Dark/Light Mode

Selalu Jadi Buah Bibir Warganet

Anies, Ganjar dan Emil Tenggelamkan Prabowo

Rabu, 17 Juni 2020 06:44 WIB
Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo
Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Ganjar Pranowo

RM.id  Rakyat Merdeka - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terus jadi buah bibir warganet. Popularitas ketiga gubernur itu terus meroket. Bahkan, telah menenggelamkan pamor Prabowo Subianto yang disebut-sebut akan nyapres lagi di 2024

Begitu kesimpulan kajian online yang digelar LP3ES dengan tema “Dinamika Baru Elektoral, Ganjar, Anies dan Prabowo Cs”, kemarin. Hadir sebagai pembicara Direktur LP3ES Fajar Nursahid, Peneliti medsos dari Drone Emprit Ismail Fahmi dan pengamat ekonomi politik Prof Didik J Rachbini. 

Menurut Ismail Fahmi, ada tiga gubernur yang menjadi bahan percakapan warganet: Anies, Kang Emil dan Ganjar. Dari tiga gubernur itu, Anies paling populer. Tingkat popularitas eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu mencapai 64 persen. Berbeda jauh dengan Ganjar 19 persen dan Emil di angka 17 persen. Meski popularitas Anies tinggi, tingkat kesukaaan atau favorabilitasnya sangat rendah. Tingkat kesukaan Anies hanya 31 persen. Berbeda dengan Emil yang tingkat kesukaan paling tinggi yaitu 54 persen dan Ganjar 53 persen. 

Menurut Fahmi, banyak yang kontra terhadap Anies. Mereka mencitrakan negatif soal Anies. Sentimen terhadap Anies sebesar 30 persen. Beberapa di antaranya adalah soal ketidakmampuan mengelola bansos, dan penanganan pandemi virus corona. 

Baca juga : Barcelona 2-0 Leganes, Ansu Fati Tenggelamkan Para Senior

Bahkan, top tagar banyak yang menyerang Anies. “Tagar yang menyerang Anies sangat massif. Ini tentu bisa membangun citra di publik. Bahwa Anies sangat terkenal tapi yang negatifnya,” kata Fahmi.

Berbeda dengan Emil dan Ganjar. Kata dia, di medsos hampir tidak ada yang kontra terhadap Ganjar maupun Emil. Hal ini mungkin yang membuat elektabilitaas Anies ikutan turun dalam survei. 

Lalu bagaimana dengan Prabowo Subianto? Fajar Nursahid mengatakan, dalam berbagai survei, Ketua Umum Gerindra itu mengalami penuruan elektabilitas yang deras. Pasalnya, dia tak memiliki panggung di saat pandemi ini. Panggung hanya dimiliki oleh kepala daerah seperti gubernur, walikota dan bupati. Atau menteri yang punya keterkaitan dengan pandemi. 

Elektabilitas Anies dengan Ganjar sangat berdekatan atau tak beda jauh. Dalam ilmu statistika masih dalam ambang margin of error. Artinya dua jarak tidak beda nyata. Malah mungkin dalam populasi sebenarnya hasilnya bisa terbalik. Berbeda dengan Emil yang ada di angka 7 persen. 

Baca juga : Real Madrid Vs Eibar, Eden Hazard Terbantu Corona

Soal banyak tagar menyerang Anies, menurut Fajar, tak lepas dari sejarah Pilkada DKI 2017 yang sangat membelah. Juga tak lepas dari kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Saat itu, publik terbelah menjadi dua kubu. Residunya terus terbawa sampai sekarang. “Nah, haters akan menjadikan ini sebagai sarana balas dendam agar Anies tidak bisa melaju di 2024,” ucapnya. 

Berbeda dengan Ganjar dan Emil yang menang satu putaran atau tidak head to head. Residu politiknya tidak ada. Fajar menambahkan, serangan terhadap Anies bisa berdampak positif dan negatif. Tergantung Anies menyikapinya. 

Tapi, tidak semua serangan negatif itu berdampak buruk. Contoh pada kasus SBY di Pilpres 2004. Saat itu, popularitas dan elektabilitas SBY naik bermula dari komentar Taufik Kiemas yang mengatakan SBY jenderal anak TK. Lalu Tim SBY menjadikan komentar itu sebagai modal playing victim sehingga populer. 

Dalam kasus lain, kata dia, Jokowi juga melakukan hal yang sama. Jokowi pernah dihantam berbagai isu negatif seperti hoaks PKI dan lain sebagainya. “Namun timnya mampu mengkapitalisasi jadi sokongan politik,” ucapnya.

Baca juga : Anies, Ganjar dan Emil Dapat Durian Runtuh

Sementara, Prof Didik J Rachbini menyebut pilpres nanti akan diramaikan oleh Anies, Emil, dan Ganjar. Siapa yang paling bagus bekerja saat ini yang akan dicatat di medos dan media. “Lewat media berpeluang maju ke depan,” ujarnya. 

Didik juga sependapat dengan Fajar. Menurutnya, peluang Prabowo sudah habis. Puncak elektabilitas Prabowo ada di tahun 2008-2009. Saat itu popularitas dan ekektabilitasnya sangat tinggi. Meski ada di bawah SBY, peluang terbesar Prabowo. “Sekarang momentumnya sudah hilang,” ujarnya. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.