Dark/Light Mode

Luh Anik Mayani, Direktur SEAMEO QITEP In Language

Perempuan Dan Pendefinisian KBBI

Selasa, 16 Februari 2021 14:39 WIB
Musisi Asteriska menolak definisi perempuan dalam KBBI. (Foto: Instagram/asteriska_)
Musisi Asteriska menolak definisi perempuan dalam KBBI. (Foto: Instagram/asteriska_)

RM.id  Rakyat Merdeka - Perbincangan kata perempuan kembali merebak setelah sebelumnya, yaitu pada 2018 aktivis perempuan memprotes pendefinisian dan kata turunan perempuan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI, kata perempuan mengacu pada tiga makna: (1) ‘orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui; wanita; (2) ‘istri; bini’; dan (3) ‘betina (khusus hewan)’.

Bagi pekamus (seperti termuat dalam artikel “Tanggapan atas Kritik terhadap Entri Perempuan di KBBI” dalam laman Badan Bahasa), pendefinisian mengikuti pola tertentu, seperti pola genus Proximus + diferentia specifica yang lazim digunakan dalam pendefinisian nomina, verba, dan adjektiva. Dalam hal ini, definisi ‘orang (manusia)’ merupakan genus, sedangkan definisi ‘mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui’ menjadi ciri spesifiknya. 

Baca juga : Pemerintah Siapkan Rusun 5 Lantai Untuk Pemulung Dan Pengemis

Definisi tersebut tentu mengacu pada ketentuan biologis atau “kodrat” yang dibebankan kepada makhluk yang berjenis kelamin perempuan. Akan tetapi, karena tidak semua orang yang berjenis kelamin perempuan dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui anak seperti dalam pemaknaan KBBI, definisi itu menjadi sangat memberatkan bagi perempuan yang tidak dapat atau memilih untuk tidak mengemban tugas alamiah atau kodrat tersebut. Jika memang suatu kata didefinisikan berdasarkan ciri spesifik yang dimilikinya, tentu definisi ‘dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui anak’ dapat lebih dinetralkan menjadi ‘orang (manusia) yang memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, dan mempunyai alat menyusui’.

Lebih lanjut, perbincangan tentang kata perempuan akan selalu berulang jika definisi kata tersebut dipertahankan pada satu konsep saja, yaitu konsep seks (jenis kelamin). Padahal, pada sisi lain, kata perempuan juga mengacu pada konsep gender. Mengacu pada Fakih, Mansour (2016), konsep gender mengacu pada sifat yang melekat pada kaum perempuan atau laki-laki yang dikonstruksi secara sosial ataupun kultural. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, emosional, dan keibuan; laki-laki dianggap kuat, rasional, dan perkasa. Berbeda dengan jenis kelamin yang ciri-cirinya tidak dapat dipertukarkan, ciri dan sifat gender dapat dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang lemah lembut, emosional, dan keibuan; ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Ciri jenis kelamin bersifat tetap, sedangkan ciri gender dapat berubah dari waktu ke waktu, dari satu tempat ke tempat lain, atau dari suatu kelas ke kelas lain.

Baca juga : Pesantren Jangan Ditinggal Sendirian

Kembali ke KBBI, jika kata perempuan hanya didefinisikan berdasarkan ciri jenis kelamin, kata laki-laki didefinisikan dengan lebih luas (berdasarkan ciri jenis kelamin dan ciri gender (sifat)). Selain didefinisikan sebagai (1) ‘orang (manusia) yang mempunyai zakar, kalau dewasa akan mempunyai jakun dan adakalanya berkumis’ dan (2) ‘jantan (untuk hewan)’, laki-laki juga dimaknai sebagai ‘orang yang mempunyai keberanian; pemberani’. Dalam hal ini, sebagai perekam kosakata yang dipakai oleh masyarakat, KBBI tidak menerapkan kaidah yang sama dalam mendefinisikan kata perempuan dan laki-laki. Jika gender laki-laki bersifat umum pemberani, bukankah lemah lembut dan keibuan merupakan sifat umum yang dapat menjadi ciri gender perempuan?

Protes lain juga menghujani gabungan kata pada entri perempuan, antara lain, perempuan geladak, perempuan jalang, dan perempuan simpanan. Pemunculan kata-kata tersebut tentu tidak bisa dikendalikan oleh pekamus yang hanya bertugas untuk menginventarisasi kata dan ungkapan yang dipakai oleh masyarakat. Pemunculan ungkapan-ungkapan tersebut harus dipandang sebagai bentuk ketidakadilan gender (gender inequalities) yang telah memarginalisasi perempuan.

Baca juga : P3Migas Apresiasi dan Dukung Pertamina dalam Pendistribusian BBM dan Gas

Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang telah mengakar ke dalam keyakinan masyarakat dan tersosialisasi secara mantap sehingga laki-laki dan perempuan pada akhirnya terbiasa dan akhirnya memercayai bahwa peran gender tersebut seolah-olah merupakan kodrat. Keyakinan yang akhirnya menciptakan suatu struktur ketidakadilan gender yang diterima dan tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang salah.

Kamus memang tidak berfungsi sebagai pendidik moral (mengutip Holy Adib, Esais Bahasa, Padangkita.com, 7/2/2021). Tetapi, sebagai salah satu sumber belajar, hendaknya KBBI dapat mengambil ungkapan-ungkapan positif tentang perempuan sebagai salah satu cara untuk membangun kesadaran kritis dan pendidikan umum masyarakat guna menghentikan berbagai bentuk ketidakadilan gender. Toh, jika kita berselancar di internet, ungkapan perempuan bijak, perempuan tangguh, atau perempuan cantik dengan mudah kita dapatkan.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.