Dark/Light Mode

Cangkul 4.0

Kamis, 7 November 2019 06:00 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Entah sudah berapa kali Presiden Jokowi “marah” karena Indonesia masih mengimpor barang “sepele”. Kemarin Presiden “marah” lagi. Nadanya agak tinggi. Penyebabnya, karena kita masih mengimpor cangkul. “Kebangetan banget,” tegas Presiden.

Pertanyaannya: dari lima tahun lalu, sejak periode pertama Presiden Jokowi, apa yang dikerjakan para pejabat yang mengurusi produksi pacul dan cangkul.

Lalu apa yang dikerjakan para pembuat kebijakan impor cangkul sehingga benda ini masih diimpor.

Alat pertanian ini sebenarnya menjadi barang sehari-hari bangsa Indonesia yang agraris. Benda ini sudah ada sejak zaman prasejarah. Zaman Palaeolitikum. Semua daerah di Indonesia mengenal cangkul atau pacul.

Baca juga : Ada Lagi Yang Bebas?

Bahkan, benda-benda sejenis, dulunya, di zaman kerajaan, “diekspor” sampai ke negeri tetangga seperti Mindanao atau Thailand.

Indonesia juga memiliki banyak pandai besi legendaris. Sakti pula. Sebut misalnya Mpu Gandring, yang kerisnya sangat terkenal itu. Dia legen untuk urusan tempa menempa besi atau logam.

Ironisnya, ribuan tahun kemudian, Indonesia masih mengimpor cangkul yang pembuatannya tak serumit keris.

Karena ini persoalan “sepele tapi serius”, Presiden perlu memprioritaskan urusan impor-mengimpor ini.

Baca juga : Nasdem-PKS Ada Apa?

Kalau Presiden memberi penekanan terhadap radikalisme saat pengumuman kabinet, lebih bagus lagi kalau Presiden juga memberi penekanan terhadap impor. Stop makelar. Stop mafia impor. Stop pemburu rente.

Persoalan ini menjadi penting bukan karena sekadar janji kampanye yang selalu diulang-ulang banyak pihak, tapi memang penting. Sangat penting. Ada atau tidak ada janji kampanye, ada atau tidak ada “bully” dari lawan politik, ini memang prioritas.

Presiden tentu punya para pembantu yang pintar-pintar, hebat-hebat. Mestinya urusan cangkul tak lagi menjadi persoalan penting. Bisa diselesaikan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tak perlu menunggu sampai lima tahun. Apalagi membuat Presiden “marah”.

Mestinya, di era 4.0 ini urusan cangkul sudah beres. Mpu Gandring saja bisa membuat keris sakti, masa sekarang tak bisa memproduksi cangkul. Puluhan tahun lalu, Ibu Sud juga membuat lagu Cangkul. “Cangkul cangkul, cangkul yang dalam, menanam jagung di kebun kita…”. Jangan-jangan, “kebun itu sudah bukan milik kita lagi” sehingga cangkul pun terpaksa disingkirkan?

Baca juga : Mahasiswa Masih Menunggu Respon

Apa pun itu, ayo, ayo kita produksi cangkul sendiri, walaupun bahan bakunya masih ada yang harus diimpor. Ayo, produksi cangkul 4.0.***

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :