Dark/Light Mode

Ancaman Jelang Tahun Politik, Konflik SARA dan Politik Identitas

Kamis, 15 September 2022 11:35 WIB
Dosen Pasca Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta Amir Mahmud (Foto: Istimewa)
Dosen Pasca Sarjana Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta Amir Mahmud (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Konflik SARA dan politik identitas di tengah masyarakat majemuk sangat menguntungkan kelompok radikal. Momentum ini akan dimanfaatkan mereka untuk menghancurkan persatuan.

Dosen Pasca Sarjana Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta Amir Mahmud menilai, jelang pesta Pemilu, bibit-bibit seperti konflik SARA dan politik identitas mulai dimainkan kembali guna menggoyahkan stabilitas bangsa. ”Sekarang ini, hal seperti SARA itu kembali dimunculkan kelompok-kelompok itu. Jadi, sudah ada potensi itu. Tokoh-tokohnya sudah ada yang muncul meskipun yang lain masih merayap,” ujar Amir Mahmud, seperti keterangan yang diterima redaksi, Kamis (15/9).

Menurutnya, konflik sekecil apapun bisa menjadi peluang dan dipandang sebagai potensi oleh kelompok radikal untuk kembali mempromosikan sistem kekhalifahan menurut versi mereka. Itu selalu mereka lakukan untuk menjatuhkan kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah.

Baca juga : ZAP Perkenalkan Perawatan kecantikan Kombinasi Laser dan Injeksi Treatment

"Mereka itu selalu mencari kesempatan atau ruang untuk menciptakan konflik. Gerakan mereka untuk mengganti (bentuk negara) dengan sistem kekhilafahan ini akan selalu digaungkan,” jelas Direktur Amir Mahmud Center, yang bergerak dalam bidang kajian kontra narasi dan ideologi dari paham radikal terorisme ini.

Amir menilai pentingnya peran bersama guna mewujudkan daya tangkal masyarakat dari provokasi isu dan aksi yang menimbulkan konflik perpecahan. Ini penting demi menjaga stabilitas, toleransi, dan harmoni dalam lingkungan berbangsa bernegara. Dengan cara menanamkan nilai moderasi beragama dan wawasan kebangsan.

“Berbagai unsur masyarakat dalam membuat narasi, itu saya pikir harus sudah lebih mengarah kepada pelatihan-pelatihan kepada para stakeholder terkait, lalu untuk segera disosialisasikan,” tuturnya.

Baca juga : Saatnya Politik Keadaban Menjadi Gagasan

Ia menyarankan agar upaya tersebut tidak sekadar pada pertemuan atau sosialisasi semata. Tetapi juga dimunculkan (diterapkan) di tengah kehidupan masyarakat. Diharapkan, dengan langkah itu akan membawa hasil yang riil dan efektif dalam mengantisipasi semua gerakan kelompok radikal. “Terutama kalau kita kaji pada hari ini, peranan dosen pendidikan agama atau  universitas yang berkaitan dengan keagamaan dengan masalah moderasi beragama sangat penting,” terangnya.

Ia mengungkapkan, Amir Mahmud Center selama ini fokus bergerak dalam membangun program wawasan kebangsaan yang religius. Harapannya, untuk membangun generasi muda yang tidak hanya mencintai bangsanya namun juga berusaha membekali masyarakat dengan wawasan keagamaan.

“Kita ini didasari oleh lima dasar Pancasila dan yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Inilah kenapa saya harus membangun nilai-nilai wawasan kebangsaan yang religius. Karena sebenarnya Pancasila ini sangat religius sekali,” ujar lulusan Akademi Militer Afghanistan ini.

Baca juga : Gus Yahya: NU Tegas Tolak Politik Identitas

Menurutnya, ke depan Pemerintah harus mengantisipasi munculnya konflik pecah belah, dengan meningkatkan peran dan ketegasan regulasi mengingat dasar peraturan dan perangkat keamanan yang sudah cukup mumpuni. “Kita berharap pemerintah betul-betul masuk kepada perkara ini untuk lebih serius. Jadi bagaimana sekarang memberikan efektivitas dimana peran pemerintah ini dengan lembaga hukum yang ada atau stakeholder yang ada ini  dengan perangkat-perangkat keamanan. Itu yang penting,” ujar Amir.

Amir juga berpesan kepada semua pihak, khususnya para tokoh dan organisasi masyarakat yang moderat untuk senantiasa berusaha merangkul umat, agar memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara serta pemahaman agama yang moderat. Tujuannya agar masyarakat dapat terhindar dari segala bentuk konflik dan provokasi yang mengarah kepada radikalisme.

“Ini bukan persoalan salah satu agama, tapi juga di seluruh agama. Itu juga merupakan suatu potensi tentang perkara radikal itu. Jangan sampai kita disibukan dengan suatu urusan perpecahan yang tidak pernah berhenti. Karena itulah kita harus pahami pemahaman kebersamaan ini,” pungkas Amir.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.