Dark/Light Mode

Wadah Pegawai KPK dan Pimpinan KPK

Anak Buah Kok Ngalahin Bosnya

Jumat, 13 September 2019 09:45 WIB
Foto: Humas KPK
Foto: Humas KPK

RM.id  Rakyat Merdeka - Wadah Pegawai (WP) KPK sudah sering kelewat batas. Organisasi yang dulu dipimpin Novel Baswedan ini terkesan lebih jago dibanding para Pimpinan KPK. Kenapa ya, bos kok bisa kalah sama anak buah?

Contoh terangnya, WP KPK lebih jago dari bos KPK adalah bos KPK pernah diprotes WP lantaran mengangkat kepala satuan tugas dari unsur Polri. Saat itu, posisi ketua WP masih dipegang Novel. Diprotes seperti ini, Pimpinan KPK kemudian mengeluarkan SP2 ke Novel. Namun, WP KPK ternyata lebih “galak”.

Mereka kemudian mengumbar masalah internal ini. Di luar KPK. Pimpinan pun terpaksa menarik SP2 itu. Ini yang jadi awal mula tersingkapnya konflik internal, antara penyidik internal KPK dengan penyidik Kepolisian yang kemudian dijuluki sebagai konflik “polisi taliban” vs “polisi india”.

Sejak itu, WP terus beraksi dan menunjukkan kekuatannya. Yang terbaru dan terus diteriakkan, mereka menolak Capim KPK yang katanya bermasalah. Capim yang dimaksud berada dari Polri dan Kejaksaan: Irjen Firli Bahuri dan Johanis Tanak.

Mereka menggandeng Masyarakat Sipil Darurat KPK yang dimotori ICW untuk menggelar aksi penolakan pada Jumat terakhir di Agustus lalu. Judul aksinya provokatif, “Cicak Vs Buaya 4.0, Solidaritas Selamatkan KPK”. Aksi itu tak digubris. Pansel tetap mencantumkan Firli dan Johanis dalam daftar 10 nama capim, yang diserahkan kepada Presiden Jokowi. Kesepuluh nama itu kemudian diserahkan Jokowi kepada DPR.

Melihat ini, WP semakin “liar”. Mereka menggelar aksi menutup logo KPK di kantornya dengan kain hitam, Minggu kemarin. Kali ini, mereka menggandeng Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Kemarin, WP disebut-sebut mendesak Saut menggelar konferensi pers untuk membeberkan pelang garan etik yang dilakukan Firli. Ini dilakukan sehari sebelum Firli menjalani fit and proper test di Komisi III DPR.

Melihat tingkah WP KPK ini, Anggota Komisi III DPR, Masinton Pasaribu, angkat bicara. Dia menyebut, Firli dizalimi. “Langkah yang dilakukan KPK itu berpolitik. Sudah zalim. Kau tulis dong, KPK sama dengan Komisi Penghambat Karir,” tegasnya, di Gedung DPR, kemarin.

Baca juga : 1.000 Pegawai KPK Tanda Tangan Petisi Tolak Capim Bermasalah 

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menuding, WP biang kerok dari seluruh persoalan yang selama ini muncul di KPK. Ini sudah lama terjadi dan seolah dibiarkan. “WP di KPK sudah lama dianggap sebagai kendaraan politik penyidik berhadapan dengan komisioner dan pihak luar,” ujar Fahri kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Apa yang dilakukan WP ini, adalah tindakan kampanye yang sudah jauh menyimpang dari paham presidensialisme.

Fahri mengingatkan, para pegawai KPK secara individu terikat kontrak profesional dengan institusinya. Bukan kontrak politik seperti DPR atau Presiden. Mereka seharusnya bekerja profesional untuk KPK, bukan mengurusi eksistensi KPK. Mereka hanya boleh mempersoalkan eksistensi pribadi. Misalnya, ada UU yang menyebabkan gaji mereka turun atau sebagian dari mereka akan diberhentikan.

“Itu boleh, karena itu human right,” imbuhnya.

Tapi, jika mengurusi cara pemerintah mengatur pemberantasan korupsi dalam politik legislasi, itu bukan bagian dari kontraknya. “Jangan-jangan pegawai KPK ini tidak kontrak dengan lembaga, tapi dengan NGO (LSM),” sindir Fahri.

LSM, terang Fahri, tidak punya kontrak profesional. Kontraknya advokasi. Mereka tidak digaji negara. Jadi, tidak ada keharusan mempertanggungjawabkan rupiah demi rupiah yang digunakannya. Tidak demikian dengan KPK.

