Dark/Light Mode

Tes Wawasan Kebangsaan Penyidik KPK

NU-Muhammadiyah Kompak Menyerang

Senin, 10 Mei 2021 07:27 WIB
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu`ti. (Foto: Istimewa)
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu`ti. (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Polemik materi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) terus menjadi sorotan publik. Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, turut angkat bicara. Keduanya pun kompak menyerang KPK.

Dari NU, yang bicara Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU Rumadi Ahmad. Dia menyebut, TWK yang diperuntukkan kepada 1.351 pegawai KPK itu, cacat etik moral. Sebab, pertanyaannya aneh-aneh, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar HAM.

Rumadi lalu membeberkan beberapa soal aneh itu. Seperti, mengapa belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau nggak jadi istri kedua? Kalau pacaran ngapain aja? Kenapa anaknya sekolah di SDIT? Kalau shalat pakai qunut nggak? Islamnya Islam apa? Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama?

Baca juga : Firli Sudah Siap Dicaci Maki

"Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah kepada ranah personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28 G Ayat (1) UUD 1945," tegasnya.

Dari cerita-cerita pegawai KPK, ia melihat, cara, materi dan waktu wawancara yang berbeda mirip screening atau Penelitian Khusus (Litsus) untuk menyaring orang-orang yang bebas dari paham PKI di era Orde Baru. Jadi, sama sekali tidak terkait wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, apalagi kompetensi pemberantasan korupsi.

Atas hal ini, dia meminta Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengusut tes TWK penyidik KPK ini. "Saya meminta kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan TWK terhadap 1.351 pegawai KPK," ucapnya.

Baca juga : Sedikit Saja Lengah, Corona Bakal Mudah Cepat Menyebar

Dari Muhammadiyah, serangannya lebih keras. Salah satu yang disorot adalah pertanyaan 'bersedia lepas jilbab'. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti menilai, pertanyaan itu bertentangan dengan HAM.

"Saya sangat menyayangkan kalau memang benar ada pertanyaan yang terkait dengan kesediaan melepas jilbab. Itu merupakan pertanyaan yang bertentangan dengan hak asasi dan ranah kehidupan pribadi," tegasnya.

Guru besar UIN Jakarta ini menegaskan, pertanyaan itu tidak ada hubungannya dengan wawasan kebangsaan. Baginya, pertanyaan itu justru berpotensi memecah belah bangsa. "Pertanyaan itu tendensius dan justru berpotensi memecah belah bangsa," tegasnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.