Dark/Light Mode

Telaah Urgensi Penahanan Tersangka Korupsi

Rabu, 3 Januari 2024 22:50 WIB
Ilustrasi penahanan tersangka korupsi. (Foto: Istimewa)
Ilustrasi penahanan tersangka korupsi. (Foto: Istimewa)

Penahanan merupakan upaya hukum penyidik di Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana (strafbaar feit). Ada dua tindakan pidana yang sudah umum diketahui masyarakat. Yaitu tindak pidana umum (pembunuhan, pencurian, penipuan, perjudian, penganiayaan, dan lainnya) dan tindak pidana khusus (narkotika dan psikotropika, lingkungan hidup, korupsi, terorisme, pelanggaran HAM berat dan tindak pidana khusus lainnya).

Dari beberapa jenis tindak pidana khusus di atas saya akan membahas urgensi penahanan bagi tindak pidana korupsi saja yang telah dianggap oleh beberapa negara sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Karena, menurut saya, dari beberapa tindak pidana khusus yang telah dijelaskan di atas, tindak pidana korupsi yang paling kuat alasan tidak perlu semua pelakunya ditahan. 

Telaah ini tidak berlaku bagi semua palaku tindak pidana korupsi. Faktanya ada pihak-pihak tertentu dengan alasan tertentu dia terpaksa melakukan kebijakan yang membuatnya jadi tersangka korupsi dan ditahan.

Ada syarat atau alasan seorang tersangka itu ditahan penyidiknya menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Syarat atau alasan itu adalah objektif dan subjektif.

Jika alasan penahanan itu berdasarkan syarat subjektif menurut KUHAP adalah agar tidak melarikan diri, merusak atau menghilangkan bukti, dan mengulangi tindak pidana tersebut, maka semua alasan itu lemah. Pengaturan syarat subjektif ini bisa dibaca dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP.

"Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana."

Jika penahanan terhadap tersangka korupsi karena khawatir akan melarikan diri alias kabur ke luar negeri, maka alasan itu bisa dibantah dengan argumentasi sederhana bahwa tersangka korupsi sudah tidak bisa kabur karena statusnya sudah dicegah-tangkal (cekal). Dokumen administrasi keimigrasian sudah disita penyedik.

Baca juga : Urgensi Penggunaan Sabuk Keselamatan di Angkutan Umum

Jika alasan penahanan khawatir tersangka akan menghilangkan atau merusak barang bukti juga bisa dibantah, karena semua barang bukti termasuk handphone dan rekening milik tersangka sudah disita. Khwatir tersangka akan melakukan tindak pidana alias korupsi lagi juga lemah.

Khawatir akan melakukan tindakan serupa (korupsi) juga bisa dibantah. Karena kecil kemungkinan pegawai negara apalagi jabatannya tidak prestise yang sudah menjadi tersangka korupsi melakukan korupsi lagi karena dia lazimnya langsung  dicopot dari jabatannya (non job) oleh instansi terkait.

Telaah ini saya buat khusus bagi tersangka korupsi pegawai negara kerena daya paksa faktor alam, dan atau daya paksa karena perintah jabatan dia harus menjalankan mandat demi kepentingan umum yang akhirnya ditetapkan jadi tersangka. Telaah ini bukan untuk tersangka korupsi yang memiliki jabatan sebagai anggota Dewan dan kepala daerah seperti Gubernur, Waki Kota, dan Bupati yang masih jadi tersangka mereka masih memiliki kekuatan kendalikan korupsi, kolusi dan nepotisme dan tentunya bagi mereka sebagai pelakunya sudah tepat dan perlu segera ditahan.  

Jadi, adilkah semua tersangka korupsi itu ditahan jika perannya tidak sama? Bukankah tujuan hukum selain mencari kepastian hukum juga untuk mendapatkan keadilan dan kemanfaatan.

Jawabannya banyak, bisa penahanan itu kewenangan penyidik. Bisa juga harus ditahan dan bisa juga tidak perlu ditahan untuk orang-orang tertentu karena alasan tertentu. Artinya ditahan atau tidaknya tergantung situasi dan kondisi dan suasana hati penyedik.

Jika memiliki alasan tertentu seorang tersangka tidak perlu ditahan maka kenapa harus ditahan. Izin mengutip adigium orang-orang hukum yang mengatakan lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menahan satu orang yang tidak bersalah.

