Dark/Light Mode

Tagih Kewajiban Rp 2,2 Triliun

Kejagung Uber Keluarga Bakrie

Sabtu, 15 Oktober 2022 07:30 WIB
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban (tengah). (Foto: Dwi Pambudo/RM).
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban (tengah). (Foto: Dwi Pambudo/RM).

RM.id  Rakyat Merdeka - Kejaksaan Agung bakal turun tangan menagih utang PT Lapindo Brantas. Perusahaan milik keluarga Bakrie itu memiliki kewajiban kepada negara sebesar Rp 2,2 triliun.

“Kita sudah menunjuk kuasa pada Kejaksaan Agung,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Rionald Silaban.

Untuk penagihan kewajiban PT Lapindo, Kemenkeu sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) Kejaksaan Agung.

Rionald menjelaskan Lapindo memiliki kewajiban negara berdasarkan Perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.

Disepakati, pemerintah akan memberikan pinjaman kepada PT Lapindo sebesar Rp 781,68 miliar. Namun dana talangan yang digunakan Rp 773,8 miliar.

Baca juga : Satgas BLBI Sita Aset Trijono Gondokusumo

Pinjaman ini memiliki tenor empat tahun dengan bunga 4,8 persen per tahun. Besar denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.

Berdasarkan perjanjian, PT Lapindo akan mencicil empat kali hingga 2019. Namun hingga jatuh tempo, PT Lapindo baru mencicil satu kali. Jumlahnya pun hanya Rp 5 miliar.

Akibat menunggak, kewajiban PT Lapindo membengkak. Lantaran dikenakan bunga dan denda berjalan.

Pada 18 Januari 2022, Kemenkeu berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kewajiban PT Lapindo.

“Ada hasil BPK, saya lupa angkanya, yang pasti awalnya pemerintah waktu tahun 2014-2015 sekitar Rp 300 miliar, sudah jatuh tempo. Berikut bunga dan denda harusnya sekarang sudah di atas Rp 1,5 triliun,” kata Rionald.

Baca juga : Pemerintah Sudah Cairkan Rp 51 Triliun Dana Desa Per 3 Oktober 2022

Untuk melunasi kewajiban kepada negara, PT Lapindo Brantas dan PT Minarak Lapindo Jaya sempat menawarkan aset berupa tanah. Namun Kemenkeu menolak.

Menurut Rionald, opsi ini harus mempertimbangkan nilai aset atas lahan yang dijadikan pengganti. “Kami di DJKN tidak serta merta begitu, betul ada perjanjian yang menyatakan kejaminan, tapi yang diutamakan pembayarannya. Manakala kemudian pihak yang bersangkutan tidak bisa bayar dan harus menyerahkan jaminan, kita lihat dulu jaminannya ada nilainya atau tidak,” ujarnya.

Kemenkeu perlu membuat taksiran nilai jaminan aset tanah tersebut. Nilai utang PT Lapindo terus menggunung lantaran tak dilunasi. Pembengkakan terjadi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2015.

MK memutus mengabulkan gugatan para pengusaha yang merasa dirugikan akibat semburan lumpur. MK mengeluarkan amar putusan nomor 3 tahun 2013 dan nomor 65 tahun 2015, yang menyatakan tidak ada perbedaan antara ganti rugi untuk pengusaha dan warga biasa yang sama-sama menjadi korban lumpur.

Berpegang pada putusan MK itu, DPR pun berpandangan masyarakat seharusnya bisa mendapatkan ganti rugi dengan menggunakan uang dari negara, sama dengan yang di luar peta terdampak.

Baca juga : Pertamina Siapkan Belanja Modal Rp 168 Triliun untuk Pengembangan EBT

Kejaksaan Agung siap membantu Kemenkeu menagih kewajiban PT Lapindo. Saat ini tengah pengumpulan informasi mengenai besar kewajibannya.

“Pastinya selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) mengoptimalkan pendampingan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.