Dark/Light Mode

Tok, Wamenkes Dante Dinobatkan Jadi Guru Besar FKUI

Sabtu, 22 Oktober 2022 15:41 WIB
Wamenkes Dante Saksono Harbuwono dinobatkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Aula IMERI FKUI, Kampus Salemba Jakarta, Sabtu (22/10). (Foto: YouTube)
Wamenkes Dante Saksono Harbuwono dinobatkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Aula IMERI FKUI, Kampus Salemba Jakarta, Sabtu (22/10). (Foto: YouTube)

RM.id  Rakyat Merdeka - Hari ini, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono dinobatkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Aula IMERI FKUI, Kampus Salemba Jakarta, Sabtu (22/10). Sehingga, gelar lengkapnya adalah Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D

Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Kedokteran Presisi Sebagai Masa Depan Layanan Kedokteran Indonesia: Fokus pada Diabetes Melitus dan Kelainan Tiroid”, Dante menegaskan, pengobatan berbasis bukti (evidence based medicine) yang saat ini digunakan di dunia kedokteran, tidak akan cukup menjawab tantangan zaman.

Pengobatan berbasis bukti yang merupakan pengembangan dari kedokteran intuisi (intuitive medicine) atau konsep kedokteran yang memberikan layanan berdasarkan tanda dan gejala pasien secara umum ini, berpatokan pada analisis hasil penelitian. Baru setelah itu, diterapi berdasarkan hasil uji statistik.

Baca juga : Top! 4 Merek Kriya Jabar Jadi Suvenir Resmi KTT G20

"Ke depan, itu tidak cukup, mengapa? Contohnya diabetes. Di Indonesia, yang terkontrol gula darahnya cuma 30 persen. Sementara 70 persen sisanya, walaupun obatnya macam-macam, itu tidak terkontrol," kata Dante, Sabtu (22/10).

Dalam pengobatan berbasis bukti, lanjutnya, kita tidak bisa melihat respon orang per orang. Komplikasinya pun tak bisa diprediksi. Karena itulah, kedokteran presisi (precision medicine) hadir sebagai jawaban. 

Kedokteran presisi ini menggabungkan evidence based medicine dengan informasi genetika. Terapi genetikanya kemudian dipolakan, untuk melihat mana yang respon terhadap obat A, B, C berdasarkan hasil sekuensing atau pemetaan gen.

Baca juga : Pilkada DKI 2024 Akan Jadi Arena Pertarungan Bebas

"Dulu, pemetaan ini mahal harganya. Untuk satu pemetaan genome sequencing, harganya 1 juta dolar AS (Rp 15,54 miliar). Sekarang, cuma 200 dolar AS (Rp 3,1 juta)," ucap Dante. 

Melalui pemetaan itu, jelasnya, kita bisa mengetahui obat mana yang tepat untuk mengobati pasien diabetes tak terkontrol. Di samping dapat memprediksi komplikasinya. 

"Dengan pola genetika yang terjaring dalam kedokteran presisi, sekuensi genetika dapat menunjukkan, bahwa orang dengan diabetes A dapat mengalami penyakit jantung. Diabetes B akan jadi sakit ginjal. C akan stroke dan seterusnya. Karena itu, precision medicine adalah hal yang harus dilakukan," papar Dante.

Baca juga : Telkom Cetak Talenta Digital Jadi Pemimpin Muda Masa Depan

Mantan anggota Tim Dokter Kepresidenan ini menyebut, kedokteran presisi dimulai pada tahun 2015, ketika Presiden Amerika Serikat Barack Obama memberlakukan program Live for Us, dengan memetakan 1 juta orang Amerika secara genetik, ditambah informasi klinis.

Dengan bantuan AI, proyek tersebut diharapkan kelar pada 2025.

"Ketika proyek ini selesai, kita bisa memetakan hasilnya. Akan terlihat, bahwa penyakit A akan respon dengan obat A secara tepat dan efektif secara biaya. Komplikasi selanjutnya pun bisa diprediksi," pungkas pria kelahiran Temanggung, 23 Maret 1973. ***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.