Dark/Light Mode

Jaga Kebhinekaan, Mahasiswa Harus Bantu Bendung Politik Identitas di Pilpres

Senin, 1 Januari 2024 21:22 WIB
Foto: Ist
Foto: Ist

RM.id  Rakyat Merdeka - Seluruh mahasiswa Indonesia diminta ikut berperan aktif mencegah penggunaan politik identitas dalam setiap momentum kontestasi politik.

Terdekat, adalah perhelatan Pilpres 2024, karena politik tersebut bisa merusak kebhinekaan dan persatuan bangsa.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) M Rafsanjani mengatakan, semangat kebhinekaan sepatutnya menjadi landasan dalam pelaksanaan pemilu 2024.

Namun, pesta rakyat yang bakal digelar kurang dari dua bulan ke depan ini berpotensi dihancurkan politisi pragmatis dengan isu agama yang memang efektif dan murah untuk meraih kemenangan.

Karena itu, Rafsanjani meminta 40 juta mahasiswa dari 204 juta orang dalam daftar pemilih tetap (DPT) ikut berperan aktif menjaga kebhinekaan.

Khususnya, dalam menghalau segala isu identitas yang salah satunya agama untuk digunakan di pemilu 2024.

"Kita harus membendung agama dijadikan tameng politik. Agama mungkin dan kerap menjadi tameng karena paling murah dan efektif," kata Rafsanjani saat menjadi narasumber di acara bertajuk Menjaga Api Bhinneka Tetap Menyala di Jakarta, seperti dalam keterangan resmi yang diterima RM.id, Senin (1/1/2024).

Baca juga : Tawarkan Program Kesejahteraan, Mahfud Pastikan Bantu Kesulitan Rakyat

Dalam agenda yang diselenggarakan Forum Sekretaris Jenderal Cipayung Plus itu, dia juga mendorong semua pihak agar menjaga persatuan dan kebhinekaan dalam setiap kontestasi politik.

"Pemilu damai, hindari politisasi SARA. Kita tidak mau keutuhan berbangsa dikoyak oleh gesekan yang muncul menggunakan isu ini," tegasnya.

Rafsanjani menjelaskan, mahasiswa adalah kelompok yang masuk jajaran elit dari sisi intelektual.

Karena itu, bila mahasiswa terbawa arus politisi pragmatis, keutuhan berbangsa dan bernegara akan semakin berada dalam bahaya.

"Sebaliknya, jika mahasiswa ikut membendungnya maka akan menjadi sebuah harapan. Kita harus mencegah bangsa terkoyak politisi tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Ia menegaskan, secara teknis gerakan bersama seluruh organisasi kemahasiswaan yang digagasnya bertujuan untuk menguatkan demokrasi, dan mempertengkarkan gagasan yang bukan identitas.

“Aspek identitas tidak boleh diutamakan karena bisa membuat mutu demokrasi kita merosot. Karena itu, melalui gerakan ini kita ingin konsolidasi demokrasi dan mencerdaskan bangsa. Ini benar tugas mulia dan kebangsaan," ujarnya.

Baca juga : Jaga Suara AMIN, Garda Matahari Jatim Gelar Pelatihan Saksi Pilpres

Pada kesempatan sama, Sekretaris Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Artinus Hulu menilai Forum Sekjen Cipayung Plus yang mendeklarasikan Indonesian Youth Interfaith ini adalah momentum yang sangat langka sebelum pergantian tahun. 

Sebab, ada banyak isu terkait Pilpres 2024 di tahun 2023, dan hajatan demokrasi itu selalu menjadi perbincangan adalah anak muda.

Oleh sebab itu, generasi muda yang digadang menjadi harapan bangsa harus memiliki satu visi dan misi untuk menyongsong Indonesia generasi emas di 2045.

Itu adalah cita-cita bersama dan masih ada waktu untuk saling melengkapi mengaktualisasikan diri dan mempersiapkan kepemimpinan bangsa ke depan.

“Bangsa ini memiliki sumber kekayaan bangsa yang besar berupa kebhinekaan. Semua ini menjadi modal kuat bangsa mencapai kesejahteraan. Kita mengharapkan spirit kebangsaan mengakar di setiap aktivitas kenegaraan. Tugas kita sebagai generasi muda dan aktivis civil society," tegasnya.

Sekjen Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Rijal Wahid menambahkan bahwa generasi muda harus bisa meninggalkan latar belakang untuk benar-benar menjadi Indonesia.

Gesekan yang masih ada karena belum menemukan spirit bersama.

Baca juga : Rencana Kabinet Zaken Ala Ganjar-Mahfud Bisa Hindari Politik Dagang Sapi

"Bingkai ini yang harus dikedepankan sebagai sebuah bangsa yang ingin maju," katanya.

Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sujahri Somar menambahkan mahasiswa atau generasi muda harus adaptif menghadapi berbagai situasi.

Musuh saat ini yang dihadapi bangsa Indonesia terdiri dari tiga yakni fundamentalisme agama, kapitalisme dan komunisme.

"Radikalisme harus menjadi musuh utama kita semua. Kita sebagai organisasi perjuangan. Akar masalah harus menjadi analisa bersama. DNA kita keberagaman, tradisi, budaya, jangan mau dipecah oleh pemilu," tandasnya.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.