Dark/Light Mode

NATO Saja Pakai Seragam Buatan RI, TNI-Polri Juga Dong

Jumat, 17 Maret 2023 20:26 WIB
Pengamat militer Susaningtyas Kertopati (Foto: Istimewa)
Pengamat militer Susaningtyas Kertopati (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pengamat militer Susaningtyas Kertopati setuju dengan pernyataan Presiden Jokowi bahwa TNI-Polri sudah harus memulai menggunakan dan percaya produk dalam negeri. Sebab, sudah banyak produk-produk dalam berkualitas tinggi dan layak digunakan untuk prajurit TNI-Polri.

“Kita punya PT Sri Rejeki (Sritex) dan berbagai pabrik tekstil di Indonesia yang terkenal sudah mampu membuat seragam NATO dan tentara luar negeri. Mengapa kita harus ambil tekstil impor yang tentu harganya pun lebih tinggi dengan kualitas yang belum tentu lebih baik,” ucap Nuning, sapaan akrab Susaningtyas, Jumat (17/3).

Demikian juga sepatu dan produk militer lain, lanjut Nuning, juga sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Bahkan Indonesia sudah mampu ekspor. “Mungkin yang perlu ditingkatkan adalah metode presisi dan peningkatan kualitas SDM-nya saja serta sistem perpajakannya,” imbuh mantan Anggota Komisi I DPR ini.

Menurut Nuning, untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi ekspor alat utama sistem senjata (Alutsista) ke mancanegara, dapat ditempuh melalui dua strategi keunggulan,. Yakni Strategi Keunggulan Komparatif dan Strategi Keunggulan Kompetitif.

Baca juga : Ganjar Lakukan Doa Bersama Untuk Keselamatan Warga Di Lereng Merapi

Strategi Keunggulan Komparatif, terangnya, mengutamakan kapasitas produk-produk yang mampu bersaing dengan kualitas yang sama sementara harga bisa lebih murah. Contohnya munisi ringan untuk peluru kaliber 5,56 mm atau 7,62 mm yang dipakai militer seluruh dunia.

PT Pindad harus memiliki kompetensi SDM yang dapat bekerja dengan teknologi pabrik yang lebih autonomus. Militer seluruh dunia harus banyak membeli produk PT Pindad karena lebih murah dan kualitas tinggi terbukti dari seringnya digunakan TNI AD menjadi juara AASAM dan AARM,” terangnya.

Untuk Strategi Keunggulan Kompetitif, lanjut Nuning, mengutamakan kapasitas produk-produk yang memang hanya diproduksi oleh pabrik Alutsista di Indonesia. Contohnya Helikopter NBell versi Naval/Maritime buatan PTDI yang dirancang khusus beroperasi di atas geladak kapal-kapal perang. Untuk itu, PTDI harus memiliki kompetensi SDM yang mampu senantiasa kreatif dan inovatif merancang platform yang tepat untuk helikopter yang tahan korosi.

“Kita juga perlu mengingat bahwa Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja turut mengatur mengenai industri sektor pertahanan dan keamanan. Salah satunya soal pelibatan swasta dalam pengembangan alat utama sistem senjata,” terangnya.

Baca juga : Krakatau Steel Bayar Utang Rp 2,7 Triliun

Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 74 UU Cipta Kerja. Pasal itu menyebutkan bahwa beberapa ketentuan dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan diubah, salah satunya Pasal 11.

Bunyi pasal tersebut adalah, industri alat utama merupakan badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik swasta yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemandu utama (lead integrator) yang menghasilkan alutsista dan/atau mengintegrasikan semua komponen utama, komponen baku, dan bahan baku menjadi alat utama. 

Dalam UU 16/2012 sebelumnya dinyatakan jika industri alat utama hanya bisa dikuasai BUMN yang ditetapkan pemerintah. Sementara, swasta hanya diizinkan di industri komponen utama atau penunjang industri alat utama.

Selain Pasal 11, ketentuan lain yang diubah yakni Pasal 52. Dalam UU Cipta Kerja dinyatakan bahwa kepemilikan modal atas industri alat utama dimiliki oleh BUMN dan atau swasta yang mendapat persetujuan dari menteri pertahanan. Kemudian, kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku diatur melalui peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Baca juga : Ketum Hanura: Para Kader Sekarang Bukan Kadir, Tapi Kader Beneran

Sementara, dalam UU 16/2012 dinyatakan bahwa kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara. Kemudian kepemilikan modal atas industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling rendah 51 persen modalnya dimiliki oleh negara.■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.