Dark/Light Mode

Perlindungan Dari Penghilangan Paksa

Lembaga Pengadilan HAM Kudu Diperkuat

Kamis, 22 Juni 2023 07:45 WIB
Wakil Ketua Komisi I DPR Teuku Riefky Harsya. (Foto: Dok. DPR RI)
Wakil Ketua Komisi I DPR Teuku Riefky Harsya. (Foto: Dok. DPR RI)

RM.id  Rakyat Merdeka - Komisi I DPR tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Salah satu yang mengemuka adalah Pengadilan HAM dalam upaya memberikan perlindungan secara cepat, sederhana, dan segera bisa dirasakan para korban.

Wakil Ketua Komisi I DPR Teuku Riefky Harsya menuturkan, Konvensi Internasio­nal untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa ini telah disepakati sejak 2010. Syarat kecukupan negara untuk ratifikasi konvensi ini sudah tercukupi. Dari total 98 negara yang ikut menandatangani konvensi tersebut, minimal sudah ada 32 negara yang telah mera­tifikasi konvensi ini ke dalam peraturan perundang-undangan di negaranya.

“Sebetulnya penandatangannya juga termasuk Indonesia, tapi yang meratifikasi baru 59 negara. Jadi sebenarnya secara prinsip sih tidak ada alasan tidak meratifikasi,” kata Riefki dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar di Gedung Parlemen, Jakarta, kemarin.

Baca juga : Peduli Anak, Wapres Dukung Penguatan Kelembagaan KPAI

Pengesahan RUU ini menjadi Undang-Undang (UU), jelas dia, tetap harus mendapat per­setujuan DPR bersama Peme­rintah. Adapun agenda RDPU bersama para pakar ini adalah salah satu proses mekanisme yang harus dipenuhi dalam pengesahan UU.

Adapun para pakar yang hadir dalam RDPU ini antara lain, Dosen Pasca Sarjana Kajian Teroris Universitas Indonesia (UI) Imdadun Rahmat, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Rizky Argama, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani, dan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani. “Memang tahapan masih RDPU. Setelah itu raker dengan Pemerintah untuk pengambilan keputusan,” tambah dia.

Sementara itu, Dosen Kajian Teroris UI Imdadun Rahmat menjelaskan kaitan Penghi­langan Orang Secara Paksa (POSP) dengan kejahatan ­te­rorisme dan perlindungan HAM. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 33 ayat 2 menyatakan ‘Se­tiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa’.

Baca juga : Perpustakaan Kini Jadi Pusat Kegiatan Masyarakat Untuk Tingkatkan Kompetensi

Baginya, ayat ini mendefinisikan POSP sebagai tindakan yang dilakukan oleh siapa pun yang dapat menyebabkan seseorang tidak diketahui keadaan atau keberadaannya.

“Ini jadi pintu masuk yang bisa menjadi titik tolak ratifikasi. Tentu ini dikaitkan dengan pentingnya kita memasukkan kejahatan tero­risme dalam aspek pemidanaan POSP,” katanya.

Imdadun menjelaskan, POSP ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. ­Undang-undang ini ­menyatakan bahwa tindakan POSP didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan secara sistematis dan meluas yang digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat berdasarkan penjelasan ayat 104 di ayat 1.

Baca juga : Asupan Gizi Langkah Utama Peningkatan Kesehatan

Oleh karenanya, POSP ini masuk sebagai pelanggaran HAM berat dalam kategori crime against humanity. Pelanggaran ini sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

Kemudian mengacu pada ‘Statuta Roma’ di pasal 7 ayat (1), jelasnya, juga mencantumkan bahwa POSP ini masuk se­bagai kategori pelanggaran HAM berat. Bahwa, setiap ­upaya penangkapan, penaha­nan, penye­kapan oleh aparatur negara atau dengan kewenangan persetujuan diam-diam dari suatu negara atau organisasi politik yang diikuti penolakan dan seterusnya.

“Statuta Roma ini ­menyebut dua aktor sekaligus, negara dan non negara yang disebut ­se­bagai organisasi politik. Ini bisa juga memasukkan POSP sebagai ­kejahatan terorisme,” ujarnya. â– 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.