Dark/Light Mode

Tak Cukup, Diet Sedotan dan Kresek

Jumat, 20 September 2019 05:06 WIB
Ngopi - Tak Cukup, Diet Sedotan dan Kresek
Catatan :
UJANG SUNDA

RM.id  Rakyat Merdeka - Sejak tahun lalu, ramai anjuran diet sedotan plastik. Bahkan, ada gerakan #nostrawmovement yang telah mendunia. Atas gerakan ini, banyak gerai makanan siap saji tak lagi menyediakan sedotan plastik. Sebagian lagi masih menyediakan, tapi membatasi. 

Jauh sebelum ini, sudah ada gerakan diet kantong kresek. Pemerintah kita sudah berkali-kali berusaha membatasi pemakaian kantong kresek ini. Salah satu caranya, penerapan aturan kantong plastik berbayar bagi yang berbelanja di supermaket dan minimarket. 

Diet seperti ini bisa dipahami. Sebab, sampah plastik yang dihasilkan masyarakat kita sudah sangat banyak. Sudah begitu, sampah tersebut dibuang sembarangan. Sebagian menyumbat sungai. Beberapa pekan lalu, kita dihebohkan berita ada sungai di Bekasi yang penuh dengan sampah plastik. Sebagian lagi sampah plastik itu hanyut ke laut. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, sempat menyebut, kalau kondisi ini dibiarkan, pada 2030, sampah plastik di laut akan lebih banyak dibanding ikan.

Baca juga : Baik Buruk, Dulu Sekarang

Kondisi ini tidak hanya menimpa Indonesia. Dunia juga sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jenna R Jambeck dari University of Georgia, pada 2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut.

Meski bukan aktivis lingkungan, saya turut mendukung dua diet tadi. Terutama untuk diet kresek. Saat berbelanja, baik di supermaket, minimarket, maupun warung kecil, saya berusaha mengurangi penggunaan kresek. Jika belanjanya sedikit, saya sering menolak kresek yang diberikan. Walau kadang memang agak kesusahan sendiri. Kalau pun harus pakai, saya berusaha mengumpulkan kresek itu untuk digunakan kembali. Saya yakin, banyak dari kita juga sudah melakukan hal serupa.

Seorang rekan kerja saya di kantor, yang punya usaha sambilan jualan kopi, turut melakukan diet tersebut. Kini, dia tidak lagi menggunakan sedotan plastik. Kedainya sudah pakai sedotan besi. Yang bisa dipakai berulang-ulang. “Ini sedotan,” kata dia, saat menunjukkan sedotan besi tersebut di tengah obrolan kami di sela waktu kerja. “Oh. Bagus,” jawab saya. 

Baca juga : Tok, Cukai Rokok Tahun Depan Naik 23 Persen

Namun, jika dipikir-pikir, dua diet tersebut belumlah cukup. Sebab, penyumbang terbesar sampah plastik kita bukanlah sedotan dan kantong kresek. Tapi plastik pembungkus.

Coba perhatikan, semua barang yang diperjualbelikan menggunakan pembungkus plastik. Mulai dari makanan kecil, alat-alat rumah tangga, furniture, perlengkapan kantor, ponsel, komputer, sepeda motor, sampai mobil pun ada pembungkus plastiknya. Untuk makanan kecil, bahkan banyak yang menggunakan plastik dengan bahan tebal. Merujuk ke pernyataan Menteri Susi, plastik seperti ini baru bisa terurai dalam 400 tahun. 

Jika plastik pembungkus itu tidak diganti, sepertinya diet sedotan dan kresek tidak akan membantu banyak memulihkan lingkungan kita. Semoga saja pemerintah kita dan negara-negara lain dunia bisa memenukan solusi untuk menggantikan plastik pembungkus tadi. Agar bumi ini tidak penuh dengan plastik. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.