Dark/Light Mode

Bekas Caleg, Nggak Mau Di Tempat Kami

Senin, 22 April 2019 10:37 WIB
Ngopi - Bekas Caleg, Nggak Mau Di Tempat Kami
Catatan :
Redaktur

RM.id  Rakyat Merdeka - Ada 430 pasien penderita gangguan mental di Yayasan Galuh, Rawa Lumbu, Bekasi. Latar belakangnya beragam. Ada yang titipan dari keluarga. Lebih banyak titipan dari Dinas Sosial.

Dari jumlah tersebut, kadar kejiwaannya pun beda-beda. Ada yang sudah mendekati waras. Kalau yang seperti ini, umumnya sudah bisa diajak ngobrol. Saat 17 April kemarin, mereka terdaftar sebagai pemilih. Saya pun sudah menjajal langsung saat datang ke sini. 

Ada juga yang kategori sedang. Mengenalinya paling mudah dari emosinya yang tidak stabil. Kadang marah, kadang diam. Kadang tertawa, terkadang nangis. Diajak ngobrol, kadang nyambung kadang nggak. 

Sedangkan yang ketiga, penderita dengan gangguan jiwa berat. Pasien ini umumnya sudah mengalami gangguan jiwa di atas 5 tahun. Tak jarang penderita seperti ini bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain. 

Baca juga : Udah..Udah, Nggak Usah Ribut Terus

Saya mendapat info ini dari Jajat Sudrajat, Kepala Perawat sekaligus cucu pendiri Yayasan Galuh. Orangnya asyik di ajak ngobrol. Suka humor dengan logat Betawinya yang kental. “Kalau di sini, mereka kita pisahkan di bansal khusus. Bisa disebut karantina. Karena tidak berbaur dengan pasien lain. Makan dan minum pun di dalam Bansal,” jelas Jajat. 

Sekadar info, Yayasan Galuh ini dibangun sejak tahun 1984. Pendirinya bernama Gendu Mulatif, seorang veteran era Kemerdekaan Republik Indonesia. Galuh ingin mengobati penderita gangguan jiwa yang banyak terlantar di jalanan. 

Seiring waktu berjalan, yayasan ini mulai dikenal. Bangunannya sudah tidak seperti dulu. Banyak donatur yang menyumbang. Fasilitasnya kini sudah lengkap. Ada ruangan kantor dan mess untuk perawat dan staf. Aula yang bisa dijadikan ruang makan. Juga sebuah bangunan besar dengan teralis besi untuk menampung warga binaan. 

Di Yayasan Galuh, penderita gangguan jiwa punya beberapa kegiatan rutin, selain pengobatan. Jam 6 pagi, mereka ikut senam. Lalu sarapan dan mandi. 

Baca juga : Monte Carlo Masters, Nadal Tembus Perempat Final

Sore hari ada kegiatan lagi. Senam, mandi dan ikut keterampilan. Semua pasien diwajibkan sudah tidur sebelum jam 10 malam. Ada yang di bansal. Ada juga yang tidur di aula. Pihak yayasan tidak melarangnya. 

Meskipun fasilitas sudah lengkap. Ternyata Yayasan Galuh ini tidak pernah menerima pasien dari kalangan politisi. Baik itu yang kalah di pemilu legislatif maupun pilkada. Padahal pihak yayasan terbuka bagi siapa pun yang mau berobat. 

“Mungkin mereka gengsi kali ya. Maklum di sini mayoritas pasien titipan Dinsos. Hasil penertiban orang gangguan jiwa yang ada di jalan. Tidak diurus, berkeliaran makanya dibawa ke sini,” kata Jajat. 

Jajat mengaku tidak bisa berandai-andai apakah tahun ini, Yayasan Galuh bakal dititipi pasien dari eks caleg. Kalau pun ada, pihaknya tidak akan membeka-bedakan. Sebab, kalau sudah datang ke sini, statusnya tetap sama. Pasien dengan gangguan kejiwaannya. 

Baca juga : Keukeuh Nggak Salah, Idrus Minta Dibebaskan

“Namanya gangguan jiwa, masa dibeda-bedakan. Kita nggak punya kamar khusus. Kalau di RSJ (rumah sakit jiwa) mungkin ada. Makanya saya dengar bekas caleg yang stres memilih ke RSJ ketimbang panti seperti kami,” kata Jajat sambil tertawa.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.