Dark/Light Mode

Pancasila Tahan Banting Hadapi Dinamika Politik Global

Sabtu, 1 Oktober 2022 09:24 WIB
Seminar 62 Tahun Pidato Sukarno di Sidang Majelis Umum PBB dan Relevansinya dalam Pembangunan Bangsa-Bangsa di Gedung IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (30/9). (Foto: Ist)
Seminar 62 Tahun Pidato Sukarno di Sidang Majelis Umum PBB dan Relevansinya dalam Pembangunan Bangsa-Bangsa di Gedung IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (30/9). (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pancasila terbukti tahan banting dalam dinamika politik global. Apapun yang terjadi, Pancasila tetap eksis.

Pandangan ini mengemuka dalam seminar '62 Tahun Pidato Sukarno di Sidang Majelis Umum PBB dan Relevansinya dalam Pembangunan Bangsa-Bangsa' di Gedung IASTH, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (30/9). 

Dihadiri 100 mahasiswa secara luring dan daring, temu ilmiah ini atas kerja sama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI. 

Sebagai keynote speaker, Sekretaris Utama BPIP Adhianti mengingatkan pidato 'To Build the World a New' alias 'Membangun Dunia Kembali' disampaikan Bung Karno di Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat, pada 30 September 1960.

Baca juga : Catherine Wilson, Bakal Dinikahi Politisi Golkar

"Bung Karno secara berapi-api dan penuh semangat mengkritik konsep imperialisme dan kolonialisme yang digagas bangsa Barat selama berabad-abad. Lalu diuraikan filosofi Pancasila sebagai konsepsi dan kebenaran universal," buka Adhianti. 

Zaman now, lanjutnya, masyarakat dunia menghadapi ancaman non konvensional seperti musibah Covid-19, kemiskinan, dan kelaparan. Adhianti lantas merujuk suksesi Presidensi Group of Twenty (G20). Sebagai dasar negara, Pancasila terbukti tangguh menjaga stabilitas Indonesia. 

"Recover together, recover stronger. Saya ajak kita semua memperhatikan konsepsi Pancasila sebagai ideologi perdamaian. Memori tak boleh hilang, anak muda mesti melanjutkan makna pidato Bung Karno," tandasnya. 

Dalam sesi forum diskusi terpumpun, hadir Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Darmansjah Djumala, Direktur Pengkajian Materi BPIP Aris Heru  Utomo, Direktur SKSG UI Athor Subroto, dan Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam. 

Baca juga : Sore Ini, Macan Putih Hadapi Barito Putera

Diulas oleh Darmansjah Djumala, saat dunia dihantui tarikan rivalitas dua ideologi besar yang hegemonik dalam konteks Perang Dingin, Bung Karno menawarkan Pancasila agar menginspirasi Piagam PBB. "Nilai-nilai Demokrasi (Amerika) dan Sosialis (Uni Soviet) ada  yang bersesuaian dengan nilai-nilai Pancasila. Jad nilai Pancasila itu universal, mendekatkan dan mempersatukan," ujarnya. 

Eks Dubes Polandia dan Austria ini mengingatkan, untuk bisa berkiprah dalam politik internasional, suatu bangsa tidak cukup hanya memiliki nasionalisme, namun juga internasionalisme atau kemanusiaan. Djumala mengutip kata-kata Bung Karno, "Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sari internasionalisme. Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar dalam bumi nasionalisme".

Ini artinya nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang ikut dalam pergaulan internasional. Dalam pergaulan internasioal, Indonesia harus tetap menjaga ideologi bangsa agar tidak kehilangan identitas. 

Merujuk Pidato Bung Karno 1960, Djumala membeberkan serangkaian gejolak politik global dimana Pancasila bisa bertahan, tahan banting dan tetap survive. Yakni saat Perang Dingin 1947, Tembok Berlin runtuh 1989, tragedi 11 September 2001, dan politik Arab Spring 2011.

"Indonesia tidak pecah seperti banyak negara. Indonesia justru belakangan jadi role model kompatibilitas Islam dan demokrasi. Kita mau negara utuh. Karena itulah bangsa Indonesia sepakat Pancasila  tidak perlu diutak-atik," bebernya.

Baca juga : Wirausaha Muda Mandiri 2022 Dorong Usaha Lokal Tembus Pasar Global

Adapun Asvi Warman Adam menekankan, pidato panjang Sukarno kala itu moncer mendorong perdamaian dunia.  "Saat pidato itu, Bung Karno juga mengkritik PBB, karena China tidak masuk PBB. Kita tahu usulan atau kritikan Sukano diterima. China masuk 1971. Pidato Bung Karno juga persoalkan Irian Barat yang belum dikembalikan oleh kolonialis Belanda. Tapi intinya di tengah pertarungan Blok Barat dan Blok Timur, Bung Karno tawarkan ideologi alternatif yakni Pancasila," terang Asvi. 

Sedangkan Aris Heru Utomo menilai bahwa kajian mengenai pemikiran para pendiri Bangsa seperti pidato Bung Karno perlu lebih dikenalkan kepada generasi muda, termasuk mahasiswa. Agar mereka memahami sejarah Indonesia dan belajar dari sosok para pendiri Bangsa serta memahami pentingnya Ideologi Pancasila.

"Semoga generasi muda, mahasiswa, dapat menjadi agen perubahan dalam menuju Indonesia yang lebih baik," tegasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.