Dark/Light Mode

Pemerintah Kudu Berjuang Menjadikan Kebaya Sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda Milik Indonesia

Rabu, 3 Agustus 2022 20:33 WIB
Poster Kebaya Goes To Unesco. (Foto: Istimewa)
Poster Kebaya Goes To Unesco. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Mendaftarkan Kebaya ke Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda milik Indonesia bakal menempuh jalan terjal. Gembar-gembor publik dengan slogan "Kebaya Goes to Unesco" bakal menuju antiklimaks dan berpotensi dramatik.

Sebab, Pemerintah RI melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) cenderung melunak dengan ajakan Malaysia untuk mendaftarkan bersama-sama Kebaya ke Unesco untuk ditetapkan menjadi Warisan Budaya Dunia Takbenda. Juga bersama Singapore dan Brunei Darussalam. Istilah populernya menggunakan jalur multi nation yang memang akan memudahkan proses diplomasi pada sidang Unesco.

Plot paling seru adalah Kebaya macam apa yang akhirnya disepakati dan layak dideskripsikan sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda secara bersama tersebut. Tapi ini mungkin menjadi multitafsir karena latar belakang dan ego yang beragam.

Pemerintah bisa saja menempuh jalan mudah. Berkompromi dengan Malaysia untuk bersama-sama mendaftarkan Kebaya ke Unesco atau multi nation. Hal ini dapat dimengerti, karena jika Pemerintah ngotot ingin menggunakan jalur single nation, konsekuensinya akan menempuh jalan panjang dan negosiasi yang cukup alot. Bahkan, bisa mengorbankan kuota pengusulan setiap negara yang hanya bisa dilakukan dua tahun sekali. Padahal, Reog Ponorogo dan Jamu sudah ada dalam daftar antrean.

Sebulan lalu, saya dapat info dari salah satu pejabat sebuah Kementerian yang memperlihatkan surat dari Kementerian Luar Negeri perihal ajakan Malaysia melalui Kedutaan-nya di Indonesia. Surat tersebut mungkin sudah terkirim sejak 2 atau 3 bulan lalu dari pihak Malaysia.

Baca juga : Mantan Pegawai KPK Minta Pemerintah Upayakan Pemulangan Apeng Ke Indonesia

Malaysia mengajak Indonesia. Itulah ironi situasi yang merupakan realitas untuk dipahami masyarakat luas yang mempercayakan persoalan birokrasi kebudayaan bangsa  pada salah satu bagian dari Kemendikbudritek yang pasti harus memprioritaskan birokrasi sistem pendidikan bagi SDM bangsa Indonesia.

Dari salah satu perspektif tertentu, Indonesia harus sampai hati menelan kenyataan tersebut.

Karena bagi sebagian kelompok fanatis Kebaya, sah-sah saja kalau hal tersebut dianggap sebagai pelecehan. Karena sangat mudah mengungkap bukti-bukti historis, bagi kelompok masyarakat yang sekarang bernaung dibawah wilayah Republik Indonesia, memiliki tradisi busana kebaya yang lebih lama usianya. Mungkin akan beda cerita kalau bicara tentang busana baju kurung.

Peristiwa ajakan tersebut seolah memberi pemahaman lebih mendalam pada saya terhadap kelemahan sistem birokrasi pelestarian budaya. Apalagi pengembangan kebudayaan di republik ini. Pengalaman pribadi saat awal mengusung kegiatan Digitalisasi Aksara Nusantara pada tiga tahun lalu, dalam rangka berharap mendapat arahan kemana harus melangkah (sambil secara tegas, menyatakan tidak meminta anggaran), waktu itu seolah berhadapan dengan tembok.

Pengalaman pribadi pula, ketika pada 2013 ikut terlibat menginisiasi dan mengawal hingga tradisi pencaksilat ditetapkan oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda yang berasal dari Indonesia memang harus lewat Kemendikbud. Perjalanan tersebut kami kawal sangat intens. Kegigihan tokoh diantara kami waktu itu, Eddie Nalapraya, yang membuat Tradisi Pencaksilat akhirnya bisa ditetapkan sebagai warisan dunia yang berasal dari Indonesia pada akhir 2019. Kami saat itu realistis menerimanya saat Malaysia juga mendapat penetapan tentang pencaksilat dalam konteks sport.

Baca juga : Kayak Zaman Belanda Saja Dipingit

Kebaya dalam konteks Tradisi, semestinya bisa menempuh cara yang sama. Tapi saya tidak yakin. Apalagi,  melihat antusiasme Malaysia yang mampu membuat momen mengajak Indonesia.

Saya menduga, akan sering Malaysia membangun momen tersebut, sehubungan kondisi yang serumpun dan banyak warga negara Malaysia yang berasal dari Indonesia dengan membawa pula tradisi yang diturunkan (diajarkan) oleh buyut-buyutnya. Tentu perihal itu harus kita apresiasi karena semangat-nya melakukan proses pelestrian, ketimbang nantinya wisdom tersebut menuju punah. Kita kayak angkat topi terhadap sistematika Pemerintah Malaysia membangun politik identitas-nya.

Semua pemikir di berbagai negara pasti menyadari bahwa budaya atau tradisi adalah salah satu pilar utama dalam membangun identitas bangsa untuk menjadi sebuah bangsa yang unggul dan kuat. Banyak negara mempersiapkan visi dan menyusun misinya. Serta bertindak sistematis sebagai salah satu kegiatan berpolitik globalnya.

Karena perihal ini merupakan bagian dari sebuah tatanan kebangsaan yang berimplikasi jangka panjang dari generasi ke generasi berikut. Sebagai negara yang memiliki sedemikian banyak potensi keunggulan untuk menjadi sebuah bangsa yang bisa mempengaruhi proses arah perjalanan peradaban manusia modern, sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, tentu gak berharap berada pada rangkaian kelompok gerbong peradaban paling belakang.

Ini bukan persoalan kita ini mampu atau tidak mampu. Utamanya adalah  tentang persoalan mau atau tidak mau.■

Baca juga : Mentan Ajak Perbankan Perkuat Pertanian Indonesia

 

Penulis: Heru dan Amelya Nugroho, Pasangan Penggiat Budaya Nusantara

 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.