Dark/Light Mode

Corona Jatim Menggila

Khofifah dan Risma Gagal Penuhi Harapan Jokowi

Minggu, 12 Juli 2020 06:20 WIB
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (kiri) dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Foto: Istimewa)
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa (kiri) dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Kasus penyebaran corona di Jawa Timur semakin menggila. Tiap hari, ratusan orang dinyatakan positif corona. Padahal, 2 pekan lalu, Presiden Jokowi memberikan instruksi kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk menekan penyebaran angka corona di wilayahnya. Dengan kenyataan ini, harapan Jokowi itu tak bisa dikabulkan oleh Khofifah dan Risma. 

Saat kunjungan kerja ke Surabaya, 25 Juni lalu, Jokowi memberikan semacam ultimatum kepada Khofifah dan Risma. Ia minta penyebaran virus corona di Jatim dapat dikendalikan dalam waktu dua pekan. Mendengar arahan tersebut, Khofifah dan Risma ngangguk-ngangguk. 

Saat pernyataan itu dikeluarkan, penambahan kasus di Jatim memang mengkhawatirkan. 247 kasus per hari, penambahan terbanyak dibanding daerah lain. Kini, setelah 2 pekan intruksi itu diberikan, kasus corona di Jatim semakin memprihatinkan. 

Kemarin, total kasus positif corona di Jatim mencapai 16.140 orang. Ada penambahan 409 kasus baru. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan angka penambahan dan jumlah kasus baru terbanyak di Indonesia. 

Baca juga : Ronaldo Lamar Georgina Rodriguez di Kapal Pesiar

Sementara, Kota Surabaya jadi wilayah kasus tertinggi dengan hampir 7 ribu kasus. Persentase kematian pasien positif di Jatim juga lebih tinggi dibanding ratarata di luar negeri. Rata-rata kematian pasien di luar negeri antara 3 hingga 5 persen dari total jumlah pasien positif. Sedangkan di Jatim, persentase angka kematian pasien positif antara 15 hingga 40 persen. 

Ketua Tim Pelacakan Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Jatim, Dr. Kohar Hari Santoso mengatakan, ada beberapa alasan kenapa kasus corona sulit dikendalikan. Pertama, kurangnya kesadaran masyarakat menjalankan protokol kesehatan. Kedua, pasien yang terpapar memiliki jenis penyakit lain, atau penyakit bawaan, sehingga berpotensi menurunkan daya tahan tubuh. 

Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim, Achmad C. Romdhoni menyebut masalahnya ada di hulu. Apabila hulu tidak tergarap dengan baik, maka kasus di hilir menumpuk. Permasalahan di hulu yang dia maksud adalah banyak warga yang tidak patuh dengan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Menurut dia, banyak warga tak khawatir dengan persebaran virus corona. Kendala lain, lanjut Achmad, fasilitas alat tes polymerase chain reaction (PCR) yang minim dan mahal. 

“Belum semua rumah sakit di Jatim memiliki fasilitas alat PCR. Waktu tunggu hasil tes juga cukup lama. Akibatnya, penentuan kasus positif atau negatif menjadi terlambat,” jelasnya. 

Baca juga : Ngeri, Corona Sudah Renggut 500 Ribu Nyawa Warga Dunia

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mendesak pemerintah mawas diri dan mengevaluasi penanggulangan pandemi corona. Menurut Pandu, jumlah kasus yang terus meningkat menunjukkan langkah pemerintah selama ini tidak tepat. Pandu menyarankan, pemerintah harus meningkatkan jumlah tes dengan PCR, meninggalkan semua kegiatan rapid test, dan fokus dengan PCR untuk screening. “Rapid test tidak akurat, bahkan menipu.” 

Sebenarnya, berbagai upaya sudah dilakukan Khofifah dan Risma untuk mengendalikan penyebaran virus ini. Mulai dari membagikan alat pelindung diri, masker sampai melakukan tes massal. Jumat (10/7) misalnya, Khofifah kunker ke ponpes Gontor di Ponorogo untuk menyerahkan 10 ribu kotak masker dan 1.500 APD setelah diketahui ada 7 santri positif corona. 

Risma juga bekerja. Sampai naik motor keliling kota mengingatkan warga untuk memakai masker dan menjaga jarak. Warga yang kedapatan tak memakai masker dihukum push-up. Hanya saja berbagai upaya itu belum bisa mengabulkan harapan Jokowi. 

Jumat lalu, Sekda Jatim Heru Tjahjono mengaku sudah mengirimkan laporan kepada Jokowi. Laporan diserahkan kepada Pangkogabwilhan II, untuk kemudian disampaikan kepada Presiden. Dalam laporan itu, pihaknya menyampaikan ada perbaikan kedisiplinan protokol kesehatan oleh masyarakat Jatim. Hal itu berdasarkan penelitian Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (IKA FKM Unair), Surabaya. Yang dulunya 70 persen warga tak pakai masker, sekarang sudah menurun menjadi 30 persen. “Jadi ada perbaikan kedisiplinan protokol kesehatan,” kata Heru. 

Baca juga : Untung, Haters Khofifah Masih Minim

Khofifah juga mengklaim ada hasil baik yang telah dilakukan. Ia mengutip data gugus tugas soal persentase kesembuhan. Pada 25 Juni, angka kesembuhan 3.429 dari total 10.532 kasus atau setara 32,56 persen. Dua pekan kemudian, ada 2.150 penambahan pasien sembuh. Itu artinya, hingga 8 Juli, pasien sembuh mencapai 5.579 atau setara 37,34 persen dari total kasus positif. “Dengan kesembuhan kasus yang terus bertambah ini, semoga ke depan semakin banyak warga Jatim yang terkonversi negatif,” kata Khofifah. [BCG]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.