Dark/Light Mode

Kuat Mana?

Kami Vs Bukan Kita

Kamis, 6 Agustus 2020 06:29 WIB
Deklarasi pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh Din Syamsuddin Cs, di Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu (2/8). (Foto: Istimewa)
Deklarasi pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh Din Syamsuddin Cs, di Fatmawati, Jakarta Selatan, Minggu (2/8). (Foto: Istimewa)

 Sebelumnya 
Belum puas dengan KAMIBukanKita, kemudian muncul tagar baru yaitu KAMIPepesanKosong. Tagar ini isinya nyinyirin personel KAMI. Isinya bahkan lebih kejam lagi. Hingga pukul 10 malam, tagar ini mendapatkan atensi warganet hingga 9.887 twitt. 

Akun @tjhinfar21 menjadi salah satu yang terbanyak disukai dan retweet warganet terkait komentarnya tentang tagar KAMIPepesanKosong. "KAMI ini siapa??? KAMI ini hanyalah oposan pemerintah yang mungkin tak terakomodasi dalam kekuasaan atau juga memang barisan sakit hati akibat kalah dalam pemilu 2019 Mungkin juga kecewa karena dipecat. Jadi dalih menyelamatkan Indonesia itu hanya pepesan kosong. #KAMIPepesanKosong," tulisnya.

Baca juga : PDIP: Majunya Gibran Di Solo Bukan Dinasti Politik

Lalu, kuat mana KAMIBukanKita dan KamiMendukungKAMI? Analis media sosial Ismail Fahmi menjelaskan, tagar-tagar ini merupakan perang gagasan antara tim medsos pendukung pemerintah dengan tim di luar pemerintah. Kata dia, kalau ada gagasan yang sifatnya mengkritik atau mengancam, biasanya akan memunculkan gagasan sebaliknya. "Pasti ada narasi dan kontra narasi," ungkap pendiri Drone Emprit ini. 

Jika isu KAMI berawal dari gerakan KAMI, maka pendukung pemerintah membuat kontra narasi. Hal itu terlihat dari tagar KAMiMendukungKami dengan KAMIBukanKita serta KAMIPepesanKosong. "Selalu seperti itu. Nanti akan kuat-kuatan dan masing-masing punya agenda dan kontrol agenda," terangnya.

Baca juga : Gandeng KPK, Damri Bangun Budaya Anti Korupsi

Dia mencontohkan gagasan pemerintah yang dulu menerapkan tagar new normal lalu dilawan dengan Indonesia up normal. "Tapi kan publik kalah karena new normal sudah menjadi berhasil untuk kampanyenya," jelasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion, Dedi Kurniasyah punya analisis berbeda. Menurutnya, kondisi hari ini, tren kritik pada pemerintah meningkat. Sehingga gerakan oposisi akan lebih banyak mendapat dukungan. “Perubahan tren semacam ini dimulai sejak Pilpres usai, bisa saja berkaitan dengan berkurangnya buzzer pemerintah,” ucapnya.

Baca juga : Inter Milan 3-0 Genoa, Gelas Baru Keisi Separo

Wasekjen Partai Gerindra Andre Rosiade ikut bicara. Dia menyebut, yang dibutuhkan sekarang bukan perang tagar, melainkan kerja sama dari semua lapisan masyarakat agar Indonesia bangkit dari Covid-19. "Tidak usah saling menyalahkan. Sekarang waktunya saling bahu-membahu," kata Andre. 

Kelompok yang di luar pemerintah, menurut Andre, cukup memberikan solusi yang terbaik. Sedangkan pemerintah harus terbuka menyikapi kritik dari pihak-pihak yang berniat memberikan solusi. "Perang tagar tidak menyelesaikan masalah. Enggak usah ribut terus," serunya. [UMM]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.