Dark/Light Mode

Prof Didik: Kampus Harus Jadi Wahana Kepemimpinan Bangsa

Jumat, 27 Januari 2023 20:17 WIB
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. (Foto: ist)
Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini. (Foto: ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kampus harus menjadi wahana kepemimpinan bangsa. Tidak boleh lagi kampus seperti dulu ketika ada aktivis masuk kampus dicurigai makar oleh aparat intel. 

Begitu kata Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J Rachbini pada Stadium General dan Pembukaan Latihan Kepemimpinan-1 HMI Komisariat Universitas Paramadina Cabang Jakarta Raya, Rabu (25/1) lalu.

“Sumber kepemimpinan kampus datang dari kampus, para intelektual muda dalam hal ini adalah mahasiswa. Pertama, dari kampus itu sendiri dan dari organisasi kemahasiswaan internal. Kedua datang dari aktivis kampus, seperti HMI, PMII, Muhammadiyah, NU, Kelompok Cipayung.  Keduanya adalah aset bangsa, saling melengkapi,” ujarnya.

Menurut dia, jika dulu organisasi ekstra kampus tidak dibolehkan masuk kampus, maka sekarang organisasi intra dan ekstra kampus bisa bekerjasama untuk melakukan kegiatan-kegiatan di kampus, terutama di Universitas Paramaadina. “Kalau dulu organisasi ekstra masuk kampus dilarang dan dicurigai  aparat karena khawatir melakukan makar, maka sekarang mesti berperan dalam memperkuat NKRI,” katanya.

Baca juga : Moeldoko: Waktunya Yang Muda Jadi Pemimpin

Menurut dia, persaingan kegiatan antar ormas ekstra kampus seperti HMI dan PMII, itu tidak apa-apa. Malah kalau bisa melaksanakan kegiatan pelatihan kepemimpinan bersama-sama. Semua dengan tujuan yang sama agar kampus kembali wahana kepempinan bangsa.

Untuk menjawab topik studium general ini, kata dia, maka kita harus bertanya Siapa intelektual itu atau intelektual muda? “Dia adalah kelompok elit yang bertanggungjawab dan mengetahui dan paham dari dekat bagaimana kehidupan sosial politik dan ekonomi bangsanya. Bersifat elit karena mayoritas pendidik masih berpendidikan SMA ke bawah,” ujarnya.

Kata dia, di Indonesia terdapat sekitar 40 persen lulusan SD yang menjadi buruh-buruh pabrik. Lulusan SD dan SMP ditambah anak yang putus sekolah jumlahnya menjadi sekitar 60 persen atau dua pertiga dari jumlah SDM muda di Indonesia. Level mahasiswa hanya terhitung nol koma sekian persen dari jumlah total rakyat Indonesia.

Sebagai kelompok elit, kata dia, golongan intelektual efektif jika mengadakan satu kegiatan dan bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan kolektif tertentu misalnya gerakan penyelamatan lingkungan hidup, gerakan membaca, gerakan mendidik anak-anak, dan sebagainya. Seperti dulu di Paramadina ada  kegiatan Indonesia Mengajar yang digagas oleh Anies Baswedan.

Baca juga : Pemerintah Siapkan Jurus Jitu Hadapi Kekeringan

“Jadi intelektual bergerak dengan pemikiran-pemikiran yang terisi oleh pengetahuan. Terlebih intelektual muda di kampus yang akan mengisi bidang-bidang kehidupan sosial politik dan ekonomi nanti. Kelompok intelektual juga mempunyai wawasan dan pengetahuan yang kompleks. Baik itu pengetahuan teknis dan mekanis, arsitek, budaya, seni, kedokteran dan lain-lain,” katanya.

Menurut dia, peranan intelektual ada banyak dan berbeda-beda sesuai kategorinya. Peran pertama adalah peranan profesional yang jika sudah lulus menjadi Sarjana maka dia akan menjalankan peran-peran profesional sesuai bidang keahliannya. Peranan-peranan itu sangat tradisional, konservatif, biasa saja dan tidak punya elan khusus. Hidupnya mengalir saja.

“Tetapi golongan intelektual cendekia pasti berbeda. Dia harus punya kepekaan terhadap situasi sosial politik ekonomi di sekitarnya,” katanya.

Kedua, peranan intelektual yang lebih dalam telah disebutkan dalam Al Quran sebagai mereka yang selalu membaca dengan jeli ayat Kauniyah dan ayat-ayat Kauliyah, dengan rajin menyimak tanda-tanda alam sekitar. Pendeknya mereka menjadi intelektual yang curiosity yang dalam terhadal kehidupan alam semesta, sosial dan peradaban. 

Baca juga : Qarrar Firhand Siap Tampil Garang di WSK Champions Cup, Akhir Pekan Ini

“Mereka akan aktif di berbagai bidang riset, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seterusnya. Itu adalah kelompok intelektual yang mempunyai peran lebih ketimbang hanya menjalankan peran profesionalnya saja,” katanya.

Peran Ketiga, kata dia, di negara berkembang peran intelektual menjadi sangat penting, dan biasanya mereka adalah kelompok muda yang belum mapan, karena mereka melihat secara dalam sistem sosial politik di sekitarnya selalu timbul masalah. Mereka akan menemui adagium “Power Tends to Corrupt, but Absolute Power Corrupt Absolutely..!”.

Keempat adalah peran intelektual kritis yang juga pemikir. Mereka akan berjuang selain dengan daya kritisismenya ditambah dengan kemampuan pemikirannya akan selalu menyumbangkan gagasan-gagasan penting yang dipersembahkan bagi kebaikan bangsanya. 

“Jadi peranan intelektual muda seperti mahasiswa sekarang adalah bertanggungjawab dalam menyuarakan kebenaran,” tukasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.