Dark/Light Mode

Kadin: Yuk, Kawal Revisi UU KPK

Senin, 16 September 2019 15:12 WIB
Melli Darsa (Foto: Istimewa)
Melli Darsa (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hukum dan Regulasi, Melli Darsa, mengajak semua pihak untuk mengawal revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Tujuannya, agar poin-poin penting yang diperlukan dalam pengembangan KPK masuk dalam revisi tersebut.

“Yang namanya sebuah organisasi atau institusi pasti harus selalu berkembang mengikuti perubahan zaman. Jadi, lebih baik kita kerahkan energi dan pikiran kita untuk mengawal proses RUU KPK agar memerhatikan poin-poin berikut, yaitu peningkatan kualitas SDM, nilai dan budaya institusi, tata kelola dan pengendalian, serta akuntabilitas dan transparansi,” kata Melli Darsa, di Jakarta, Senin (16/9).

Baca juga : Ahli Hukum: Revisi UU Supaya KPK Tak Lupa Diri

Lebih lanjut lagi Melli mengatakan, check and balance itu biasa dalam hukum tata negara. Jadi, tidak perlu diributkan. Yang paling penting, KPK tetap ada independensi dalam penetapan tindakan, aksi, dan penilaian profesional terhadap tindakan pencegahan dan pemberantasan korupsi. 

“Contoh, adanya Dewan Pengawas menurut saya tidak akan mengurangi independensi KPK. Yang penting anggota dari Dewan Pengawas itu dijaga profesionalitasnya. Dan ibaratnya lebih sebagai two tier structure seperti halnya di Badan Hukum Perseroan Terbatas pada umumnya. Ada direksi, ada komisaris. Keduanya sejajar, saling melengkapi, saling memperkuat, dan selama dibentuk dengan benar Komisaris tidak melemahkan Direksi,” jelas Melli. 

Baca juga : Margarito: Revisi UU KPK Masuk Akal

Melli menambahkan, revisi UU KPK perlu dilanjuti nantinya dengan revisi UU Tipikor. “Merevisi UU KPK tanpa merevisi UU Tipikor menjadi seperti kita punya smartphone lebih bagus tapi software-nya tidak update. Ini dikarenakan UU Tipikor terkait erat dengan doktrin-doktrin keuangan negara dalam arti luas di dalam UU Perbendaharaan Negara. Paradigma keuangan negara dalam arti luas  dari  UU Perbendaharaan Negara saat ini masih menimbulkan banyak ketidakpastian bagi dunia usaha,” kata perempuan yang juga pernah menjadi sukarelawan di YLBHI semasa masih mahasiswi tingkat pertama di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Salah satu contohnya, kata Melli, adalah pasal dalam UU Tipikor yang mengatur bahwa tindak pidana korupsi meliputi perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara. Konsep ini dalam praktiknya masih diartikan terlalu kaku dan normatif. Sehingga sebuah transaksi bisnis atau corporate action yang biasa dilakukan di dunia usaha dapat disalahartikan sebagai tindakan korupsi hanya karena masalah prosedural. 

Baca juga : Kapitra Anggap Penolakan Revisi UU KPK Perbuatan Makar

“Contoh lain, terkait dengan corporate action di BUMN yang sering kali dikaitkan dengan definisi potensi kerugian keuangan negara dari UU Perbendaharaan Negara. Padahal perlu kita ingat aset dan keuangan BUMN sudah dipisahkan dari APBN dan dalam bisnis yang namanya potensi rugi pasti ada. Tapi kan bukan berarti perusahaan ingin rugi atau sengaja merugi. Maunya pasti untung dengan strategi korporasi yang terukur dan mengelola dengan baik risiko yang ada,” jelas Melli.

Ini, lanjut Melli mengatakan, merupakan doktrin yang sering kali menimbulkan kerancuan definisi dan berpotensi menjadi pasal karet yang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi dunia usaha. “Umpamanya BUMN melakukan transaksi derivatif atau Haircut Non-Performing Loan, itu kan biasa saja sebenarnya di dunia usaha dan tidak ada niat jahat di situ. Jadi jangan langsung di-cap BUMN tersebut melakukan korupsi. Kita harus ingat bahwa di dunia usaha yang namanya corporate action atau investasi itu return-nya tidak dalam jangka pendek,” tutup Melli. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.