Mari kita bandingkan "Urgensi Penahanan Tersangka"  tindak pidana khusus lainnya seperti teroris atau tindak pidana umum seperti pembunuhan, penipuan, jika pelakunya tidak ditahan maka dengan mudah melakukan tindak pidana serupa. Jadi alasan subjektif penahanan terhadap tindak pidana di atas sangat perlu dilakukan demi keselamatan umat manusia di lingkungannya.

Baca juga : Gaet TNI AD, BSI Perluas Layanan Perbankan Syariah

Bukankah kita sering mendengar di dalam pengajian kisah ada seorang pelaku tindak pidana umum (telah membunuh) sebanyak 99 orang dan dia ingin bertobat lalu mendatangi Rahib, namun karena kata Rahib dosa pembunuhan sebanyak itu tidak bisa diampuni maka orang itu membunuh Rahib tersebut sehingga genaplah orang itu membunuh 100 orang.

Inilah contoh kekhawatiran subjektif bisa diterima dengan cara berpikir sederhana. Ketika pelakunya tidak ditahan, maka dia akan mengulangi kejahatannya dengan membunuh, menipu mencuri atau melakukan tindakan terorisme di mana-mana. Sungguh mengkhawatirkan jika orang yang melakukan tindak pidana seperti ini tidak ditahan. 

Bukan Membela Tersangka Korupsi

Tulisan saya ini bukan untuk membela para koruptor. Tetapi demi terpenuhinya rasa keadilan terhadap tersangka selama belum divonis hakim bersalah (asas praduga tak bersalah/presumption of innocence), terutama bagi dia yang melakukan kebijakannya karena daya paksa faktor alam dan daya paksa karena jabatan.

Telaah ini sebagai upaya sosialisasikan adigium hukum fiat justitia ruat caelum yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh dan fiat justitia et pereat mundus yang artinya hendaklah keadilan ditegakkan walaupun dunia harus binasa.

Telaah ini juga sebagai share informasi bahwa tidak semua tersangka korupsi itu memiliki niat (voornemen) dengan cara melawan hukum untuk misalkan memperkaya diri sendiri orang lain dan korporasi dan atau menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi (Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tahan Pelaku Utama (Dader)

Baca juga : Ganjar-Mahfud Percepat Pengadaan Internet Gratis Dan Super Cepat

Pelaku utama (dader) sudah dapat diketahui penyidik ketika melakukan serangkaian proses penyelidikan terhadap suatu dugaan tindakan pidana yang menyebabkan adanya kerugian negara. Setelah proses penyelidikan inilah penyidik meningkatkan tahapannya ke penyidikan dan menentukan siapa saja tersangka termasuk pelaku utamanya. 

Pelaku (dader) menurut Pasal 55 ayat (1) KUHP yaitu mereka yang melakukan perbuatan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan dan yang menganjurkan suatu tindakan pidana (yang menyebabkan kerugian negara), maka sudah sapatutnya segera ditahan untuk membatasi ruang geraknya. Karena, menurut ilmu tentang perilaku (behavior) karakteristik pelaku utama adalah dominan dan cenderung bengis sehingga dengan dominasi ini dia memiliki kekuatan untuk menyuruh terhadap orang lain yang lebih rendah di bawahnya baik di dalam hal ilmu atau jabatan dan sikap dominan dari seorang dader ini sesuai diterjemaahkan oleh Pasal 55 KUHAP terkait menyuruh melakukan.

P. A. F Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang dalam bukunya "Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia" halaman 601 menjelaskan peran dader. Menurutnya tidak terlalu sulit untuk menetapkan seorang sebagai dader alias pelaku. 

Keduanya berpendapat untuk dapat memastikan siapa yang harus dipandang sebagai seorang dader itu sebelumnya orang (penegak hukum yang melakukan penyelidikan dan penyidikan) tinggal menemukan siapa yang sebenarnya telah melakukan pelanggaran terhadap pelarangan atau keharusan yang telah disebutkan di dalam undang-undang.

Itulah kata penulis buku ini, mengapa van Eck mengatakan bahwa "Men kan het daderschap uit de delictsomchrijving aflezen yang artinya orang dapat memastikan siapa yang harus dipandang sebagai seorang pelaku dengan membaca suatu rumusan delik." Tentu yang dapat mencari delik suatu tindak pidana adalah penyidik. 

Tulisan ini saya buat bagian dari refleksi tahun 2023 dan harapan Indonesia menjadi negara hukum bukan negara kekuasaan. Selamat Tahun Baru semoga keadilan dirasakan semua.

AliYusuf
AliYusuf
Founder Law Firm Alylaw.135.8 dan Advokat Muda Muslim Indonesia (AMMI)

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.