Dark/Light Mode

Marak Kasus GGAPA Pada Anak, Akademisi Dorong Pengesahan RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Jumat, 10 Maret 2023 16:03 WIB
Foto: Ist.
Foto: Ist.

RM.id  Rakyat Merdeka - Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Prof. Hikmahanto Juwana berpendapat, kesehatan merupakan hal yang sangat penting. Indonesia harus bisa menjadi yang terdepan dalam dunia kesehatan.

"Bila tidak ada jaminan kesehatan, bukan hanya perekonomian, tapi juga hubungan antar sesama akan menunjukkan kerapuhannya," ungkap Hikmahanto.

Hal itu disampaikannya saat menjadi keynote speaker dalam dialog kebijakan publik bertajuk "Investigasi Kasus: Gagal Ginjal Akut pada Anak dan Pentingnya RUU Pengawasan Obat dan Makanan”.

Diskusi ini yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unjani bekerja sama dengan Policy Innovation Center (PIC Indonesia).

Salah satu kasus kesehatan yang kini tengah merebak adalah gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang terjadi pada anak-anak. GGAPA disebut terjadi karena adanya cemaran Etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirop untuk anak-anak.

Hikmahanto menyatakan, harus ada investigasi mendalam terhadap kasus GGAPA ini. Dia menganalogikan kasus ini dengan kecelakaan bus yang menabrak pejalan kaki.

Baca juga : Kalangan Industri Dan Akademisi Kembangkan Tanaman Nilam Sebagai Produk Wewangian

Polisi kemudian melakukan investigasi yang mengarah pada dugaan kesalahan pengemudi bus, yang dalam kasus GGAPA ini adalah pelaku industri farmasi.

Kemudian, oleh penuntut umum, perkara dibawa ke persidangan. Namun kuasa hukum pengemudi meminta otopsi jenazah korban. Rupanya, dari otopsi diketahui bahwa korban meninggal karena serangan jantung, bukan akibat ditabrak.

"Contoh ini adalah bukti pentingnya investigasi secara menyeluruh, termasuk pada kondisi korban. Dari analogi tersebut bisa diketahui pentingnya melihat fakta dan bukti secara cermat," tutur Hikmahanto yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) itu.

Diingatkannya, tudingan-tudingan yang dilontarkan secara terbuka dan tanpa bukti yang kuat akan merusak nama baik industri farmasi atau industri kesehatan lainnya sehingga dianggap tidak kompeten.

"Ini pentingnya investigasi menyeluruh pada semua pihak yang terkait, tidak terbatas pada pihak tertentu saja," tandasnya.

Dalam acara yang sama, Guru Besar bidang Ilmu Biofarmatika Universitas Airlangga Prof Junaidi Khotib melandaskan sisi kajian kefarmasian pada paparan EG dan DEG yang adalah salah satu penyebab timbulnya GGAPA.

Baca juga : Dubes RI Iwan Bogananta Dorong Pengusaha Makanan Jajaki Pasar Eropa

Dalam prosedur yang berlaku, kata dia, ada tahapan yang harus dilalui oleh industri farmasi. Mulai dari bahan baku yang harus sesuai dengan persyaratan yang dibuat oleh berbagai pihak yang berwenang, dan seterusnya.

"Benturan dimulai dari ketentuan mengenai rantai pasok karena diatur oleh berbagai institusi secara terpisah, akibatnya tidak ada leading sector. Kemungkinan adanya overlapping aturan inilah yang dikaji melalui dialog ini," tuturnya.

Sementara Dokter Spesialis Anak Konsultan Nefrologi dan perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Eka Laksmi, berpandangan, sebenarnya gagal ginjal ini adalah hal yang biasa.

Normalnya, gagal ginjal akut adalah komplikasi atau kejadian ikutan. Namun demikian, pada 2022 berbagai kasus muncul dengan penyebab yang tidak biasa dengan tingkat kesulitan dan kematian yang melonjak jumlah kasusnya di Agustus 2022.

Penyebab kasus ini menjadi tidak biasa adalah para pasien didominasi anak usia balita, utamanya di bawah 3 tahun. Sementara normalnya, dialami anak usia remaja.

"Selain itu, kasus ini terjadi pada anak yang sebelumnya sehat, tanpa penyakit penyerta atau komorbiditas, bahkan tidak didahului oleh riwayat sakit dan datang ke rumah sakit dengan kondisi anuria atau tidak bisa berkemih," bebernya.

Baca juga : Banding Kasus Sambo, Jaksa Agung Kasih Penjelasan Panjang

Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) cabang kota Cimahi, Dzul Akmal juga menekankan pentingnya investigasi dan evaluasi lebih lanjut.

Termasuk dalam hal peredaran, perdagangan, kualitas tenaga kesehatan dan pengetahuan masyarakat, termasuk penyebaran informasi.

"Karena minimnya kewenangan, maka kemandirian BPOM dibutuhkan dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan perlu didorong untuk menjadi landasan dalam rangka perlindungan masyarakat yang bersifat menyeluruh," kata dosen Fakultas Ilmu dan Teknologi Kesehatan (FITKes) Unjani itu.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.