Dark/Light Mode

Rapat Komisi III DPR-Kemenkumham Soal RUU KUHP

Sudirta Beberkan Urgensi Pengesahan RUU KUHP

Rabu, 9 November 2022 17:22 WIB
Rapat Komisi III DPR-Kemenkumham Soal RUU KUHP Sudirta Beberkan Urgensi Pengesahan RUU KUHP

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) I Wayan Sudirta mengingatkan urgensi pengesahan RUU KUHP, saat rapat Komisi III DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Selasa (9/11).

"RUU inisiatif pemerintah ini telah Prolegnas dan RUU Prioritas di tahun 2022. Mengawali pandangan saya ini, saya ingin memaparkan sedikit terkait dengan RUU KUHP yang juga merupakan “RUU operan” atau carry over dari Periode DPR 2014-2019 dan telah bergulir sejak lama dan melibatkan para ahli hukum pidana," ujarnya. 

Para perancang asli naskah RUU KUHP ini bahkan sudah banyak yang telah tiada dan meninggalkan legacy yakni hasil pemikiran, kajian, dan penelitian terhadap perkembangan hukum pidana nasional.

Sudirta menjelaskan, sedikit banyak mengikuti perkembangan RUU KUHP ini, yang pada tahun 2012, untuk pertama kalinya diserahkan Pemerintah kepada DPR bersama dengan RUU KUHAP.

Namun pada periode tersebut, kedua RUU tidak dapat terselesaikan. Selanjutnya, agenda untuk mereformasi Hukum Pidana Nasional ini terus berjalan dan kebijakannya pada saat itu adalah memprioritaskan penyelesaian pembahasan hukum pidana materiil sebelum mereformasi hukum pidana formil.

Baca juga : Erick: Kinerja BUMN Tetap Tumbuh Di Tengah Pandemi

Maka dimulai secara khusus pada tahun 2015, pembahasan RUU KUHP dimulai di Komisi III DPR RI bersama Pemerintah.

Dari seluruh data dan agenda, Sudirta melihat bahwa pembahasan RUU KUHP pada periode 2014-2019 dilakukan secara serius, terus menerus, dan intens; artinya dilakukan dengan komitmen penuh dan melibatkan seluruh pihak dengan satu tujuan yang sama.

Yakni, untuk dapat melahirkan RUU KUHP yang berkualitas, progresif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam proses yang ada, ia juga telah melihat bahwa RUU KUHP sudah melibatkan banyak ahli hukum pidana, aparat penegak hukum dan peradilan, pihak masyarakat, maupun seluruh perwakilan dan ahli di bidang lainnya.

Termasuk Proofreader (yang dalam hal ini melakukan analisa gramatikal terhadap naskah RUU KUHP, khususnya pada bahasa teknis hukum).

Namun pada penghujung pengesahannya di tahun 2019, banyak pihak yang kemudian mempertanyakan dan memperdebatkan beberapa isi pasal yang dianggap “krusial” sehingga pengesahannya ditunda dan diputuskan untuk disahkan di DPR Periode 2019-2024.

Baca juga : Kemenkumham Terima Berkas Permohonan Pengesahan PPP Versi Mardiono

"Pemerintah dalam hal ini telah berkomitmen untuk melakukan sosialisasi dan melibatkan sebanyak mungkin pihak terkait sehingga masyarakat dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang bermakna sebagaimana perkembangan dalam Putusan MK," beber Sudirta. 

Pada tahun 2022 ini, Pemerintah telah melaporkan hasil sosialisasi ke berbagai daerah (14 daerah) dan masukan dari berbagai pihak, kemudian menyerahkan draf hasil perubahan dan reformulasi terhadap RUU KUHP ini, terakhir pada 9 November 2022.

Dalam rapat dengan Menteri Hukum dan HAM itu, Sudirta menyampaikan beberapa pandangan terkait urgensi pengesahan RUU KUHP tersebut.

"Setelah mempelajari dan melihat berbagai data dan informasi yang saya dapatkan dari pembahasan RUU KUHP yang lalu, saya mengapresiasi pemerintah dan DPR yang telah berupaya untuk melakukan pembahasan yang sangat komprehensif terhadap RUU KUHP dengan mengutamakan kepentingan nasional, yakni kepentingan untuk mereformasi hukum pidana nasional yang komprehensif dan berdaya tahan untuk jangka panjang," bebernya. 

Di antaranya, urgensi pengesahan RUU KUHP ini adalah untuk menggantikan KUHP peninggalan Pemerintah Kolonial Belanda dan sebagai salah satu upaya untuk mendukung pembangunan hukum nasional.

Baca juga : Kapolri Beberkan Kronologi Kasus Pembunuhan Brigadir J Dan Upaya Rekayasa Sambo

RUU KUHP dirancang untuk membaharui hukum pidana materiil yang mengandung misi rekodifikasi hukum pidana yang kini telah berkembang di seluruh peraturan perundang-undangan sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat melalui sistem Rekodifikasi Terbuka.

Artinya mengatur ketentuan pidana secara umum sebagai “ketentuan umum” (lex generali), yakni sebagai pedoman utama pengaturan pidana di Indonesia (the limiting principles) terhadap seluruh UU di luar KUHP.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.