Dark/Light Mode

Akademisi Muhammadiyah: Tuntutan 02 ke MK Invisible

Kamis, 30 Mei 2019 14:09 WIB
Capres 02 Prabowo Subianto (Foto: Istimewa)
Capres 02 Prabowo Subianto (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menganggap, tuntutan Capres-cawapres 02 Prabowo-Sandi terkait hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat invisible dan keluar dari konteks. Yang dituntut 02 tidak ada dalam kewenangan MK.

"BPN (Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi) mengajukan gugatan hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi dengan mengajukan tujuh tuntutan. Jika dicermati poin per poin, dari tuntutan tersebut ada yang invisible dan keluar dari konteks," kata Ahmad Atang seperti dikutip antaranews.com, Kamis (30/5).

Dalam gugatannya ke MK, 02 mengajukan tujuh tuntutan. Pertama, mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya. Kedua, menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU tentang Penetapan Hasil Pemilu 2019. Ketiga, menyatakan Capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Baca juga : Kader-kader Muhammadiyah Ini Dapat Jempol Kiai Maruf

Keempat, mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf dari Pemilu 2019, Kelima, mmenetapkan Prabowo-Sandi sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Keenam, memerintahkan KPU untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024. Ketujuh, memerintahkan KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang.

Menurut Ahmad, yang mesti dipahami adalah gugatan terkait sengketa Pemilu. Sengketa tesebut harusnya berhubungan perolehan suara. Yang disebut kecurangan adalah adanya penggelembungan suara karena adanya peralihan suara dari 02 ke paslon 01 yang dibuktikan dengan C1.

Oleh karena itu, kata Ahmad, kubu 02 harus bisa membuktikan skenario kecurangan yang dituduhkan. Jika hal ini yang dilakukan, MK berwenang menyidangkannya. Namun, yang diajukan BPN malah tidak menyentuh substansi sengketa Pemilu dan keluar dari konteks.

Baca juga : Industri Manufaktur Paling Banyak Tarik Investasi

"Jika dilihat pada poin kedua tuntutan, untuk mencabut keputusan KPU tentang penetapan hasil Pemilu dan Pilpres, itu keluar dari konteks. KArena keputusan KPU pada 21 Mei tersebut masih sebatas rekapitulasi hasil Pemilu dan Pilpres," katanya.

KPU, kata dia, pada keputusan 21 Mei belum ada penetapan siapa pemenang. Sebab, kubu 02 masih melakukan gugatan.

"Jadi konteks hasil rekapitulasi bukan penetapan pemenang. Sementara, poin ketiga rumusnya mudah saja jika BPN memiliki bukti yang cukup. Inilah ruang pengadilan yang memutuskan," katanya.

Baca juga : Muhammadiyah Minta Jokowi dan Prabowo Segera Bertemu

Sedangkan poin keempat hingga ketujuh, menurut dia, sangat invisible. Sebab, tidak ada dasar sama sekali dan cenderung pemaksaan kehendak. [USU]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.