Dark/Light Mode

Rapat Dengan Bos PT Freeport Indonesia

DPR Soroti Pembagian Dividen

Rabu, 9 Desember 2020 06:26 WIB
Wakil Ketua Komisi VII DPR Ramson Siagian. (Foto :Istimewa)
Wakil Ketua Komisi VII DPR Ramson Siagian. (Foto :Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua Komisi VII DPR Ramson Siagian menyentil Direktur Utama (Dirut) PT Freeport Indonesia (PTFI) Toni Wenas. Orang nomor satu di PTFI ini diharapkan tidak menjadi wayang yang dikendalikan dalang.

Persoalan wayang ini disampaikan Ramson ketika menyinggung persoalan fee dalam akuisisi 51 persen saham PTFI oleh pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Persero.

Menurutnya, dengan utang terstruktur yang jumlahnya mencapai ratusan juta dolar AS, tentu keputusan akuisisi tidak diputuskan oleh dua perusahaan begitu saja.

“Apalagi dengan prediksi-prediksi yang disampaikan semua bagus-bagus. Makanya saya tanya pimpinannya siapa? Karena bisa saja disampaikan ke Presiden muluk-muluk tapi mana tahu ada udang di balik batu,” kata Ramson dalam rapat kerja bersama jajaran direksi MIND.ID, PTFI, PT Aneka Tambang di Komisi VII DPR, Jakarta, kemarin.

Karena itu, persoalan fee hingga dividen yang masuk ke kas negara ini, tegas Ramson, harus menjadi perhatian pemerintah untuk dikejar. Jangan sampai karena kekeliruan dalam pengelolaan, negara mengalami kerugian besar.

“Ini semua kan ada argumentasinya, justifikasinya. Karena itu, kita ingin datanya lengkap, bukti-bukti harus ada sehingga opini yang tebentuk tidak dimainkan,” tegasnya.

Baca juga : Pengembangan Kawasan TOD Terkendala Pembebasan Lahan

Apa pun keputusan yang diambil, sambung politisi senior Gerindra ini, harus bertumpu pada kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.

Dia tidak ingin rakyat menanggung dampak dari keputusan yang keliru dalam mengelola sumber daya alam bangsa ini.

Termasuk rakyat di Papua yang sedari awal mengharapkan hasil terbaik dari sumber daya alam di wilayahnya.

“Rakyat Papua tidak mendapatkan hasil yang optimal. Ini kan kesalahan pengelolaan dan itu bisa lebih berbahaya daripada korupsi. Sebab, kesalahan pengelolaan bisa menyebabkan kerugian yang besar. Tapi lebih bahaya lagi kesalahan pengelolaan itu dimasukkan oleh misi-misi korupsi,” tegasnya.

Semua kesalahan pengelolaan dan korupsi sumber daya alam ini, lanjut Ramson, harus dihindari agar rakyat tidak menderita.

Sebab, bukan hal yang tabu lagi jika sumber daya alam milik bangsa ini dikelola asal-asalan. Termasuk sumber daya alam di PTFI yang bisa dibilang sangat luar biasa.

Baca juga : Usai Dapat Sinovac, Indonesia Incar Vaksin COVAX Tahun Depan

“Saya tahu Pak Dirut, Toni Wenas itu orang lama di Freeport. Tapi ini kan sudah digabung. Jangan bapak seperti wayang. Kebetulan saya dulu sering nonton wayang karena dapil saya Jawa Tengah, 20 tahun. Jadi bagaimana dalang, wayang, mainnya di situ bisa,” jelasnya.

Begitu pun potensi dividen yang digambarkan direksi sebagai penerimaan negara. Menurut Ramson, potensi dividen ini masih sebatas retorika. Retorika ini bisa menjadi pegangan asal ditopang dengan data yang kuat, basis teori yang jelas, termasuk basis hukumnya Masalah dividen ini, diyakini Ramson, diputuskan tidak secara perusahaan saja, tapi oleh individu-individu tertentu yang punya kekuasaan.

“Jadi disampaikan lengkap berapa pembagian dividennya.

Kan masih dari Bos Pak Toni Wenas yang di Amerika Serikat sana. PTFI -MIND.ID kan beda strukturnya. Sekarang PTFI wakili yang mana sekarang.

Dua-duanya kan. Orang sana tapi orang sini juga,” tambah dia.

Sementara, Toni Wenas menegaskan, posisinya memang secara garis besar mewakili dua kepentingan pemilik saham secara bersama-sama.

Baca juga : Resmi Dibuka, Akademi Digital Motorsport Indonesia Kejar Prestasi Balap di Dunia

“Saya mewakili McMoRan, juga ditunjuk oleh pemegang saham. Kalau di direksi PTFI memang ada dua orang direksi dari sana, empat direksi dari Indonesia,” katanya.

Sedangkan, Dirut MIND.ID Orias Petrus Moedak menjelaskan kronologis akuisisi saham dan potensi penerimaan negara dari akuisisi ini. Untuk pendanaan pembelian saham PTFI dilakukan dengan penerbitan obligasi global di November 2018 senilai 4 miliar dolar AS.

Rinciannya 3,I miliar dolar AS digunakan untuk pembayaran saham dan sisanya 150 juta dolar AS untuk membayar biaya transaksi dan kontribusi pengembangan underground PTFI untuk tahun 2019 hingga awal tahun 2020.

“Obligasi bersifat clean, dalam arti tidak ada aset atau saham yang digadaikan baik saham PT Inalum atau anak perusahaan. Jadi, obligasi ini dilakukan tanpa jaminan,” tegasnya. [KAL]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.