Meski lembaga independen, KPK tetap terikat dengan UU serta keharusan untuk diawasi dan diaudit. Sebab, KPK menggunakan uang dan kewenangan yang diberikan negara. “Bukan dari masyarakat atau dari privat,” tegas Fahri.

Baca juga : Sebagian Pegawai KPK Bikin Surat Terbuka, Tuding WP Pakai LSM Buat Jegal Firli Cs

Apa yang dilakukan WP, sebut Fahri, membuat KPK menjelma menjadi kekuatan politik yang membangun posisi tawar terhadap pemerintah dan politisi berkuasa. Tidak boleh ada lembaga seperti itu. “Ini tidak sehat bagi pembangunan sistem. Bahkan saya anggap membuat pembusukan dari dalam,” tutur dia.

Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, menyebut WP tengil. “WP berlagak seperti LSM yang merasa lebih kuat dari komisioner hingga berani menggalang 1.000 karyawan untuk menolak Capim KPK. Semau gue berdemonstrasi dan menolak calon pimpinannya,” ujar Neta, semalam.

“Semacam jongos yang mengalahkan majikannya,” imbuh dia. Neta mengingatkan, KPK adalah institusi yang dibiayai negara dan sangat terikat dengan ketentuan kepegawaian Korpri.

Haram hukumnya pegawai KPK membentuk WP, apalagi menolak dan membuat mosi tak percaya pada Capim KPK. Dia pun menyebut, WP yang menolak kehadiran Capim tertentu harus siap- siap angkat kaki dari KPK. Publik tidak perlu takut dengan ancaman WP karena penyidik Polri, Kejaksaan, dan BPK siap menggantikan mereka.

Persoalan pembangkangan WP ini juga jadi salah satu poin yang ditanyakan Komisi III DPR dalam fit and proper test Capim KPK. Beberapa capim sepakat akan membereskan WP.

Capim Nawawi Pomolango mengakui keberadaan WP menjadi salah satu persoalan internal yang terjadi di KPK. Menurut dia, adalah hal yang aneh ketika WP, yang merupakan struktur birokrasi negara, beroposisi terhadap kebijakan Pemerintah.

“Kalau mau beroposisi, masuk ke partai. Jangan jadi wadah pegawai, jangan jadi pegawai,” ujarnya.

Baca juga : Kalau Jadi Pimpinan KPK, Antam Jamin Tak Ada Teror Lagi 

Capim KPK Sigit Danang Joyo juga menyebut, WP perlu ditertibkan. Sebab, ini menyangkut masalah pola relasi antara pimpinan dan bawahan, dengan pegawai, termasuk pola komunikasi ke luar institusi KPK.

Menurut Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Dirjen Pajak itu, WP terlalu leluasa mengungkap masalah internal ke pihak luar. Itu memunculkan ketidaksinkronan antara pegawai dan pimpinan KPK.

“Kalau organisasi yang baik itu harus satu kata ke pihak luar,” tegasnya. Capim KPK incumbent, Alexander Marwata juga sepakat untuk membenahi internal KPK. “Melihat kondisi saat ini, tiga atau enam bulan akan lebih fokus untuk membenahi manajemen di internal KPK,” tutur Alex.

Alex sendiri mengaku tak tahu soal konferensi pers yang digelar komisinya tentang pelanggaran kode etik Irjen Firli. Padahal, dia di kantor. “Setelah kejadian konpers kemarin, saya kirim WA ke jubir KPK Febri, (bertanya) ini dari mana, kenapa konpers,” tuturnya di depan anggota Komisi III.

Alex memastikan, Firli belum dijatuhi putusan atas pelanggaran kode etik akibat melakukan pertemuan dengan mantan Gubernur NTB, Zainul Majdi, dan Wakil Ketua BPK, Bahrullah Akbar. Sebab, dugaan pelanggaran kode etik ini baru ditangani Pengawas Internal (PI). Seharusnya, dari PI, dugaan pelanggaran kode etik dilanjutkan pemeriksaannya oleh Dewan Pertim bangan Pegawai (DPP).

Johanis Tanak lebih ekstrim. Dia menyebut Polisi layak menyelidiki aksi WP yang menutup logo KPK untuk menentang capim tertentu. Jika tidak ada izin, WP harus diproses hukum. “Tidak ada yang kebal hukum. Mereka harus diproses,” tegas Johanis.

"Tidak selayaknya pegawai KPK dan pimpinan KPK ikut-ikutan melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu. Mudah- mudahan pimpinan KPK ke depan tidak seperti itu,” imbuhnya. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.