Dark/Light Mode

85 Persen Kanker Paru Karena Merokok, Prof Tjandra Sarankan Skrining Lebih Dini

Minggu, 25 Februari 2024 21:19 WIB
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: dok. pribadi)
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama. (Foto: dok. pribadi)

RM.id  Rakyat Merdeka - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menekankan pentingnya skrining kanker paru, mengingat tingginya angka kematian akibat penyakit tersebut. Ada sekitar 1,8 juta kematian terjadi akibat kanker paru setiap tahunnya, jika merujuk pada data International Agency for Research on Cancer (IARC).

Hal itu disampaikan Prof Tjandra usai singgah di booth skrining kanker milik Komunitas Kanker Paru saat bersepeda di Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) Minggu (25/2). 

"Skrining kanker paru sebagai upaya nyata untuk deteksi dini," kata Prof. Tjandra dalam keterangannya, Minggu (25/2).

"Beberapa tokoh kita yang dikenal luas juga meninggal akibat kanker paru," lanjutnya.

Baca juga : Soal Obat Mencegah Tuberkulosis, Prof. Tjandra Sampaikan 5 Hal Penting Ini

Selain itu, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia atau WHO, ada sekitar 85 persen kasus kanker paru berkaitan dengan kebiasaan merokok. 

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini kemudian menyebutkan dua jenis kanker paru: pertama, bukan sel kecil atau non-small cell carcinoma (NSCLC) dan kedua, kanker paru jenis sel kecil atau small cell carcinoma (SCLC). 

"NSCLC lebih sering dijumpai dan tumbuh relatif lebih lambat, sementara SCLC lebih jarang di temui tetapi tumbuhnya lebih cepat," lanjutnya.

Namun, kanker paru seringkali terlambat diketahui, yakni ketika penyakit sudah lanjut. Sehingga kemungkinan pengobatan sudah terbatas. 

Baca juga : Pesan Prof Tjandra Ke Capres: Ketahanan Kesehatan Kita Harus Mumpuni

Karena itu, menurut Prof Tjandra, skrining terhadap kemungkinan kanker paru menjadi penting dilakukan. Khususnya pada penderita dengan risiko tinggi.

"Skrining akan memungkinkan deteksi dini dan akan sangat memperbaiki hasil pengobatan," tuturnya.

Ia menyebutkan beberapa gejala yang biasa dirasakan pasien. Yaitu batuk yang tidak sembuh-sembuh, nyeri dada, sesak napas, badan lemah, batuk darah, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas dan mungkin juga infeksi paru yang bolak-balik berulang.

"Pencegahan terbaik adalah berhenti merokok. Juga menghindari paparan asap rokok pasif, polusi udara serta polusi di tempat kerja seperti bahan kimia dan asbestos," tuturnya.

Baca juga : Capres-Cawapres Perlu Tahu! Prof Tjandra Paparkan Program 5 P Yang Diusung WHO

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini menyebutkan cara mendiagnosis kanker paru, di antaranya meliputi pemeriksaan fisik, imaging seperti foto ronsen, CT scan, dan MRI, pemeriksaan ke dalam saluran napas di paru dengan alat bronkoskopi, pengambilan sebagian kecil jaringan paru (biopsi) dan tes molekuler untuk identifikasi mutasi genetik atau biomarker untuk memandu opsi terapi terbaik. 

"Pengobatan pada dasarnya bergantung kepada jenis kankernya, seberapa luas sudah menyebar dan riwayat medik pasiennya," paparnya,

Pilihan pengobatan dapat dilakukan dengan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi target atau targeted therapy dan imunoterapi. 

"Juga diperlukan perawatan dukungan atau supportive care untuk menangani gejala, mengatasi nyeri dan memberi dukungan emosional," pungkasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.