Dark/Light Mode

Ditanya Netizen Soal Harta Rp 19 M, Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo Bilang Begini

Jumat, 24 Februari 2023 17:19 WIB
Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo (Foto: Instagram)
Stafsus Menkeu Yustinus Prastowo (Foto: Instagram)

RM.id  Rakyat Merdeka - Beberapa hari ini, viral kabar soal harta pejabat Eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo, yang jumlahnya mencapai Rp 56 miliar.

Angka itu nyaris menyamai total harta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, yang totalnya Rp 58 miliar. Atau 4 kali lipat lebih tinggi dari harta Dirjen Pajak Suryo Utomo, yang hanya Rp 14,45 miliar.

Iseng-iseng, netizen di jagat Twitter bertanya kepada Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, soal hartanya yang tertera dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2021.

Dalam rekaman data 27 April 2021 yang bisa diakses publik, Yustinus melaporkan total harta sebesar Rp 19 miliar.

Melonjak tinggi, dibanding saat dia melaporkan hartanya pada 22 Juni 2011. Total kekayaannya kala menjabat Account Representative Kantor Pajak Pratama (KPP) Jakarta Jatinegara, berkisar di angka Rp 879 jutaan.

"Mas Prastowo, taruhlah dalam 10 tahun, gaji Mas Rp 100 juta per bulan, maka harta kekayaan yang terkumpul di angka Rp 12 miliar. Nah di LHKPN Rp 19 miliar. Luar biasa. Apa ada sampingan mas? Nggak perlu marah ya. Wajar pejabat diperhatikan rakyat, daripada nanti Bu Sri Mulyani marah-marah lagi," ujar @Hasbil_lbs, Kamis (23/2).

Ditanya begini, Yustinus santai menanggapi. Dia memberikan penjelasan, soal perolehan hartanya.

"Bang @Hasbil_Lbs , terima kasih. Saya senang karena bisa menjelaskan lebih terang. Sejak 2011 saya bukan PNS. Lalu saya bekerja di private sector hingga membuka kantor. April 2020, saya menjadi Stafsus Menkeu. Saya pun kembali melaporkan LHKPN yang harus saya isi dengan jujur, sesuai fakta," ujar Yustinus, Jumat (24/2).

Baca juga : Ditanya Soal Reshuffle, Jokowi Bilang Tunggu 3 Kali

Pria kelahiran 4 April 1970 ini pun menceritakan latar belakang karier profesionalnya.

Setelah lulus dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), Yustinus bekerja di DJP Kementerian Keuangan. 

Yustinus mengaku, dia hanya orang dusun Gunungkidul yang tak pernah punya mimpi muluk. Cuma kepingin bekerja.

"Saya bangga dan senang dapat bekerja di sini, hingga memutuskan resign baik-baik setelah berkonsultasi dengan pimpinan pada tahun 2010, yang disetujui pada 2011. Saya wajib lapor LHKPN waktu itu," ungkap Yustinus.

Di tahun yang sama, Yustinus menerima penghargaan sebagai salah satu pegawai berprestasi dari Dirjen Pajak M Tjiptardjo.

Baginya, DJP adalah rumah pertama yang tak terlupakan. Pembentuk pondasi hidup.

Selama di DJP, Yustinus aktif memperluas jejaring pertemanan.

"Saya juga aktif di berbagai forum diskusi, termasuk belajar filsafat di STF Driyarkara. Agak aneh, tapi menyenangkan. Filsafatlah yang mengasah kemampuan berpikir logis dan menulis dengan disiplin. Pajak dan filsafat?" tutur Yustinus.

Baca juga : Nelayan Sulsel Ajak Warga Kepulauan Saugi Mengoptimalkan Hasil Tangkapan

Hingga saat ini, Yustinus masih menyimpan rapi satu seragam, saat menjalankan tugas sebagai Juru Sita Pajak Negara dengan penuh kebanggaan. 

Foto seragam berwarna coklat itu, dipajang di akun Twitter-nya.

 

 

"Ini seragam 18 tahun lalu, memyimpan aroma keringat suka duka menjadi petugas pajak di lapangan. Jadi ingat Parada, juru sita pajak yang dibunuh wajib pajak," ucapnya.

Yustinus bukan orang yang concern pada hitungan atau angka-angka belaka. Dia juga punya hobi menulis.

Periode 2008-2010 adalah masa-masa Yustinus produktif menulis. Tak cuma aktif menulis di koran seperti di Tempo dan Kompas, dia juga menulis tiga buku perpajakan.

Buku yang menceritakan pengalamannya sebagai penyuluh lapangan dan pengajar di beberapa kampus, ternyata lumayan laris manis.

Baca juga : Airlangga Disebut Jadi Target Spyware Israel, Jubir Kemenko Perekonomian Bilang Begini

 

 

Yustinus yang kala itu sedang melakukan riset teka filsafat, bersyukur bisa bermanfaat bagi publik.

"Semakin tenggelam dalam teks filsafat, saya semakin ingin meninggalkan pekerjaan. Namun, pada saat bersamaan, saya makin menemukan relasi kuat antara pajak dan demokrasi. Kelak tesis saya jadi buku Ekonomi Insani terbitan Marjin Kiri," paparnya.

Tahun 2010, DJP ternoda oleh kasus Gayus Tambunan, pegawai pajak usia 31 tahun, yang punya harta puluhan miliar.

"Kami sungguh merasakan gempa dahsyat dan dunia terasa kiamat. Saat itu, DJP memasuki fase modernisasi di bawah kepemimpinan Bu Sri Mulyani. Kami berjibaku meredam isu, dan mewartakan spirit reformasi ke publik. Tak mudah, lelah, traumatik. Jadi deja vu!" kenang Yustinus.

Sri Mulyani lalu berhenti sebagai Menteri Keuangan. Bagi Yustinus, ini adalah pukulan hebat kedua. Hatinya kembali bergemuruh. Tekad lama berpuncak pada keputusan resign, demi jalan lain yang lebih sesuai dengan kata hati.

"Waktu itu, saya aktif membantu Gerakan Solidaritas Masyarakat Indonesia untuk Keadilan (SMIK) bersama Bang Wimar, Pak Tolleng, Mas GM, Pak Arbi, dan tentu Rocky Gerung. SMIK lalu menjadi Partai SRI (Solidaritas Rakyat Indonesia) Akhirnya saya resign dari DJP. Saya bergabung dengan salah satu kantor konsultan sebagai karyawan, sambil mengajar di beberapa perguruan tinggi," beber mantan Adviser Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, dan Consultant Asian Development Bank.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.