lainnya sehingga secara langsung dapat pula menjaga kedaulatan dengan melakukan pengawasan langsung wilayah NKRI yang dijadikan ALKI.

Dikatakan, pembangunan pelabuhan atau rest area di wilayah ALKI akan mengokohkan kedaulatan, keamanan, dan ketahanan maritim kita kedepannya selain tentunya juga dapat menggerakan perekonomian daerah dan negara.

"Tapi tetap, aturan pendukungnya penting untuk bisa dibuat dan diperkuat terlebih dahulu sehingga ketika diputuskan akan dibuat ALKI Rest Area, tidak melanggar Hak Lintas Damai bagi Kapal-Kapal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia," pungkas Capt. Hakeng. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.