Dark/Light Mode

Hasil Rekapitulasi KPU
Pemilu Presiden 2024
Anies & Muhaimin
24,9%
40.971.906 suara
24,9%
40.971.906 suara
Anies & Muhaimin
Prabowo & Gibran
58,6%
96.214.691 suara
58,6%
96.214.691 suara
Prabowo & Gibran
Ganjar & Mahfud
16,5%
27.040.878 suara
16,5%
27.040.878 suara
Ganjar & Mahfud
Sumber: KPU

Timpang, Korup Dan Takut

Minggu, 25 September 2022 06:42 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Angkanya sangat besar: Rp 1000,7 triliun! Koma tujuhnya saja sangat besar. Sejumlah itulah yang digelontorkan ke Papua sejak diberlakukan Otonomi Khusus (Otsus) pada 2001. Sejak zaman Lukas Enembe menjadi Gubernur Papua, jumlahnya juga fantastis: Rp 500 triliun.

Data itu disampaikan Menko Polhukam Mahfud Md. Uang sebanyak itu, kata Mahfud, tidak jadi apa-apa. Rakyat Papua tetap miskin. Pejabatnya foya-foya.

Terlepas dari kasus Lukas Enembe yang sekarang heboh itu, pernyataan Mahfud menyiratkan satu sisi menyedihkan: ketimpangan. Kesenjangan. Ketidakseimbangan. Bukan hanya di Papua.

Para fotografer ibukota biasanya menggambarkan kesenjangan itu dengan satu foto: gubuk berlatar belakang gedung mewah menjulang tinggi. Sangat kontras. Jauh sekali. Seperti bumi dan langit.

Baca juga : Tragedi Di Atas Pesta

Itulah tantangan bangsa ini. Sudah lama. Kesenjangan desa dan kota, kesenjangan ekonomi, kesenjangan SDM antar daerah, kesenjangan akses pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Banyak lagi.

Bukan hanya itu, bangsa ini juga menghadapi kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Penegakan hukum misalnya. Harapan sangat tinggi. Tapi kenyataannya, menyedihkan.

Kasus terbaru, ada Hakim Agung (pakai agung), yang justru terjerat kasus korupsi. Dia ditangkap KPK. Kalau “pagar sudah makan tanaman”, lalu kepada siapa lagi rakyat bercermin dan berharap? Tak ada lagi pelindung. Harapan semakin jauh. Bahkan bisa musnah.

Kasus korupsi yang ingin diberantas, justru ada kecenderungan hukumannya bertambah ringan. Itu data Indonesia Corruption Watch (ICW).

Baca juga : Pilpres Dan Keteladanan

Di sisi lain, kita juga disodori kabar, maling ayam atau maling sekelas itu, dihukum lebih berat. Itu juga kesenjangan. Ketimpangan antara harapan dan kenyataan.

Kenapa dia maling ayam? Antara lain, karena kemiskinan dan ada ketimpangan akses, seperti pendidikan dan kesempatan kerja. Kenapa dia miskin? Salah satunya, karena korupsi.

Puluhan tahun lalu, ada “temuan” tentang korupsi yang sampai sekarang menjadi sangat legend: APBN bocor sampai 30 persen. Pernyataan itu disampaikan ekonom Soemitro Djojohadikoesoemo.

Tahun 2008, dan 2019, pernyataan Soemitro “ditegaskan” kembali oleh KPK. Juga oleh Prabowo, putra Soemitro. “Kebocoran anggaran mencapai 30-40 persen,” ungkap Wakil Ketua KPK M Jasin, saat itu.

Baca juga : Teka-Teki Pasca Covid

Kalau sekarang kita mendengar korupsi puluhan triliunan rupiah, sudah bukan barang baru lagi. Sudah menyebar. Usia koruptor kian muda. Juga tambah canggih.

Apakah ini hanya soal Papua? Bukan. Karena itu, kita menunggu capres atau kepala daerah, yang bukan hanya indah di visi-misi, tapi juga punya keberanian serta langkah tegas dan jelas memberantas korupsi. Berani bertindak nyata. Tanpa beban. Tanpa pandang bulu.

Karena, bukan korupsinya yang terlalu kuat, tapi kelemahan dan ketakutan para pemimpinlah yang membuat korupsi terlihat sangat kuat. Ketakutan dalam banyak hal. ■

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.