Dark/Light Mode

Firli Teken Surat Penangkapan SYL, KPK: Itu Urusan Teknis, Tak Usah Dipersoalkan

Jumat, 13 Oktober 2023 13:51 WIB
Syahrul Yasin Limpo (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)
Syahrul Yasin Limpo (Foto: Oktavian/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta publik tak mempermasalahkan surat perintah penangkapan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri.

"Tidak usah dipersoalkan urusan teknis. Itu soal beda tafsir undang-undang saja,” ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (13/10/2023).

Hal ini disampaikan Ali menanggapi pernyataan eks penyidik KPK Novel Baswedan yang menyoroti langkah Firli menandatangani surat penangkapan dengan atribusi pimpinan dan penyidik.

Menurut Novel, pimpinan komisi antirasuah menurut UU KPK Nomor 2019 bukan penyidik. Ali pun membantahnya. 

"Semua administrasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada aturan tata naskah yang berlaku di KPK," sambung Ali.

Dijelaskan Ali, pimpinan KPK sebagai pengendali dan penanggung jawab tertinggi atas kebijakan penegakan hukum pemberantasan korupsi, maka secara ex officio harus diartikan juga pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum.

Itu artinya, kata Ali, pimpinan KPK tetap berwenang menetapkan tersangka dan lain-lain.

Baca juga : Eks Mentan SYL Ditangkap KPK, Tangannya Diborgol

"Dengan demikian, pimpinan KPK tetap berhak menandatangani surat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi dalam bentuk administrasi penindakan hukum," terangnya.

Ali menggarisbawahi, KPK bukan menjemput paksa SYL. Melainkan, penangkapan.

"Kami hanya ingin tegaskan bukan jemput paksa sebagaimana narasi oleh pihak-pihak tertentu. Ini kami sampaikan supaya klir. Kami lakukan penangkapan terhadap tersangka SYL tentu ada dasar hukumnya," tegas Ali.

Ali kemudian menerangkan perbedaan antara jemput paksa dan penangkapan.

"Prinsipnya begini, penangkapan dapat dilakukan terhadap siapapun yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan alat bukti yang cukup dan tidak harus didahului pemanggilan," jelasnya.

"Jemput paksa dapat dilakukan terhadap siapapun karena mangkir dari panggilan penegak hukum," jelas Ali.

Sebelumnya, KPK menangkap Syahrul Yasin Limpo di salah satu apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (12/10/2023) sore.

Baca juga : Gugat Penetapan Tersangka KPK, Karen Agustiawan Ajukan Praperadilan Ke PN Jaksel

Syahrul tiba di Gedung KPK pukul 19.17 WIB. Syahrul yang mengenakan kemeja putih dibalut jaket kulit hitam, senada dengan topi bertuliskan "ADC", dan bermasker putih turun dari mobil Toyota Innova hitam.

Wajahnya terus ditundukkan. Tangannya diborgol. Seorang penyidik dari dalam mobil mengawalnya.

Sementara beberapa personel kepolisian mengawalnya masuk menuju lobi gedung.

Syahrul kemudian naik menuju lantai 2 Gedung Merah Putih, tempat pemeriksaan.

Dalam perkara ini, selain Syahrul, KPK juga menetapkan dua pejabat Kementan, yakni Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan Muhammad Hatta, sebagai tersangka.

Syahrul memerintahkan Kasdi dan Hatta mengumpulkan setoran dari para eselon I dan II Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pertanian (Kementan), per bulan.

Dia mematok tarif dengan kisaran 4.000 dolar AS (setara Rp 62,8 juta) hingga 10.000 dolar AS (setara Rp 157 juta).

Baca juga : Firli Sebut Pertemuan dengan SYL Sebelum KPK Selidiki Dugaan Korupsi Kementan

Uang dikumpulkan Kasdi dan Hatta, baik dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di kementerian tersebut.

Penerimaan uang itu dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

Sejauh ini KPK menyebut, Syahrul telah mengumpulkan setoran sebesar Rp 13,9 miliar.

Jumlah itu di luar temuan KPK senilai Rp 30 miliar dan Rp 400 juta yang ditemukan saat penggeledahan di rumah para tersangka. 

Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.