Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

KPK Terus Pelajari Dokumen Kapal Pengadaaan Bea Cukai dan KKP

Kamis, 23 Mei 2019 09:43 WIB
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)
Juru Bicara KPK Febri Diansyah (Foto: Tedy O Kroen/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelaah dokumen-dokumen terkait pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Penyidik komisi pimpinan Agus Rahardjo cs itu masih merangkai konstruksi hukum dari praktek korupsi di dua institusi tersebut. "Kami terus mempelajari berbagai dokumen yang sudah didapatkan dalam proses penggeledahan di sekitar lima lokasi minggu lalu," ungkap juru bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (22/5) malam.

Selain mempelajari dokumen, kata Febri, penyidik juga segera mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi, khususnya para tersangka. Pemanggilan pihak terkait kemungkinan dilakukan dalam waktu dekat.

"Pemeriksaan saksi atau tersangka juga segera akan dilakukan, sesuai kebutuhan penyidik," tegas Febri.

Baca juga : FKPPI Wajib Perkuat Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu adalah Direktur Utama PT Daya Radar Utama (PT DRU) Amir Gunawan, pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai Istadi Prahastanto, Ketua Panitia Lelang Heru Sumarwanto, dan Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan Aris Rustandi.

Istadi, Amir, dan Heru diduga melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum. Mulai dari proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp 1,12 triliun tersebut.

Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di dalam kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.

Selama proses pengadaan, Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 117.736.941.127.

Baca juga : Anies Terus Tingkatkan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Pemprov DKI Jakarta

Pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD 58.307.789.

Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD 58.307.788 atau setara Rp 744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp 446.267.570.055.

Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.

Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, mark up volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain.

Baca juga : Penumpang Kapal Pelni pada Mudik Lebaran 2019 Diprediksi Capai 625 Ribu

Kerugian negara dari kasus ini, diperkirakan mencapai Rp61.540.127.782.

Dalam perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan, dalam perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. [OKT]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.