Dark/Light Mode

Borok KPK Dibongkar Pegawainya

OTT Sering Bocor, Saksi Dimanjakan

Kamis, 11 April 2019 05:27 WIB
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan malaikat. Pastilah bisa melakukan kesalahan dan kekhilafan. Kalimat yang pernah dilontarkan Abraham Samad saat menjabat Ketua KPK itu, kini dikuatkan para pegawai KPK.

Para pegawai KPK membuat petisi, yang isinya membuka semua borok KPK. Petisi yang ditandatangani 114 penyidik dan penyelidik KPK itu diberi judul "Hentikan Segala Bentuk Upaya Menghambat Penanganan Kasus".

Petisi diawali dengan mengingatkan bahwa KPK lahir dari rahim reformasi, yang menginginkan adanya institusi penegak hukum yang merdeka dan terlepas dari kepentingan apa pun. Kecuali, demi tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia.

Ini termaktub dalam Pasal 3 UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Begitu tulisan di petisi itu.

Namun, kurang lebih satu tahun ke belakang, jajaran di Kedeputian Penindakan KPK mengalami kebuntuan mengurai dan mengembangkan perkara, sampai dengan ke level pejabat yang lebih tinggi alias big fish. Juga, ke level kejahatan korporasi serta ke level tindak pidana pencucian uang.

Baca juga : Hore, KA Bandara Siap Beroperasi Di Stasiun Manggarai

Dibeberkanlah 5 poin yang disebut menjadi penyebab terhambatnya penanganan perkara itu. Pertama, ada penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas. :Cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan, sampai dengan perkara pokoknya selesai," tulis para penyidik dan penyelidik itu.

Hal tersebut berpotensi menutup kesempatan untuk melakukan pengembangan perkara, ke tahapan level pejabat yang lebih tinggi. Hanya terlokalisir pada level tersangka atau jabatan tertentu saja.

Kedua, tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup. Indikasinya, dalam beberapa bulan belakangan, hampir seluruh Satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan operasi tangkap tangan alias OTT.

Kebocoran ini tidak hanya berefek pada munculnya ketidakpercayaan atau distrust di antara sesama pegawai, maupun antar pegawai dengan struktural dan atau pimpinan. Hal ini juga dapat mengakibatkan tingginya potensi risiko keselamatan, yang dihadapi oleh personil yang sedang bertugas di lapangan.

Ketiga, para penyidik dan penyelidik mengeluhkan tidak disetujuinya pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu, ataupun golongan tertentu. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat bekerja secara optimal, dalam mengumpulkan alat bukti.

Baca juga : Menag : Mari Kita Tunjukkan Indonesia Yang Damai Dan Rukun

Selain itu, penyidik dan penyelidik KPK juga mengungkapkan adanya perlakuan khusus terhadap saksi. Mereka memberi contoh, beberapa waktu lalu, ada perlakuan istimewa kepada saksi yang bisa masuk ke dalam ruang pemeriksaan melalui pintu basement, melalui lift pegawai dan melalui akses pintu masuk pegawai di lantai 2 Gedung KPK.

"Mereka masuk tanpa melewati lobby tamu di lantai 1 dan pendaftaran saksi, sebagaimana prosedur yang seharusnya," ungkap para penyidik dan penyelidik, dalam surat petisi tersebut.

Keempat, penyidik dan penyelidik mengeluhkan pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu, yang seringkal tidak diizinkan tanpa alasan objektif. Penyidik dan penyelidik merasakan, kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit. Bahkan hampir tidak ada.

Selain itu, pencekalan terhadap orang yang dirasakan perlu, tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas. Hal ini tentunya  dapat menimbulkan berbagai prasangka.

Kelima, adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat. Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan, tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak Pengawas Internal.

Baca juga : Jokowi Sangat Berani Koreksi Kebijakan Hutan

Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya. Di satu sisi, kode etik menjadi sangat perkasa sekali. Sedangkan di sisi lain, bisa menjadi sangat senyap dan berjalan lamban.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menyebut keluhan, saran, atau masukan yang disampaikan pegawai KPK pada pimpinan merupakan bagian dari dinamika internal, yang akan diselesaikan secara internal sesuai mekanisme yang ada. Petisi itu sudah sampai ke pimpinan. Para pimpinan akan mengagendakan pertemuan dengan para pegawai dalam waktu dekat.

"Jadi, kalau ada masukan atau ada kendala yang terjadi di level, katakanlah di level teknis dalam proses penanganan perkara atau pelaksanaan tugas, maka pimpinan akan mendengarkan hal tersebut," papar Febri di Gedung KPK, Rabu (10/4) malam.

Menurut Febri, KPK mengenal konsep komunikasi yang egaliter sehingga hal-hal seperti ini, dinamika seperti ini sangat mungkin bisa terjadi. Dia juga berharap, apa yang terjadi saat ini tidak disalahgunakan atau dimanfaatkan pihak tertentu yang terkait dengan perkara yang ditangani KPK.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif membenarkan, pihaknya segera menemui pegawai KPK terkait petisi itu. "Pimpinan akan menjadwalkan pertemuan dengan pegawai yang membuat petisi," ujarnya, Rabu (10/4). [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.