Dark/Light Mode

Akan Diuji Saat Tetapkan Capres

Koalisi Airlangga Ambyar Jika….

Senin, 23 Mei 2022 07:01 WIB
Dari kiri: Suharso Monoarfa, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan saat membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). (Foto: Istimewa)
Dari kiri: Suharso Monoarfa, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan saat membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Koalisi Golkar, PAN dan PPP yang buru-buru 'kawin' sebelum Pemilu 2024 diyakini akan berumur panjang dan rukun. Ujian terberat keutuhan koalisi yang digawangi Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan, dan Suharso Monoarfa ini, yaitu pas penetapan capres.

Di saat banyak parpol masih tahap pedekate (pendekatan), Golkar, PAN, dan PPP justru melangkah lebih cepat. Ketiganya langsung membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Padahal, ketiga parpol ini belum punya jagoan mumpuni yang akan diusung sebagai capres atau cawapres.

Tidak adanya tokoh internal yang punya elektabilitas tinggi itulah yang justru membuat KIB punya nilai jual. Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari mengatakan, KIB punya segudang faktor untuk terus bertahan hingga Pilpres 2024. Di antaranya, punya segmen pemilih masing-masing, hubungan antara ketua umum relatif baik, hingga berbeda ideologi.

Baca juga : Koalisi Airlangga Siapkan Jaring

"Golkar itu nasionalis, PPP Islam tradisional, dan PAN Islam modern. Tidak akan ada adu kepala antara Golkar, PPP, dan PAN," kata Qodari, saat dihubungi Rakyat Merdeka, kemarin.

Namun, diakui Qodari, dalam koalisi untuk menatap gelaran kontestasi lima tahunan itu, biasanya yang dominan itu bukan titik temu, melainkan titik pecah atau titik tolak. "Nah, titik pecahnya di KIB ini, menurut hemat saya, cenderung kecil dan minim," ungkapnya.

Qodari menjelaskan, ada tiga faktor yang menyebabkan koalisi pecah sebelum mekar. Pertama, kompleksitas kepentingan pribadi. Ilustrasinya seperti hubungan antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Dewan Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono hingga partai mereka sulit merapat.

Baca juga : Polda Terapkan Contra Flow Dari Palimanan Hingga Cikampek

Kemudian, kompleksitas dinamika hubungan antar-partai. Dulu, disebut Qodari, PDIP dan NasDem mesra. Mega dan Ketum NasDem Surya Paloh komunikasinya lancar. "Tapi sekarang kelihatannya sedang tidak bagus, lagi demam. Karena itu, sulit berharap melihat PDIP dan NasDem berkoalisi," tandas bos lembaga survei kenamaan itu.

Terakhir, kompleksitas ideologi. Contohnya PDIP dan PKS. Jarak ideologi keduanya terlalu jauh. Spektrum PDIP di ujung kiri, sedangkan PKS di ujung kanan. Artinya, cuma mimpi keduanya bisa mesra di Pilpres 2024. "Saya lihat, di KIB kompleksitas semacam itu, relatif tidak ada konflik yang dalam traumatis, antara Airlangga dan Zulhas serta Suharso, hubungannya relatif baik," tutur Qodari.

Dengan nilai jual itu, Qodari memprediksi, KIB bakal jadi daya tarik bagi capres non parpol untuk berebut mendapat dukungan. "Tembus ambang batas capres, warna dan segmen pemilih berbeda, infrastruktur lengkap, apalagi Golkar partai lama yang sangat merata di seluruh Indonesia. Kata kuncinya adalah lebih mudah cari capres daripada teman koalisi," ucap Qodari.

Baca juga : Airlangga Ngademin

Kendati demikian, untuk sekarang, Qodari mengajak publik untuk terus memantau perkembangan KIB. Karena dinamika koalisi bisa dianggap utuh atau sebaliknya saat pendaftaran capres. Tepatnya jelang September 2023, yakni masa pendaftaran capres dan cawapres. "Apakah nanti ada variabel-variabel yang bisa membuat KIB itu retak atau tidak, kita lihat saja," imbuh dia.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.