Dark/Light Mode

KPK Tuntut Corpus Bayar Uang Pengganti USD 113,8 Juta

Prof Hikmahanto: Harus Gugat Ke Pengadilan AS

Minggu, 2 Juni 2024 06:10 WIB
Profesor Hikmahanto Juwana. (Foto: IG/Hikmahanto Juwana)
Profesor Hikmahanto Juwana. (Foto: IG/Hikmahanto Juwana)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membebankan uang pengganti kerugian perkara korupsi pembelian Liquified Natural Gas (LNG) kepada Corpus Christi Liquefaction (CCL). Perusahaan migas yang berbasis di Texas, Amerika Serikat (AS) itu dituntut membayar 113,8 juta dolar Amerika (USD).

Jika nantinya tuntutan tersebut dikabulkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, apakah putusan itu bisa diakui negara Amerika Serikat?

Ahli hukum internasional Profesor Hikmahanto Juwana berpendapat, putusan pengadilan di Indonesia tidak akan diakui di negara Paman Sam tersebut.” Setiap negara tidak akan mengakui putusan pengadilan dari neg­ara lain,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu, 1 Juni 2024

“Di Indonesia, kita punya Pasal 436 RV (Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering) yang menyatakan putusan pen­gadilan luar negeri tidak diakui, dan karenanya tidak dapat dilak­sanakan,” ujarnya.

Baca juga : Pansel KPK Punya Beban Pulihkan KPK

Menurut Hikmahanto, untuk merealisasikannya, Indonesia harus melakukan gugatan secara perdata untuk mengejar uang pengganti kerugian negara itu di pengadilan Amerika Serikat.

“Tapi itu juga kalau di Indonesia sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Yang pasti memang harus ke pengadi­lan Amerika Serikat,” ujarnya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri berdalih, pembebanan kerugian keuangan negara sebesar USD 113,8 juta kepada Corpus sebagai bagian dari asset recovery.

“CCL merupakan perusahaan asing bukan wilayah yuridiksi Indonesia. Jadi, kepentingan KPK ada pada pemulihan keru­gian negaranya. Nanti bisa pakai mekanisme kerja sama interna­sional,” kata Ali.

Baca juga : Sri Mulyani Bantu Muluskan Program Makan Bergizi Gratis

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut Karen dengan pidana penjara selama 11 tahun atas kasus dugaan korupsi pembelian LNG atau gas alam cair CCL oleh Pertamina. Dalam kasus ini, jaksa juga membebankan nilai kerugian keuangan negara sebesar USD 113.839.186,60 kepada CCL.

Hal ini terungkap dalam surat tuntutan terhadap Karen Agustiawan, satu-satunya terdakwa dalam perkara rasuah ini.

Menurut jaksa, Karen telah bersalah melawan hukum dalam pembelian LNG dari Corpus Christi. Pembelian itu tanpa meminta tanggapan tertulis kepada dewan komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Hingga kemudian diadakan penandatanganan per­janjian jual beli LNG CCL train 1 dan train 2. Dalam prosesnya, kontrak ditandatangani Senior Vice President (SVP) Gas dan Power PT Pertamina 2013-2015 Yeni Andayani untuk Sales and Purchase Agreement (SPA) CCL train 1.

“Walaupun belum seluruh direksi PT Pertamina menanda­tangani Risalah Rapat Direksi (RRD),” kata jaksa KPK, Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis, 30 Mei 2024.

Baca juga : Ngelamar Ke-5 Parpol, Siap Lawan Dinasti

Karen juga tidak meminta tanggapan tertulis Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetu­juan RUPS, serta tanpa adanya pembeli LNG CCL yang telah diikat dengan perjanjian. Lalu, Karen memberi kuasa kepada Direktur Gas PT Pertamina ta­hun 2012-2014 Hari Karyuliarto untuk menandatangani pembe­lian LNG SPA CCL train 2.

Jaksa menambahkan, dalam perkara ini aksi pembelian gasalam cair yang dilakukan Pertamina oleh Karen telah merugikan keuangan negara sebesar USD 113.839.186,60. Hal ini berdasarkan realisasi pembelian dan penjualan atas kargo LNG CCL selama periode Juli 2019 hingga 2021.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.