Dark/Light Mode

Tak Sekadar Eufemisme

Selasa, 5 Maret 2019 07:18 WIB
SUPRATMAN
SUPRATMAN

RM.id  Rakyat Merdeka - Orang Indonesia dikenal sangat pandai memperhalus kata atau istilah. Misalnya, ada seorang tokoh yang terkait kasus korupsi atau narkoba, oleh organisasinya dia disebut “dibebastugaskan”. Maksudnya, dipecat.

Contoh lain, daerah yang menderita kelaparan disebut “rawan pangan”. Atau, istilah yang selalu dipakai dari era Orde Baru sampai sekarang ketika menaikkan harga BBM: “penyesuaian harga” untuk menghindari istilah menaikkan harga. Orang yang ditangkap disebut “diamankan”.

Banyak lagi contohnya. Ahli bahasa menyebutnya eufemisme, penghalusan kata atau istilah. Ini bukan hanya milik Indonesia. Amerika juga punya. Misalnya, penduduk kulit hitam, dulunya disebut negro. Karena dinilai mengandung unsur penghinaan, lalu diganti menjadi “kulit berwarna” (colored).

Baca juga : “Cina & Saudi”

Karena dianggap tidak jelas, diganti lagi menjadi “black American”. Tidak puas juga, lahirlah istilah “afro-American” yang dipakai sampai sekarang. Masih di Amerika, belum lama ini rakyat AS pernah dibikin gregetan oleh pemerintahan Donald Trump yang “ketahuan” berbohong mengenai jumlah yang hadir saat Trump dilantik.

Disebutkan, jumlah yang hadir di pelantikan Trump merupakan yang terbesar, lebih banyak dibanding pelantikan Obama. Setelah diteliti, dan ketahuan “berbohong”, Kellyane Conway, salah seorang penasihat Presiden Donald Trump berdalih bahwa apa yang disampaikannya merupakan “fakta alternatif”.

Nemu aja ini istilah. Orang Indonesia tak kalah hebatnya. Banyak sekali kita menemukan istilah atau kata yang diperhalus. Ada uang rokok, pelicin, mahar politik, dan sebagainya. Belum lama ini, istilah “non muslim” mengundang pro-kontra.

Baca juga : Hebatnya Timnas

Masalahnya bukan sekadar mengganti atau memperhalus istilah supaya tidak ada yang tersinggung, tapi bagaimana membuat penghalusan istilah itu menjadi produktif. Istilah penjara yang sekarang diganti menjadi lembaga pemasyarakatan misalnya, tidak akan optimal kalau kondisi penjara itu sendiri tidak dibenahi.

Istilah “keluarga pra sejahtera” misalnya, tidak akan berhasil kalau pemberantasan kemiskinan masih belum optimal. Bahwa menghaluskan kata atau istilah menjadi satu upaya, oke. Baik-baik saja. Tapi, serius mengubah realitas adalah upaya lain yang tak kalah pentingnya.

Harus satu paket. Memang butuh waktu. Perlu proses. Sama seperti Amerika yang perlu 400 tahun untuk mengubah “negro” menjadi “Afro American”.

Baca juga : Bersihkan Sampah Visual

Kita pun demikian. Penghalusan kata atau eufemisme bukan puncak tertinggi sebuah solusi. Karena, pada akhirnya, kita butuh kesadaran bersama serta kebijakan dan ketegasan pemerintah. Lalu, ujungnya: tindakan nyata.

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :