Dark/Light Mode

BBM Turun, Rupiah Menguat, Ekonomi Lampu Hijau

Tanda Alam Berpihak Ke Jokowi?

Selasa, 8 Januari 2019 07:07 WIB
Presiden Jokowi (kiri) bersama Wapres Jusuf Kalla dalam Sidang Kabinet Paripurna membahas Program dan Kegiatan Tahun 2019 di Istana Negara, Senin (7/1). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)
Presiden Jokowi (kiri) bersama Wapres Jusuf Kalla dalam Sidang Kabinet Paripurna membahas Program dan Kegiatan Tahun 2019 di Istana Negara, Senin (7/1). (Foto: Randy Tri Kurniawan/Rakyat Merdeka)

RM.id  Rakyat Merdeka - BBM non subsidi sudah turun. Rupiah mulai menguat. Ekonomi diramal geser dari lampu kuning jadi hijau. Apakah ini tanda-tanda alam sudah berpihak ke Jokowi?

Membaiknya kondisi ekonomi disyukuri Jokowi. Di tengah kondisi ekonomi global yang tak menentu, Indonesia justru bisa bangkit. "Saya telah mendapatkan laporan dari Menteri Keuangan, di tengah ketidakpastian ekonomi global, alhamdulilah perekonomian nasional kita tumbuh positif," ujar Jokowi dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/1).

Jokowi mengklaim, pertumbuhan ekonomi nasional telah mencapai 5,15 persen. Inflasi tumbuh di bawah 3,5 persen. Jokowi kemudian membeberkan sejumlah indikator ekonomi positif. Salah satunya, terjaganya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

"Realisasi APBN 2018 menunjukkan kinerja yang sangat sehat dan kredibel. Defisit, berdasarkan dari laporan terakhir yang saya terima 1,76 persen dari PDB," katanya. Jokowi menilai, keseimbangan primer sangat penting dalam menunjukkan kinerja APBN. "Keseimbangan primer negatif Rp 1,8 triliun. Ini patut kita garis bawahi. Hasil ini jauh lebih baik dari APBN Rp 87,3 triliun," ucapnya.

Baca juga : Maruf Berjanji Akan Berantas Mafia Bola

Pendapatan sepanjang 2018, dilaporkan mencapai Rp 1.942 triliun, melampaui target APBN 2018. Terakhir, belanja negara untuk mendukung target pembangunan nasional juga dinilai optimal, yakni mencapai 99,2 persen dari APBN 2018.

Meski dalam tren positif, Jokowi meminta para menterinya tetap waspada dengan kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Di tahun ini, kata Jokowi, masih ada tantangan ekonomi dunia hingga tekanan eksternal yang harus diantisipasi.

Sebab itu, Jokowi meminta adanya konsolidasi di sektor ekonomi. Misalnya, antara dunia usaha, industri, moneter dan fiskal terancang dengan baik. Sehingga, langkah-langkah tegas dan konsisten dalam pengendalian impor dapat dilakukan, lalu memacu ekspor dan meningkatkan modal masuk lebih baik pada 2019.

Terjadinya perbaikan ekonomi nasional ini diamini Pengamat Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi. Dia mengatakan, saat ini ekonomi Indonesia dalam kondisi lampu hijau alias aman. "Bisa dikatakan lampu hijau, jika kita melihat faktor eksternal seperti harga minyak dunia hingga penguatan nilai tukar rupiah," ujar Fahmy kepada Rakyat Merdeka, Senin (7/1). 

Baca juga : Partai Rakyat Siap Bantu Menangkan Jokowi

Mulai dari harga minyak dunia, mantan anggota tim anti mafia migas itu menyebut, trennya hingga kini mendekati angka 50 per barel. Harga tersebut diprediksi akan turun terus, lantaran suplai minyak dunia masih banyak. "Suplai dari Rusia, Amerika, dan Qatar yang keluar dari OPEC akan membanjiri pasar sehingga harga minyak turun," katanya.

Fahmy menilai, Indonesia berada dalam posisi yang diuntungkan. Selain dapat membeli minyak harga murah, Jokowi juga semakin populis dengan menurunkan harga BBM. Nah, ketika belanja BBM berkurang, maka rupiah akan menguat. Itulah indikator yang merupakan lampu hijau.

Seperti diketahui, terhitung 5 Januari 2019, PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga BBM nonsubsidi antara Rp 100-Rp 250/liter, seiring merosotnya harga minyak mentah dunia jenis Brent hingga di bawah 60 Dolar AS/barel. Rinciannya, untuk BBM jenis Pertalite (RON 90) harganya turun Rp 150/liter menjadi Rp 7.650/liter, Pertamax (RON 92) turun Rp 200/liter menjadi Rp 10.200/liter dan Pertamax Turbo (RON 95) turun Rp 250/liter menjadi Rp 12.000/liter. Kemudian untuk BBM mesin diesel, yakni Dexlite turun Rp 200/liter menjadi R 10.300/liter serta Dex turun Rp 100/liter menjadi Rp 11.750/liter.

Senin (7/1), nilai tukar rupiah menyentuh level 14.024 per dolar AS. Level ini merupakan yang terkuat sejak Juni tahun lalu. Pelemahan dolar AS terjadi di tengah beberapa isu global, yaitu dimulainya negosiasi tatap muka antara delegasi AS dan China. Selain itu, kekhawatiran akan perlambatan laju ekonomi AS, turut membuat berkembangnya ekspektasi pelaku pasar bahwa tidak ada kenaikan bunga acuan AS tahun ini. Atas dasar itu, Fahmy mengatakan, kondisi ekonomi saat ini sedang berpihak kepada Jokowi. "Tampaknya begitu," pungkasnya.

Baca juga : Gerindra Pede Bakal Geser Elektabilitas PDIP Di Jatim

Jubir BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade mengatakan, tak tepat jika kondisi ekonomi saat ini diibaratkan alam berpihak kepada Jokowi. "Alam? Nggak lah. Kita nggak boleh berdiri di atas pelanggaran orang lain," kata Andre kepada Rakyat Merdeka, Senin (7/1).

Menurut dia, pertumbuhan saja tetap lima persen. Hanya kebetulan saja nilai tukar rupiah menguat. "Harga kebutuhan pokok juga tinggi dan sulit mencari pekerjaan. Prestasinya di mana gitu loh," ujar Andre. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.