Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

IPW : Jokdri Berkeliaran, Prestasi Satgas Bisa Tercoreng

Rabu, 6 Maret 2019 11:47 WIB
Joko Driyono (kiri), ditetapkan tersangka oleh Satgas Antimafia Sepakbola. (Foto : istimewa)
Joko Driyono (kiri), ditetapkan tersangka oleh Satgas Antimafia Sepakbola. (Foto : istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Februari 2019, namun hingga kini Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono belum ditahan alias masih bebas berkeliaran.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai belum ditahannya Jokdri bisa mencoreng nama Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola yang sudah terlanjur kinclong karena prestasinya. “Prestasi Satgas bisa tercoreng karena dianggap tak serius,” ungkap Neta S Pane, Rabu (6/3).

Penyidik, diakui Neta, memang memiliki alasan obyektif dan subyektif untuk menahan atau tidak menahan seorang tersangka. Alasan obyektif itu ialah ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Baca juga : JPO Tosari Dibongkar Malam Ini, Polisi Rekayasa Lalin

Adapun alasan subyektifnya adalah tersangka bisa melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP. “Mestinya penyidik memilih menggunakan alasan subyektif karena lebih dominan,” saran Neta sambil merujuk tersangka lain juga sudah ditahan seperti Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah Johan Lin Eng yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI, dan anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih.

Apalagi dari sisi keadilan masyarakat, kata Neta, sangat “njomplang” bila dibandingkan dengan maling sandal atau maling ayam yang begitu tertangkap langsung dijebloskan ke penjara kendati ancaman hukumannya cuma tiga atau empat bulan. “Rasa keadilan masyarakat bisa terusik,” cetusnya merujuk adagium "equality before the law" (kesetaraan di muka hukum).

Lagi pula, katanya, proses hukum kasus Joko Driyono ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat sepak bola Indonesia dan dunia. Dengan menahan tersangka Joko Driyono, lanjut Neta, Satgas Antimafia Bola bahkan bisa melakukan percepatan penyidikan kasus lainnya yang juga diduga melibatkan Jokdri, panggilan akrab Joko Driyono, yakni match fixing atau mafia pengaturan skor pertandingan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Penyidikan kasus lainnya akan lebih cepat bila tersangka ditahan,” tukasnya.

Baca juga : 2 Kali Dilelang Tak Laku, Dijadikan Rumah Dinas

Penahanan Jokdri, tegas Neta, juga menjadi bukti lain keseriusan Polri dalam menuntaskan kasus mafia bola, sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke GOR Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/2/2019). "Instruksi Presiden itu harus jadi atensi Polri," tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Jokdri menjalani pemeriksan lanjutan atau pemeriksaan ketiga sebagai tersangka oleh Satgas Antimafia Bola di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Pemeriksaan ketiga ini berlangsung empat jam atau lebih cepat dibanding dua kali pemeriksaan sebelumnya yang berlangsung selama 20 jam. Namun, Jokdri tidak ditahan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono berdalih, salah satu alasan polisi tidak menahan Jokdri karena ancaman hukumannya tidak sampai 5 tahun penjara. "Karena ancaman hukumannya hanya dua tahun penjara, jadi belum ada penahahan," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (28/2/2019).

Baca juga : Menyesal & Minta Maaf, Andi Arief Banjir Kata-kata Mutiara

Jokdri merupakan tersangka aktor intelektual perusakan barang bukti kasus pengaturan skor di Kantor Komdis PSSI, Jakarta, Jumat (1/1/2019). Jokdri dijerat tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan/atau memasuki dengan cara membongkar, merusak atau menghancurkan barang bukti yang telah dipasang garis polisi oleh penguasa umum. Hal itu dimuat dalam Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 265 KUHP dan/atau Pasal 233 KUHP. [WUR]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :