Dark/Light Mode

Dijerat Pasal Pemerasan

Pelaku Pungli Di Rutan KPK Bisa Dihukum Lebih Berat

Senin, 18 Maret 2024 06:10 WIB
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengah), didampingi Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Harefa (kanan) memberikan keterangan saat penetapan tersangka kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Foto: Antara Foto/Reno Esnir/foc)
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengah), didampingi Direktur Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Harefa (kanan) memberikan keterangan saat penetapan tersangka kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (15/3/2024). (Foto: Antara Foto/Reno Esnir/foc)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat 15 pelaku pungli di rutan KPK dengan pasal pemerasan. Hukuman pasal ini lebih berat.

Ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, penerapan pasal pemerasan terhadap 15 ter­sangka pegawai rutan KPK, sudah tepat.

Menurutnya, kasus ini timbul karena ada pola relasi yang tidak seimbang antara tahanan dengan petugas rutan KPK.

Baca juga : Jijik Lihat Wajah Sendiri

"Jadi, petugas rutan KPK akan memberikan fasilitas jika (tahanan) membayar. Jadi, inisiatif lebih kepada petugas rutan KPK. Kalau petugas rutan KPK tegas, para tahanan tidak akan berani membayar," kata Abdul Fickar saat dihubungi, Minggu, 17 Maret 2024.

Ia mengutarakan, sudah ada standar internasional menge­nai pelayanan terhadap tahanan. Hak-hak tahanan dijamin. Namun, dalam kasus ini, hak-hak itu diduga dilanggar oleh para pelaku. "Karena pola relasinya itulah yang melahirkan pemerasan," katanya.

Senada, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga sepakat penerapan pasal pemerasan terhadap pelaku pungli di rutan KPK.

Baca juga : Setgab Atau Barisan Nasional Dibahas Setelah 20 Maret 2024

Ia menilai, posisi yang aktif dalam kasus ini adalah pega­wai rutan. "Jadi, untuk melihat apakah ini suap atau pemerasan, siapa yang aktif. Artinya, yang punya kewenangan yang memeras," ujarnya.

Boyamin mengutarakan, jika para pelaku dijerat dengan pasal suap paling banter hanya di­hukum 5 tahun penjara. "Nah, kalau pemerasan itu bisa sampai 20 tahun," ujarnya.

Boyamin melanjutkan, pihak yang disasar dalam pengusutan korupsi adalah orang yang me­miliki kewenangan. Ia melihat KPK ingin untuk membersihkan oknum penguasa di rutan yang nakal. Makanya diterapkan pasal pemerasan.

Baca juga : Tak Ada Yang Berani Memulai, Angket Makin Mengkeret

"Jadi, ini bisa Pasal 11, 12 UU Tipikor bukan Pasal 5 atau 6 (tentang suap)," ujarnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.