Dark/Light Mode

Bisa Dibui 10 Tahun, Denda Rp 1 M

BPOM Umumkan 2 Produsen Sirup Obat Berbahaya, Sertifikat CPOB-nya Dicabut

Senin, 31 Oktober 2022 17:24 WIB
Bisa Dibui 10 Tahun, Denda Rp 1 M BPOM Umumkan 2 Produsen Sirup Obat Berbahaya, Sertifikat CPOB-nya Dicabut

RM.id  Rakyat Merdeka - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengumumkan dua industri farmasi swasta di Indonesia, yang terbukti memproduksi sirup obat berbahan baku propilen glikol tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), yang diduga melebihi ambang batas.

Seperti diketahui, senyawa berbahaya EG dan DEG adalah biang kerok lonjakan kasus gangguan ginjal akut pada anak yang telah mencapai angka 251 per 24 Oktober 2022. Dengan 56 persen angka kematian.

"Dua industri farmasi tersebut adalah PT Yarindo Farmatama di Jalan Modern Industri IV Kav. 29, Cikande, Serang, Banten dan PT Universal Pharmaceutical Industries di Tanjung Mulia, Medan, Sumatera Utara," ungkap Penny dalam konferensi pers di Serang, Banten, Senin (31/10).

Dalam konferensi pers yang juga dihadiri tim Bareskrim Polri, Penny mengatakan, pihaknya juga menemukan bukti, bahwa industri farmasi tersebut telah melakukan perubahan bahan baku propilen glikol, dan sumber pemasoknya.

Tanpa melalui proses kualifikasi pemasok dan pengujian bahan baku, yang semestinya dilakukan produsen, sesuai standar yang ada.

"Kalau ada perubahan, seharusnya juga dilaporkan ke BPOM," ujar Penny.

Baca juga : Mahfud MD: Indonesia Pastikan Perlindungan HAM Berjalan Saat Pandemi

Terkait hal ini, BPOM sudah menjatuhkan sanksi administrasi berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan kembali, dan pemusnahan.

"Serta pencabutan sertifikat Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), untuk pasca produksi cairan oral," beber Penny.

Tanpa adanya sertifikat CPOB, pelaku usaha industri farmasi tidak akan bisa memperoleh izin edar obat.

Sertifikat CPOB adalah dokumen sah yang membuktikan bahwa industri farmasi atau sarana telah memenuhi persyaratan untuk membuat obat dan/atau bahan obat yang telah ditentukan.

CPOB termasuk dalam bagian dari manajemen mutu yang memastikan obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten. Demi mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan persyaratan izin edar, persetujuan uji klinik, atau spesifikasi produk.

Penyitaan

Baca juga : Junimart Desak BPN/ATR Percepat Pembuatan Sertifikat Tanah Masyarakat

Dari PT Yarindo, petugas menyita barang bukti berupa bahan baku, produk jadi, pengemas, dokumen-dokumen.

"Ini akan kita gunakan untuk menelusuri, sudah sejauh mana bahan tersebut disalurkan," kata Penny.

Sementara dari fasilitas produksi PT Universal Pharmaceutical Industries, tim gabungan menyita ratusan ribu produk obat sirop bermerek dagang Unibebi Demam Syrup, Unibebi Demam Drops, dan Unibebi Cough Syrup.

Serta 18 drum bahan baku propilen glikol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd, dan berbagai dokumen.

Dari hasil pemeriksaan dan penelusuran, serta pendalaman terhadap dokumen, karyawan, produksi, didapatkan informasi bahwa PT Yarindo membeli bahan baku produksi Dow dari satu distributor CV Budiarta.

Sementara PT Universal, membeli dari satu distributor Pt Logicom Solution. 

Baca juga : Pesan Kapolri Kepada 1.028 Taruna: Sinergisitas TNI-Polri Jamin Stabilitas Keamanan Dan Politik

"Nanti, kita akan cari keterkaitannya, apakah mungkin bertemu pada satu sumber. Kita juga lihat aspek legalitasnya. Apakah ada unsur pemalsuan. Karena terkait produsen farmasi yang berkompeten: Dow Chemical," jelas Penny.

BPOM menyita 64 drum propilen glikol dari distributor bahan baku Dow Chemical Thailand Ltd, dengan 12 nomor batch berbeda, untuk membuktikan adanya kandungan EG dan DEG.

Sanksi Hukum

Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPOM menduga adanya tindak pidana yang dilakukan dua produsen tersebut. Berupa kegiatan memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan khasiat, keamanan dan mutu. Sebagaimana Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang kesehatan, pasal 196, pasal 98 ayat 2 dan 3 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Selain itu, produsen juga diduga memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar dan persyaratan pasal 62 ayat 1 pasal 18 dan UU RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.

"Jika terbukti ada kaitan dengan kematian konsumen, akan ada ancaman pasal lain," katanya. â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.