Dark/Light Mode

Putusan MKMK Soal Dugaan Pelanggaran Etik Dipercepat Sebelum Tanggal 8, Kenapa?

Rabu, 1 November 2023 14:09 WIB
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi MKMK Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RM/Rizki Syahputra)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi MKMK Prof Jimly Asshiddiqie. Foto: RM/Rizki Syahputra)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie mengakui jika keputusan mempercepat pengucapan putusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim MK ini bakal menuai kritik. Namun ia mengaku punya alasan di balik keputusan mempecepat pengucapan putusan itu.

Sebetulnya, MKMK punya waktu sekitar satu bulan untuk mengusut dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK. Pengucapan putusan bisa dilakukan pada tanggal 24 November mendatang. 

Namun, MKMK mengubah jadwal tersebut menjadi sebelum tanggal 8 November 2023. Dipercepat lebih dari dua pekan.

Jimly beralasan perubahan jadwal pengucapan putusan  tersebut merupakan usulan salah satu pelapor hakim MK yaitu Denny Indrayana. Usulan itu diterima karena dinilai masuk akal, jika menyesuaikan jadwal Pilpres 2024.

Baca juga : Ini Putusan MK Soal Batas Usia Capres Dan Larangan Nyapres Lebih Dari 2 Kali

Jadwal yang dimaksud adalah tenggat waktu perubahan pasangan calon (paslon) Pilpres 2024. Dalam jadwalnya ditetapkan bahwa perubahan paslon  capres dan cawapres ditutup pada tanggal 8 November 2023.

"Pelapor Denny Indrayana itu minta supaya dipercepat sebelum tanggal 8. Kami runding, masuk akal itu. Oke untuk kalau misalnya kita tolak itu timbul kecurigaan juga 'waduh ini sengaja berlindung di balik prosedur jadwal," kata Jimly dalam sidang MKMK, Rabu (31/10).

Tujuannya agar parpol pengusung punya kesempatan untuk mengganti komposisi paslon yang didaftarkan ke KPU. Terutama jika MKMK menemukan pelanggaran etik dalam putusan yang mengecualikan kepala daerah di bawah batas usia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres.

"Jadi kalau dibuat majelis baru dengan tidak melibatkan hakim terlapor itu bisa berubah itu putusan. Kalau itu terjadi, tapi pencapresan sudah selesai, itu kan nggak bisa lagi merubahnya," lanjutnya.

Baca juga : Asal Punya Pengalaman Kepala Daerah, Usia Di Bawah 40 Boleh Nyapres-Nyawapres

Ia tidak ingin MKMK dicurigai sengaja mengundur pengucapan putusan setelah batas waktu perubahan paslon Pilpres 2024 ditutup, sehingga putusan terkait dugaan pelanggaraan etik hakim MK tidak memberikan dampak pada syarat pencalonan capres dan cawapres di Pilpres 2024, yang cukup mengundang kontroversi publik. 

Karena itu, mantan Ketua MK pertama ini berharap agar percepatan pengucapan putusan ini tidak terlalu dipersoalkan. Karena kepentingan utamanya adalah demi kepastian hukum dan kebaikan Pilpres 2024.

"Karena sudah kita putus dan sudah diumumkan tanggal 7, tolong saudara hormati, ikut saja. Maka itu segera saja pembuktian ini dan lagipula ya ini masalah ini bisa melebar terus," ujar Jimly.

Jika tidak dipercepat, Jimmly mengaku khawatir kontroversi terkait putusan MK soal batas usia capres-capres bisa semakin melebar dan memicu konflik yang serius. Soal perbedaan pendapat, ia berharap bisa dimusyawarahkan dan ditujukan kepada kepentingan yang lebih besar, yakni kepentingan bangsa dan negara.

Baca juga : Wapres Kawal Langsung Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua

"Kita akui saja, semua pribadi punya kepentingan, semua keluarga punya kepentingan, semua golongan, kelompok, apalagi partai, partai itu kan golongan, punya kepentingannya sendiri-sendiri. Nah itu pasti berbeda pendapatnya. Itu namanya penalaran yang didorong oleh kepentingan," tandas Jimly. 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.