Dark/Light Mode

Hakim MA Prof Haswandi Utarakan Gagasan Perlunya Police Justice

Minggu, 26 November 2023 18:17 WIB
Hakim Mahkamah Agung Prof Haswandi/Ist
Hakim Mahkamah Agung Prof Haswandi/Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Hakim Mahkamah Agung (MA) Haswandi usul perlunya Police Justice dan eksekusi hubungan lembaga penegak hukum dan peradilan. 

Hal ini dikemukakannya dalam pengukuhan sebagai Guru Besar atau Profesor Universitas Islam Sultan Agung. 

Menurut Haswandi, permasalahan yang relevan dalam sistem peradilan di Indonesia, antara lain putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum itu seringkali mengalami kendala saat pelaksanaannya. 

Bahkan, pemerintah mengakui kelemahan dalam pelaksanaan eksekusi sebagai salah satu kelemahan dalam sistem penegakan hukum perdata di Indonesia.

Haswandi mencontohkan, pada tahun 2020, dari 2.896 permohonan eksekusi yang diajukan di Peradilan Umum, hanya 923 yang berhasil dieksekusi. 

Tahun 2021, dari 3.372 permohonan itu hanya 1.376 yang berhasil dieksekusi. Tahun 2022, dari 3.926 permohonan, hanya 2109 yang berhasil dieksekusi. 

“Data ini mengindikasikan pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang,” kata Haswandi melalui keterangannya, Minggu (26/11/2023).

Terkait masalah eksekusi ini, kata dia, MA dan Peradilan yang berada di bawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan yang khusus. 

Baca juga : Relawan Srikandi Jatim Ajak Ribuan Perempuan Probolinggo Senam Bareng

Selama ini, dia menyebut praktik kebutuhan lembaga peradilan terhadap pengamanan eksekusi, pengamanan persidangan dan sebagainya sangat tergantung kepada budi baiknya institusi kepolisian.

“Karena itu, diperlukan unit kepolisan yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan Police justice,” ungkapnya.

Haswandi mengungkapkan, kendala dalam pelaksanaan putusan pengadilan bisa berasal dari berbagai faktor, baik yang bersifat teknis yuridis maupun non-teknis. 

Menurutnya, proses eksekusi dilakukan secara paksa dan pihak yang kalah diwajibkan mematuhi putusan pengadilan.

Jika pihak tersebut menolak melaksanakan putusan, pengadilan dapat meminta bantuan kepada pihak berwenang. 

“Eksekusi pada umumnya terkait dengan putusan pengadilan yang bersifat penghukuman atau Condemnatoir.  Putusan tersebut memuat sanksi atau penghukuman kepada pihak yang kalah di persidangan,” ujarnya.

Jamin Kepastian Hukum

Menurut Haswandi, lambatnya pelaksanaan eksekusi juga menjadi perhatian MA yang berusaha melakukan perbaikan melalui regulasi internal terkait prosedur eksekusi sebagai solusi jangka pendek. 

Baca juga : Mahasiswa UBK dan Trisakti Pasang Spanduk Tolak Politik Dinasti

Namun, perbaikan yang lebih holistik dan komprehensif yang melibatkan Pemerintah, DPR dan lembaga yudikatif juga diperlukan.

“Antara lain, pembuatan peraturan perundang-undangan yang khusus tentang eksekusi, serta pembentukan unit khusus eksekusi di Mahkamah Agung yang berfungsi sebagai Central Autority pelaksanaan eksekusi,” ucapnya.

Terhadap hal ini, praktisi hukum Juniver Girsang menilai, gagasan Haswandi sangat tepat soal keberadaan Police Justice dalam pelaksanaan eksekusi dan lainnya. Sebab, pelaksanaan putusan itu merupakan ending bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum.

“Karena permasalahan di dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelandaan eksekusi. Ini yang membuat masyarakat pencari keadialan merasakan tidak ada kepastian hukum,” kata Juniver yang juga Ketua Umum Peradi SAI.

Sementara, Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara, Gunawan Widjaja mengatakan, masalah eksekusi ini selalu menjadi kendala. 

Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi juga meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).

"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.

Hanya saja, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait.  

Baca juga : Mahfud Yakin Luki Hermawan Mampu Menangkan Ganjar-Mahfud Di Jatim

“Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," ujarnya.

Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir mengamini adanya kendala eksekusi putusan pengadilan. 

Dia mengapresiasi gagasan untuk pembentukan Police Justice atau polisi peradilan seperti yang disampaikan Hakim Mahkamah Agung Haswandi. 

Dia menyebutkan, kendala eksekusi memang nyata adanya. 

Mudzakir mewanti-wanti, soal kemungkinan ketidakoptimalan eksekusi putusan itu harus juga diperhitungkan. Jangan sampai, pembentukan Police Justice seperti pembentukan polisi wisata, yang menurutnya tak sebegitu optimal.

“Ide untuk membentuk Police Justice boleh saja. Tapi juga harus dilihat efektivitasnya, mengingat kasus pembentukan polisi wisata itu juga sampai sekarang kerja atau fungsinya kurang maksimal,” kata Mudzakir. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.