BREAKING NEWS
 

Awas, 3 Faktor Risiko Ini Bisa Ganggu Pemulihan Ekonomi Global

Reporter & Editor :
FIRSTY HESTYARINI
Rabu, 19 Mei 2021 14:16 WIB
Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar, yang merupakan salah satu indikator penguatan ekonomi nasional (Foto: Khairizal Anwar/RM)

RM.id  Rakyat Merdeka - Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Andry Asmoro mengingatkan 3 faktor risiko, yang bisa mengganggu pemulihan ekonomi global.

Ketiga faktor risiko itu meliputi dinamika pemulihan ekonomi AS, peningkatan kasus Covid - terutama akibat munculnya varian baru yang menular lebih cepat seperti di India -, serta terhambatnya distribusi vaksin yang merata ke seluruh dunia.

"Ini yang perlu diperhatikan, dalam rangka mencegah potensi penurunan pertumbuhan global," jelas Andry dalam Media Gathering Economic Outlook & Industry Kuartal II 2021 secara virtual, Rabu (19/5).

Baca juga : Arsjad Rasjid: Vaksinasi Gotong Royong Percepat Pemulihan Ekonomi

Dua perekonomian terbesar dunia, yaitu AS dan China, mencatat pertumbuhan positif pada Triwulan I-2021. Sementara banyak negara di kawasan Eropa dan Asia masih terkontraksi, meski dengan skala yang membaik.

Beberapa negara di Eropa dilaporkan mengalami double-dip recession, akibat lockdown yang kembali diterapkan karena munculnya gelombang kedua Covid.

Adsense

Ekonomi AS kini tumbuh 0,4 persen dibanding tahun lalu (year on year/yoy). Pertumbuhan ini didukung meningkatnya berbagai aktivitas. Seiring dilonggarkannya pembatasan, dengan semakin meluasnya distribusi vaksin serta tambahan stimulus, yang diperkirakan dapat menopang laju pemulihan ke depan.

Baca juga : Mendag Harap Vaksin Gotong Royong Mampu Gerakkan Perekonomian

"Pertumbuhan ekonomi AS yang melaju lebih cepat ini, mengakibatkan kekhawatiran pada pasar keuangan global karena berpotensi terjadi reflasi atau kenaikan inflasi yang cepat di AS," papar Andry.

Menurutnya, dinamika ekonomi AS perlu terus dimonitor. Meski The Fed sudah menekankan perlunya kebijakan moneter yang longgar, untuk memastikan pemulihan ekonomi berjalan lancar.

Alasannya, pemulihan ekonomi lebih cepat dapat memicu penarikan stimulus moneter yang lebih cepat (QE tapering), sehingga berdampak negatif pada pasar keuangan global. Termasuk, pasar keuangan domestik.

Baca juga : Jokowi Optimis, Vaksinasi Gotong Royong Bisa Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

“The Fed masih menekankan komitmennya, untuk menahan suku bunga rendah hingga beberapa tahun ke depan. Karena itu, dinamika ekonomi AS perlu terus dimonitor,” tegasnya.

Dibanding AS,  pertumbuhan ekonomi China meroket lebih pesat hingga 18,3 persen yoy. Sejalan terkendalinya penyebaran Covid-19.

"Pulihnya ekonomi China ini mampu mendorong harga-harga komoditas global seperti batubara, dan minyak mentah atau CPO,” pungkas Andry. [DWI]

Update berita dan artikel RM.ID menarik lainnya di Google News

Dapatkan juga update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari RM.id. Mari bergabung di Grup Telegram "Rakyat Merdeka News Update", caranya klik link https://t.me/officialrakyatmerdeka kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tags :

Berita Lainnya
 

TERPOPULER

Adsense