Dark/Light Mode

Apresiasi Unair, BIN dan TNI

DPR Pertanyakan Sikap BPOM Soal Obat Covid-19

Jumat, 21 Agustus 2020 14:13 WIB
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty (Foto: Istimewa)
Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Anggota Komisi VI DPR Evita Nursanty mengapresiasi langkah Universitas Airlangga (Unair), TNI AD, dan BIN untuk terlibat dalam pembuatan obat Covid-19 sebagai alternatif untuk masyarakat. Sebab, obat tersebut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan angka kesembuhan Covid-19 di Indonesia.

“Saya ingin mengapresiasi inovasi dari Unair dan dukungan yang all out yang diberikan TNI dan BIN. Saya mendorong agar universitas lain juga melakukan hal yang sama. Karena bangsa ini sedang membutuhkan inovasi segera untuk membantu kita keluar dari krisis. Ayo kita berlomba-lomba untuk berkontribusi, bukan malah menunjukkan sikap negatif, ” kata Evita, di Jakarta, Jumat (21/8).

Baca juga : Gerindra: Covid-19 Jadi Panggung Kepala Daerah di Pilkada 2020

Hal itu disampaikan Evita terkait perdebatan yang terjadi terakhir ini atas izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Saat ini, BPOM belum memberikan izin ke obat Covid-19 buatan Unair dengan alasan uji klinisnya belum valid. Evita memuji pihak Unair yang menyatakan akan melakukan evaluasi dan menyempurnakan uji klinis.

“Kita hargai jiwa besar Unair, sekaligus menjadi kritik kepada BPOM bahwa mereka harus membuat standard atau perlakuan yang sama antara obat ini dengan obat yang lain yang sudah dikeluarkan izinnya. Jangan diskriminatif, jangan standard ganda,” sambung Evita.

Baca juga : Promosi Doktor IPB: Setjen DPR Perlu Terobosan untuk Wujudkan Parlemen Modern

Menurut politisi PDIP ini, selama ini ada banyak obat yang diberikan izin oleh BPOM. Termasuk obat flu atau obat batuk yang tidak jelas efektivitasnya, juga yang dari impor. Termasuk juga izin ke obat HerbaVid19, obat tradisional Covid19 yang didaftarkan PT Satgas Lawan Covid19 DPR, yang pabrik obat yang berlokasi di Jakarta Utara.

“Pertanyaanya, kenapa obat Covid dari Unair ini sulit sekali meskipun sudah melalui rangkaian uji dan terbukti kesembuhannya? Kenapa dia tidak bisa menjadi obat alternatif seperti ada banyak obat flu atau obat batuk yang beredar? Ingat, ini obat bukan vaksin lho,” ujar Evita, dan berharap jangan sampai terjadi persaingan bisnis dalam urusan ini.

Baca juga : Senayan Sayangkan Respons Kemendikbud Kurang Komprehensif

Evita menilai, obat dari Unair ini bisa menjadi alternatif baru untuk terapi Covid-19. Apalagi, sejauh ini, obat buatan Unair tersebut sudah melakukan uji klinis obat kombinasi sesuai protokol yang disetujui BPOM melalui Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK). Uji klinis obat kombinasi dilakukan terhadap 754 subjek. Jumlah ini melebihi target dari BPOM yang hanya 696 subyek.

Uji klinis fase 3 ini dilaksanakan pada 7 Juli-4 Agustus 2020 di RSUA, Dustira (Secapa AD), Pusat isolasi Rusunawa Lamongan, dan RS Polri Jakarta. Dikatakan, 85 persen sampel yang diujicobakan dengan obat tersebut sembuh berdasarkan hasil tes PCR. Proses penyembuhan disebut berlangsung mulai dari 1-3 hari. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.