Dark/Light Mode

Evaluasi Libur Panjang Oktober

Belanja Konsumen Susut, Kasus Covid-19 Melonjak

Minggu, 29 November 2020 08:34 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Instagram/smindrawati)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Instagram/smindrawati)

RM.id  Rakyat Merdeka - Pemerintah memastikan kebijakan pengurangan waktu libur pada cuti bersama telah mempertimbangan berbagai aspek. Salah satunya evaluasi libur panjang akhir Oktober lalu. Hasilnya menyebutkan momen itu tidak memberikan dalam signifikan terhadap peningkatan daya beli.

Pengurangan libur dilakukan untuk mencegah melonjaknya kasus Covid-19. Namun banyak kalangan khawatir, pengurangan itu menghambat laju perekonomian. Sebab, biasanya pada momen itu, belanja masyarakat mengalami kenaikan. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memastikan, keputusan Presiden Jokowi sudah melihat dari berbagai aspek, baik ekonomi maupun kesehatan. 

“Memang tidak bisa dipisahkan Covid-19 dengan ekonomi. Kalau terjadi kegiatan yang menyebabkan penyebaran virus lebih tinggi pasti pengaruh dampak ke pemulihan ekonomi juga,” kata Ani-sapaan akrab Sri Mulyani, baru-baru ini. 

Baca juga : Awas, Libur Panjang Akhir Tahun Bisa Dongkrak Kasus Positif Covid Hingga 3 Kali Lipat

Ani menuturkan, untuk memastikan kinerja ekonomi tetap berjalan baik, pemerintah akan mengambil sejumlah langkah. Kebijakan akan bersandar bersandar pada bagaimana kegiatan ekonomi bisa berjalan tanpa memperburuk penyebaran Covid-19. 

Menkeu menjelaskan, kebijakan diambil Presiden Jokowi mengurangi cuti bersama dan pengganti libur Idul Fitri mengacu pada data bulan Oktober 2020. Dipaparkannya, saat libur panjang Oktober lalu, mobilitas masyarakat memang tinggi. Tapi sayang, tidak menimbulkan belanja. Dan, dari sektor kesehatan, kasus Covid 19 mengalami kenaikan. 

“Berarti ini harus hati-hati melihatnya. Jadi acuan kita, kenapa saat liburan, belanja masyarakat malah turun dan Covid-19 jadi naik,” terang Ani. 

Baca juga : Kelurahan Tebet Barat Catat Kasus Covid-19 Tertinggi Di Jakarta

Selain itu, lanjut Ani, pengurangan libur untuk memastikan kinerja ekonomi tetap produktif. Sebab, jika libur panjang tetap dilakukan pada Desember 2020, maka jumlah hari kerja hanya 16 hari. Itu jauh lebih sedikit bila dibandingkan Desember tahun lalu yang jumlahnya 20 hari. Lamanya libur panjang dikhawatirkan mempengaruhi konsumsi listrik sektor produksi. Konsumsi listrik sektor industri pada Oktober 2020 minus 8,1 persen secara tahunan. 

“Saat konsumsi listrik di bidang industri, bisnis dan manufaktur turun, dampaknya langsung pada kegiatan ekonomi. Akhirnya, sektor produksi turun, di sektor konsumsi tidak ada pick up,” tegas Ani. 

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan, masa libur cuti bersama Desember 2020 memiliki durasi lebih panjang sampai sembilan hari. Jika libur tidak dikurangi bisa mengerek kasus Corona. “Kondisi ini berpotensi memicu lonjakan kasus Covid-19 hingga dua, bahkan tiga kali lipat dari masa libur panjang sebelumnya,” kata Wiku. 

Baca juga : Kemenparekaf, Ayo Siapkan Destinasi Wisata Baru Dong

Peningkatan jumlah kasus Covid-19, lanjut Wiku, pernah terjadi saat libur panjang HUT Kemerdekaan RI pada 20 sampai 23 Agustus 2020 lalu. Terjadi peningkatan sebesar 58 sampai 118 persen pada pekan 1-3 September 2020. Kemudian pada libur cuti bersama pada 28 Oktober sampai 1 November 2020, berdampak pada peningkatan kasus positif sebesar 17-22 persen pada 8-22 November 2020. [NOV]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.