Dark/Light Mode

Ongkos Pilkada Masih Mahal

Kepala Daerah Rentan Korupsi

Senin, 26 Juli 2021 06:30 WIB
Ilustrasi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). (Foto: Istimewa)
Ilustrasi, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). (Foto: Istimewa)

RM.id  Rakyat Merdeka - Ongkos mengikuti kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dinilai masih sangat mahal. Hal ini membuat kepala daerah terpilih rentan masuk pusaran korupsi.

Demikian analisa pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Ferry Daud Liando. Di beberapa kasus yang ditangani penegak hukum terkait korupsi kepala daerah, ujarnya, selalu berkaitan fee proyek, pembahasan tata ruang, imbalan pihak ketiga terhadap kebijakan pengelolaan hutan dan sumberdaya alam lainnya. Juga pengalokasian dana transfer di daerah, pemberian izin usaha serta penempatan pejabat pada posisi tertentu.

“Penyebab kepala daerah rentanmasuk pusaran korupsi, ya karena biaya Pilkada sangat mahal,” ujar Liando. Disebutkan, faktor yang membuat banyak oknum berusaha merebut jabatan kepala daerah adalah untuk memperkaya diri. Segala cara pun dilakukan untuk menang dalam kontestasi Pilkada.

Baca juga : Moeldoko: Pelaku Usaha Jangan Nyerah, Terus Produktif Dan Berpikir Positif

Selain itu, lanjutnya, juga ada faktor perekrutan calon. Partai politik dianggap memiliki peran penting dalam menentukan calon kepala daerah (cakada). “Selama ini, mekanisme seleksi calon masih terkesan pragmatis murni. Kepentingan parpol hanya satu, yakni harus menang dalam Pilkada,” ujarnya.

Liando melihat, partai kerap lebih mengutamakan calon kuat dari aspek keuangan. Parpol seakan melupakan bahwa kapasitas dan moralitas calon masih jauh lebih penting daripada kriteria lainnya.

Faktor lainnya, ujar Liando lagi, adalah sistem Pilkada yang cenderung mahal. Dia mengutip pernyataan mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Irjen (Purn) Basaria Panjaitan, bahwa untuk jadi Bupati atau Wali Kota bisa menghabiskan anggaran Rp 20 sampai Rp 30 miliar. Sementara untuk jadi gubernur, bebernya, bisa menghabiskan sampai ratusan miliar.

Baca juga : Luhut Perintah Menteri Dan Kepala Daerah: Percepat Penyaluran Bansos!

Dijelaskan Dosen Kepemiluan di Fispol Unsrat ini, pembiayaan Pilkada mahal karena ada beberapa tahapan yang harus dibiayai calon kepala daerah (Cakada). Terkadang tahap pertama, ujar Liando, membentuk opini lembaga survei musiman.

“Modus ini dilakukan agar hasil survei memposisikan sang calon di posisi teratas dalam hal popularitas,” bebernya.

Liando menuturkan, hasil survei biasanya sepaket dengan “kerjasama” media yang ber­sedia mempublikasikan. Baik hasil survei maupun kliping-kliping media. “Ini jadi modal bagi calon mengajukan proposal pembiayaan Pilkada kepada pihak yang bersedia mensponsori pencalonan,” paparnya.
 Selanjutnya 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.