Dark/Light Mode

Ada Krisis Kepercayaan?

Kamis, 13 Februari 2020 03:37 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Ini aneh. Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto, juga bingung dan terheran-heran. Indonesia yang sekarang tetap negatif virus corona, bukannya disyukuri, tapi malah dipertanyakan. “Apakah memang benar-benar negatif atau ada persoalan lain, misalnya karena ketimampuan mendeteksi virus tesebut?”

Krisis kepercayaan. Itulah sebabnya. Sebelum pertanyaan soal Corona, di banyak bidang sudah tumbuh benih-benih krisis kepercayaan. Di bidang hukum dan peradilan, pendidikan, survei dan komunikasi, terjadi krisis kepercayaan.

Kasus Harun Masiku yang sampai sekarang belum tertangkap atau belum ditangkap, misalnya, tidak sedikit yang mempertanyakannya. Apakah karena kelihaian mantan caleg  tersebut menyembunyikan diri atau ada yang menyembunyikannya, atau ada “sesuatu”?

Baca juga : Bom Waktu di Jalan yang Sama

Kasus Harun Masiku ini juga menambah ketidakpercayaan terhadap KPK. KPK yang oleh sebagian publik dinilai sudah dilemahkan ketika UU-nya diubah, dinilai kian lemah dan tak berdaya.

Lembaga-lembaga hukum dan peradilan memang cukup banyak mengundang ketidakpercayaan publik. Pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasusnya dipertanyakan. Masih ada kecurigaan “tebang pilih”. Kenapa si A dihukum, tapi si B tidak disentuh? Ada yang diungkap, ada yang disembunyikan.

Lembaga-lembaga survei dan kajian juga diragukan dan dipertanyakan sikap independensinya. Apalagi menyangkut survei politik yang dipublikasikan, tidak sedikit yang meragukannya.

Baca juga : Pelajaran Li Wenliang

Media juga sama saja. Ada yang tidak mau nonton TV A karena dicurigai berafiliasi dengan kelompok X. Tidak mau melihat TV B karena dinilai jadi corongnya kelompok Y. Berita-beritanya dianggap tidak kredibel. Diragukan. Bahkan tidak dipercaya.

Media sosial juga demikian,. Karena banyak yang terafiliasi dalam berbagai kelompok politik, tidak ada lagi rasa saling percaya. Publik hanya mau membaca apa yang sudah menjadi sikap pribadinya. Kebenaran hanya ada pada kelompoknya.

Tidak ada lagi sikap “jangan melihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah isinya”. Obyektifitas seperti itu nyaris hilang. Yang terjadi sekarang, semua dianggap benar kalau yang berbicara kelompoknya saja. Atau sebaliknya, semua dianggap sampah kalau yang berbicara bukan kelompoknya. Benar-salah tergantung warna.

Baca juga : Timpang, di Mata Dennis dan Lowy

Ini perlu segera dihentikan. Kalau tidak, sangat berbahaya. Alarmnya sudah berbunyi kencang.  Rakyat Indonesia yang dikenal sangat fanatik terhadap sikap politiknya, bisa teradu domba. Bisa kian terpecah-belah. Krisis kepercayaan bisa tambah parah.

Tahun ini ada ratusan Pilkada. Pemilu 2024 sudah terasa panas walau pemilunya masih lama. Kasus-kasus hukum serta korupsi datang silih berganti tak henti-hentinya. Kalau krisis kepercayaan dan sumber-sumbernya tidak dihentikan,  berpotensi merobohkan pilar-pilar kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.

Ketidakpercayaan ini bisa kian mengeras. Dia seperti bisul atau virus. Bisa pecah. Seperti virus, bisa menyebar kemana-mana. Tak terlihat. Tanpa disadari.(*) 

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.