Dark/Light Mode

Di Depan Kiai Maruf, Kiai Said Masih Galak

Sabtu, 1 Februari 2020 06:38 WIB
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (Foto: Wikipedia)
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (Foto: Wikipedia)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kucuran dana Rp 1,7 triliun dari Kementerian Keuangan ke PBNU, ternyata tak bikin KH Said Aqil Siradj jadi lembek. Di depan Wapres Ma’ruf Amin tadi malam, bos PBNU itu masih galak ke pemerintah. Dia bicara soal kesenjangan sosial sampai rencana kenaikan gas elpiji.

Oktober nanti, Nahdlatul Ulama akan menggelar hajatan besar, yaitu Muktamar dan Munas alim ulama. Menyongsong agenda besar itu, PBNU menggelar Launching KOIN Muktamar di Markas PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, tadi malam. Acara ini dihadiri Wapres Ma’ruf Amin. 

Kiai Ma’ruf tiba di Markas PBNU sekitar pukul 8 malam. Man­tan Rais Aam PBNU ini tampil de­ngan setelan khasnya. Mengenakan baju koko putih dibalut jas, dengan bawahan sarung. Sehelai sorban ter­sampir di pundaknya.

Kiai Ma’ruf didampingi Ibu Wur­ry. rombongan disambut Kiai Said dan jajaran pengurus PBNU, seperti Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar dan Sekjen Helmy Faisal. Acara ini juga dihadiri Menaker Ida Fauziah dan Wakil Ketua MPR Ahmad Ba­sarah.

Untuk acara ini, panitia mendirikan tenda bernuansa putih hijau di halaman gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Hadirin membludak. Semua kursi terisi penuh. Yang tak kebagian rela berdiri atau duduk lesehan di teras.

Baca juga : Jiwasraya Sakit Jiwaraga

Apa yang disampaikan Kiai Said? Pe­ngasuh Pondok Pesantren Al­Tsaqafah Ciganjur, Jakarta ini bicara banyak. Tak jauh beda dengan sebelumnya. Masih kritis dan lantang. Ia mengingatkan pemerintah pentingnya program untuk masyarakat bawah. Kiai Said juga bicara soal kemandirian NU.

Dia bilang, pada 2026 nanti usia NU akan seabad. Menyonsong usia itu, perlu dilakukan langkah­-langkah kemandirian. Ia bilang, ada tiga embrio yang memperkuat kemandirian NU. Yaitu kebangkitan ulama, santri, dan kebangkitan pedagang.

Tiga pilar ini yang akan menjaga tegaknya NKRI. Menghadapi era globaliasi, lanjut Said, NU harus terus berperan mem­bantu pemerintah mewujudkan keadi­lan sosial. Untuk itu, perlu kebijakan afirmatif dari pemerintah. Lebih dari itu, anggaran negara harus berpihak pada mustadh’afin atau kaum lemah tidak berdaya.

Menurut Kiai Said, mereka adalah fakir dan miskin, yang sebagian dari mereka itu adalah warga NU. Untuk membantu mereka, pemerintah harus mengeluarkan budget pro poor atau anggaran yang memihak orang miskin.

Kiai Said lalu menceritakan berbagai ketimpangan. Kata dia, banyak sektor ekonomi yang masih dikuasai kong­ lomerat, asing atau pribumi. Sumber­ sumber kekayaan masih dikuasai konglomerat. Sementara mayoritas rakyat masih gigit jari. Mereka berada di pinggir kekayaan. Di pinggir hutan, laut dan tambang. “Sebagian dari me­ reka pasti orang NU,” kata Kiai Said.

Baca juga : Jadi Mahmud, Karina Salim Ubah Pola Pikir

Setelah itu, Kiai Said, membeberkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kata dia, aset perbankan Indonesia masih dikuasai asing. Keadan yang memprihatinkan. Sementara warga sendiri sulit mengakses perbankan. Kalau mereka ingin meminjam, belum tentu diterima oleh bank. Sementara kalau konglomerat, perbankan begitu sigap menawarkan pinjaman.

Ia juga menyoroti kasus gagal bayar asuransi Jiwasraya. Juga gonjang gan­jing di Bumiputera, dan Asabri. Hal ini menunjukkan betapa buruknya asuransi di Indonesia karena salah urus. Salah investasi. Menurutnya, ini adalah kezaliman ekonomi yang tidak boleh terjadi.

Di tengah itu, muncul berbagai isu yang menambah kekwahatiran mas­yarakat kecil. Setelah kenaikan iuran BPJS muncul rencana menaikan gas elpiji 3 kilogram dan impor garam besar­/besaran. “Ini keresahan masyarakat. Pemerintah harus hadir,” ujarnya.

Kiai Aqil menceritakan, NU bukan anti konglomerat. Tapi berharap konglo­ merat ikut membantu mengangkat kelas menengah. Sehingga kelas menengah membuka selebar­lebarnya pintu untuk kelas kecil dan buruh. Pengusaha mikro harus diperhatikan. “Pedagang bakso, pedagang gorengan harus diperha­tikan,” ujarnya.

Ma’ruf mengatakan, apa yang disam­paikan Kiai Said memang jadi komitmen NU dari dulu. “Pemerintah sebenarnya memberikan peluang besar kepada seluruh masyarakat pengusaha ormas untuk ikut mengambil peran,” ujarnya.

Baca juga : Ungkit Lagi Menag Bukan NU, Kiai Said Masih Mutung

Kiai Ma’ruf mengatakan, pemerintah sudah melakukan transformasi eko­nomi. Yaitu ekonomi yang mensejah­terakan masyarakat dari bawah. Tidak seperti dulu. Dulu fokus pembangunan adalah membesarkan konglomerat. Dengan teori trickle down effect. Membangun yang besar agar bisa netes ke bawah. “Ternyata tidak netes­-netes,” kata Ma’ruf.

Sekarang pembangunan ekonomi mulai bawah. Membangun kemitraan agar semua kuat. Kesenjangan­kesen­ jangan dan kemiskinan itu sedikit demi sedikit berkurang. “Sekarang saya jadi pemerintah. Jadi tahu apa yang dilaku­kan pemerintah. Bahwa memang be­lum ke sana. Kita sudah menuju upaya perbaikan,” tuntasnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.