Dark/Light Mode

HNW Tolak Permendikbudristek Soal Kekerasan Seksual

Sabtu, 6 November 2021 11:43 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Ist)
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto: Ist)

RM.id  Rakyat Merdeka - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyesalkan keluarnya Peraturan Menteri Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Karena, Permen Nomor 30 Tahun 2021 itu dinilainya sarat dengan ketentuan yang tak sesuai dengan Pancasila, UUD-NRI Tahun 1945 serta peraturan perundangan di atasnya.

Penolakan terhadap Permendikbudristek, menurut Hidayat telah dilakukan masyarakat luas. Sebagaimana dinyatakan oleh 13 organisasi yang tergabung dalam Majelis Ormas Islam (MOI). Dari DPR, Fraksi PKS kata Hidayat, juga tegas menolak karena peraturan tersebut jauh dari nilai-nilai Pancasila yang memuliakan norma agama. Serta tidak memiliki landasan hukum yang spesifik.

"Apalagi, peraturan menyangkut  kekerasan seksual yang dirujuk oleh Permen itu justru sudah dibatalkan oleh DPR. Dan aturan yang sekarang masih dibahas di DPR sudah tidak relevan dengan prinsip yang dirujuk oleh Permen tersebut," ungkap Hidayat dalam keterangannya, Sabtu (6/11).

Hidayat mengingatkan, pembuatan aturan Menteri yang mengabaikan norma Agama, UUD NRI 1945 dan tidak sesuai dengan landasan hukum di atasnya, bukan pertama kali dilakukan. Mendikbudristek, bahkan sudah melakukan  beberapa kali kasus serupa.

Baca juga : Gus Halim: Porsi Penempatan Perempuan Indikator Keberhasilan SDGs Desa

"Saya dukung 13 Ormas Islam dan Fraksi PKS yang secara terbuka, argumentatif dan konstitusional menolak Permendikbud ini. Karena kekeliruan ini menambah daftar panjang aturan kontroversial yang dikeluarkan oleh Mendikbud. Selain peraturan tersebut yang harus segera ditarik dan direvisi, saya juga mendesak Presiden Jokowi untuk menegur Mas Menteri Nadiem agar kejadian serupa tak terus berulang," imbau Hidayat.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini menilai, secara eksplisit dan substantif peraturan menteri soal kekerasan seksual di Perguruan Tinggi itu jelas tidak menjadikan Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI 1945, dan UU Sistem Pendidikan Nasional sebagai spirit dasar pembentukannya. Hal itu terlihat dengan tidak dimasukkannya norma Agama dan tujuan dari pendidikan nasional yang diatur oleh UUD-NRI 1945. 

Yakni agar peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan Bangsa. Sangat jelas ketentuan-ketentuan dalam Permendikbud tersebut masih menggunakan paradigma kekerasan dan persetujuan dalam hal aktivitas seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Sehingga kata Hidayat, ketentuannya masih menghadirkan sanksi bila ada kekerasan dan bila tidak terjadi persetujuan. Karenanya bila dalam hal hubungan seksual tidak terjadi kekerasan dan terjadi persetujuan, maka itu bukan pelanggaran, sekalipun itu tidak sesuai dengan Pancasila, UUD-NRI 1945, serta bertentangan dengan norma agama, hukum dan norma ketimuran.

Baca juga : Pernyataan Menteri Lingkungan Inggris Soal Zero Deforestation Sesat

Padahal, ketentuan-ketentuan prinsip sudah mengalami koreksi dan perbaikan mendasar dengan konsisten merujuk ke Pancasila, UUD-NRI 1945 serta norma Agama. Itulah yang sekarang sedang dibahas di Baleg DPR.

"Kami dukung upaya Mendikbudristek  memberantas kekerasan dan kejahatan seksual di lingkungan kampus serta  lembaga pendidikan lainnya. Tapi harus sesuai dengan Pancasila, UUD-NRI 1945, dan norma agama serta norma kebudayaan yang berlaku," ingatnya.

Bukan justru mengabaikannya dan jadi terkesan permisif juga melegalkan praktik hubungan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi yang tak sesuai dengan norma agama, hukum, serta adat istiadat di Indonesia, dengan berlindung di balik budaya barat yaitu dalih persetujuan (suka sama suka) dan tanpa kekerasan.

Permen seperti itu, lanjutnya, seperti melegalkan praktik seks bebas, zina dan LGBT di kampus dengan dalih tidak adanya kekerasan dan hadirnya persetujuan dua pihak. Hal ini harusnya diwaspadai oleh Kemendibudristek, karena semakin meningginya praktik seks bebas/di luar pernikahan di antara remaja usia awal kuliah (18-20 tahun).

Baca juga : Sukses Di Baduy, Kemendikbud Ristek Gelar Vaksinasi Di Sukabumi

Sebagaimana temuan dari penelitian Reckitt Benckiser Indonesia (19/7/2019): 33 persen remaja usia 18-20 tahun di 5 kota besar di Indonesia sudah lakukan hubungan seks di luar pernikahan. Hal yang juga menjadi kekhawatiran 13 Ormas Islam yang terhimpun dalam Majelis Ormas Islam (MOI).
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.