Dark/Light Mode

Islah Bahrawi: Konflik Berpotensi Jadi Trigger Lahirnya Radikalisme

Sabtu, 10 September 2022 14:07 WIB
Direktur Eksekutif Jaringan Moderasi Beragama Indonesia Islah Bahrawi (Foto: Istimewa)
Direktur Eksekutif Jaringan Moderasi Beragama Indonesia Islah Bahrawi (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Konflik dan radikalisme seperti dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Keduanya memiliki keterkaitan secara resiprokal. Di satu sisi, konflik dapat memicu eskalasi radikalisme. Di sisi lain, radikalisme juga bisa melatari terjadinya konflik.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Moderasi Beragama Indonesia Islah Bahrawi. Dia menjelaskan, konflik horizontal seperti perang saudara, sejatinya justru lebih berpotensi menjadi trigger kepada kelompok radikal guna melahirkan aksi teror di wilayah atau negaranya.

Menurutnya, gerakan radikal dan teror di seluruh dunia sarat akan muatan dan cita-cita politik. Bahkan, narasi ambisi politik dituangkan dalam penunggangan agama melalui dalil-dalil.

Baca juga : Kebaya Rawan Diklaim Tetangga

“Persoalan agama yang kemudian memasuki wilayah kepentingan politik. Inilah yang menjadi konflik di banyak negara. Kepentingan politik dengan narasi agama bisa menghipnotis orang agar terpecah belah dan memusuhi satu sama lain,” jelasnya.

Untuk itu, ia mewanti-wanti, agar di tahun politik 2024 tidak lagi terulang konflik dan keterbelahan seperti 2014 dan 2019. Di sisi lain, Islah telah mendeteksi adanya gejala politisasi agama menjelang tahun politik mendatang.

“Kalau kita berbicara dari perspektif politisasi agama, pada 2024 merupakan 1 abad keruntuhan khilafah terakhir tahun 1924. Artinya tahun 2024 akan menjadi titik krusial kita politik identitas dan politisasi agama akan menjadi suatu pertaruhan luar biasa. Ini yang betul-betul harus diantisipasi,” ucap pria yang akrab disapa Cak Islah ini.

Baca juga : Sekolah Muhammadiyah Miliki Potensi Jadi Model Sekolah Toleransi

Ia mengungkapkan, saat ini mulai digelorakan oleh kelompok radikal terkait kemunculan mujaddid atau pembaharu dalam Islam bersamaan dengan peringatan 100 tahun keruntuhan khilafah. Hal ini diperkuat dengan keyakinan kelompok tersebut melalui hadits yang mengatakan bahwa tiap 100 tahun akan dilahirkan seorang mujaddid.

“Nah, ini sebenarnya gejala politisasi agama. Maka di 2024 politisasi agama akan datang berlipat ganda. Bila itu terjadi, akan terjadi perang elektoral yang akan lebih detail dengan narasi agama,” ujarnya.

Ia menilai, perlunya kesadaran dan partisipasi dari seluruh pihak guna mewaspadai dan menjaga stabilitas, toleransi, dan harmoni dalam lingkungan berbangsa bernegara. Caranya, dengan kembali ke dasar ajaran Islam wasathiyah dan menggelorakan konsep moderasi beragama.

Baca juga : Legislator Golkar Supriansa Dukung Kapolri Berantas Judi Darat Dan Online

“Ini adalah konsep dasar Islam yang berbasis middle path, garis tengah, tidak kanan maupun kiri. Tapi kita betul-betul dalam asas kebangsaan yang berkonsep al-ashabiyah atau kesepakatan,” ucap Cak Islah.

Dia melanjutkan, moderasi beragama merupakan upaya mereposisi fungsi agama sebagai pengemban asas kemanusiaan dan sebagai bejana untuk menciptakan kedamaian. Sebab dari itu, moderasi beragama menjadi sangat perlu untuk dibumikan agar tidak lagi ada penghianatan terhadap konsep kesepakatan bersama pada suatu bangsa.

“Konsep moderasi beragama secara definitif harus kita gelorakan kepada masyarakat. Bahwa dengan beragama seharusnya kita menjauh dari kebencian, caci maki dan perpecahan. Secara utuh diperlukan satu sikap resistensi dan ketegasan dari masyarakat secara bersama menolak ajaran dan kehadiran kelompok radikal tersebut,” tuturnya.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.