Dark/Light Mode

Oknum Pegawai KAI Ditangkap Densus 88

Said Aqil: Tak Ada Toleransi, Hati-Hati, Paham Dan Praktik Teroris Itu Nyata

Selasa, 15 Agustus 2023 11:21 WIB
Komisaris Utama PT KAI Said Aqil Siradj (Foto: dok. KAI)
Komisaris Utama PT KAI Said Aqil Siradj (Foto: dok. KAI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisaris Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, Said Aqil Sirodj memastikan, pihaknya tidak akan mentolerir atau menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum, terkait salah satu oknum pegawai KAI terduga teroris di Bekasi.

Seperti diketahui, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri meringkus pria berinisial DE, oknum pegawai KAI, di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/8).

DE yang diduga pendukung Islamic State of Iraq an Syiria (ISIS), kerap melakukan propaganda jihad di media sosial.

"Sebagai Komisaris Utama, saya memastikan bahwa PT KAI dikelola oleh Insan-insan KAI dengan sipirit keagamaan yang toleran, moderat dan mengimplementasi ‘AKHLAK’ sebagai nilai utama perusahaan, sebagai pedoman perilaku (individu) dan bermasyarakat," kata Said Aqil dalam keterangannya, Selasa (15/8).

Secara korporasi, PT KAI dikelola oleh tenaga-tenaga profesional, memberi pelayanan terbaik pada masyarakat, budaya safety & security yang terukur. Inilah yang menjadikan KAI terpilih menjadi salah satu BUMN berkinerja sangat baik.

Baca juga : Pegawai BUMN Ditangkap Densus 88, Diduga Sebarkan Propaganda Jihad Di Medsos

Said Aqil menegaskan, penangkapan oleh Densus 88 Antiteror Polri terhadap oknum pegawai PT KAI di Bekasi, memberikan satu pesan serius. Bahwa kelompok, paham, dan praktik teroris ini nyata dan dekat dengan lingkungan kita.

"Peringatan keras ini, harus menjadi alarm sekaligus momentum untuk bersih-bersih. Terlebih, infiltrasi atau penyusupan ke berbagai lembaga, ditengarai sudah menjadi strategi kelompok teroris. Apakah itu Jama’ah Islamiyah (JI), atau Jama’ah Anshoru Daulah (JAD), yang secara jelas terafiliasi ISIS dalam berbagai jejak dan pengungkapan oleh Densus 88," paparnya.

"PT KAI akan bekerja lebih kuat lagi dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Densus 88, dan menyerahkan proses hukum terhadap oknum pegawai terduga teroris," imbuh Said Aqil.

Sebagai upaya untuk menangkal infiltrasi paham teroris, Said Aqil memastikan, KAI yang telah bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) sejak 2021, akan memperkuat kembali “Sinergitas Pencegahan Paham Radikal Terorisme”. Melalui program-program yang edukatif, dan menjangkau seluruh leveling karyawan.

Said Aqil yang juga mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menuturkan, informasi tentang terorisme harus diketahui oleh masyarakat.

Baca juga : Pegawainya Ditangkap Densus 88, KAI Nggak Bakal Kasih Toleransi

Pasalnya, terorisme merupakan ancaman kejahatan sistemik, yang dilaksanakan secara terstruktur dan terencana.

Gerakan terorisme bergulir seiring dengan perkembangan zaman. Baik itu dilakukan secara individu atau berkelompok, dengan cara gerakan secara transparan ataupun senyap.

Skema kejahatan terorisme, saat ini cukup beragam, baik dalam skala gerakan konvensional maupun digital.

"Dari pengalaman memimpin PBNU selama hampir 11 tahun, di antaranya dalam menangkal radikalisasi beragama (cikal bakal menjadi teroris) maupun membangun diskursus keagamaan dengan lebih moderat dan toleran, jika kita benar-benar sepakat, satu barisan ingin menghabisi jaringan terorisme, maka benihnya yang harus dihadapi," papar Said Aqil.

Kenapa begitu? Karena benih adalah pintu masuk yang harus kita tangkal dan tutup ruangnya.

Baca juga : BNPT, Ditjen PAS & Densus 88 Solid Optimilasasi Program Deradikalisasi

"Benih itu, di antaranya adalah gerakan salafisme-wahhabisme. Gerakan ini merupakan cikal bakal lahirnya radikalisme agama, hingga pintu masuknya terorisme. Faham tersebut tergolong sebagai ajaran ekstremisme. Benihnya harus dimusnahkan melalui langkah preventif, dengan penguatan kebudayaan," jelas Said Aqil.

Menurutnya, gerakan salafisme-wahhabisme tersebut mempunyai misi besar, yaitu melaksanakan jihad khilafah islamiyah dan menginginkan Indonesia sebagai negara Islam yang bersyariat.

"Tentu, ini tidak sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia dalam merajut keberagaman dari segmentasi agama, budaya, ras, suku dan bahasa," pungkas Said Aqil.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.