Dark/Light Mode

Politisi PBB Desak Pembahasan RUU HIP Dibatalkan

Jumat, 29 Mei 2020 16:32 WIB
Ahmad Pratomo
Ahmad Pratomo

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Derpartemen Kajian Strategis DPP Partai Bulan Bintang (PBB) Ahmad Pratomo menyoroti rencana pemerintah dan DPR membahas RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Regulasi ini dianggap kontroversial dan tidak tepat dibahas saat pandemi virus corona. Dia menyarankan RUU HIP dibatalkan.

“RUU yang sarat kontroversi seperti ini hendaknya dibatalkan. Karena kesan yang terbangun justru terlihat tidak menghiraukan keadaan masyarakat di tengah bencana Covid-19 yang tidak kunjung teratasi,” ujar Ahmad kepada RMco.id, Jumat (29/5).

PBB menyatakan, publik berharap RUU HIP ini tidak menjadi ‘alat’ bagi penguasa atau rezim yang sedang memerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Apalagi menggunakan Pancasila untuk menggebuk lawan dengan cara-cara kriminalisasi para ulama atau pemuka agama yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Baca juga : AXA Mandiri Salurkan Uang Tunai Digital Ke Masyarakat

“Dan malah dicap sebagai kelompok anti Pancasila. Untuk itu, DPP PBB menilai perancangan RUU yang berpotensi menimbulkan polemik di tengah masyarakat sudah seharusnya tidak diteruskan atau dibatalkan,” tegasnya.

Ahmad menjelaskan, asumsi ini didasari dengan tiga aspek: historis, yuridis dan sosiologi politik. Sejarah mencatat, Pancasila pernah digunakan pemerintah untuk membungkam lawan-lawan politiknya, tepatnya di masa Orde Baru.

Pada tahun 1968, Rezim Soeharto membentuk Laboratorium Pancasila di Malang yang bertujuan untuk meredefinisi Pancasila sesuai dengan kepentingan rezim seraya menghapus tafsiran pada era pemerintahan Soekarno. 

Baca juga : Rachmat Gobel Minta Sektor Perikanan Dioptimalkan

“Yang mengkritik saya berarti mengkritik Pancasila. Bagai raja, perkataan Presiden Soeharto tersebut mengingatkan kita pada pernyataan Raja Louis XIV yang mengatakan ‘L'État, c'est moi’ yang dalam bahasa Indonesia berarti Negara adalah saya,” katanya, merujuk pidato Presiden kedua Soeharto di Markas ABRI Cijantung, Jakarta Timur 16 April 1980.

Dari sisi yuridis, RUU HIP ini sarat kontroversi karena tidak memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai landasan pembentukan RUU ini. 

Terakhir, aspek sosiologi politik. Anak buah Yusril Ihza Mahendra ini berasumsi RUU HIP dapat mempersempit arti dari Pancasila. Di antaranya, di RUU HIP agama dikategorisasikan dalam istilah ‘spiritual’ (Pasal 34 dan Pasal 43 c).

Baca juga : Politisi Banteng Minta Pemerintah Batalkan Kenaikan Iuran BPJS

“Dengan kata lain mencampuradukkan antara lima agama, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan. Hal ini bentuk pengerdilan agama dalam RUU HIP,” jelasnya.

Menurut dia, UU HIP ini dapat mempersempit Pancasila seperti yang terjadi pada Orde Baru. Pancasila ditafsirkan atas tafsir pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan tanpa melihat kemajuan demokratisasi yang sedang berlangsung saat ini.

“Jika RUU HIP diterapkan, apakah partai politik berasaskan Islam akan dipermasalahkan. PBB, merupakan parpol berasaskan Islam,” tutupnya. [BSH]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.